Membedah Nikah

Ada apa sih minggu ini? Temanya kawin ya? Nyindir gwa ya? Emang kenapa kalo gwa anti kawin?

Pertama gwa kena blue syndrome waktu gwa tau satu-satunya orang yang paling mendekati abang di Necropolis City ini bakal nikah setelah Lebaran nanti. Manusiawi sih, lha wong dia sudah tiga puluh sekian dan masih perjaka. Kecuali sama Tante Rosa dan Tante Ropak. Sempet ngobrol sama beliau sih, kalo gwa pasti bakal kehilangan pasangan 'poto-poto bokep'. Gimana akses gwa akan terbatas untuk sekedar wadul atau menghujat kaumnya yang biasanya bakal dia tanggapi dengan santai. Dia pasti bakal meminimalisir waktu nongkrong karena akan sibuk kelon dengan sang belahan jiwa. Seperti sibuknya salah seorang adek kelasnya di Sastra Nuklir dulu yang sekarang memburuh di Bapeten. Lagipula, ini kan pemanfaatan. Daripada cuma dipake pipis doank atau untuk gantungan baju, coba? Cuma gitu tanggapannya. Haha. Bwek!

Kedua Mpok gwa minta gwa mbaca satu ayat yang biasanya ada di undangan-undangan kawin, Ar-Rum:21, sebelum dia diijab-kabul sama Maz Tarzan (yang secara nggak sengaja gwa comblangin dulu). Dan perhelatan akbar buat sepasang manusia ini bakal mewujud tanggal 11 Agustus besok. Dem. Bentar lagi (untungnya dia nggak minta gwa harus berkebaya atau pake rok. Yang penting dateng dan memantrai dia pun udah cukup, katanya. Mungkin dia perlu penguatan dari adeknya yang anti-nikah ini untuk memberinya restu. Entah, ya).

Ketiga My Phoenix Brotha #2 juga bakal 'mentas' ke pelaminan taun ini, entah kapan. Nah, dia ini yang paling gwa khawatirin, secara adatnya dia ketat banget. Menikah = Bye bye, fucked-up brotherhood.

Keempat percakapan Minggu siang dengan seseorang yang batal menikah tiga kali tapi nggak kapok mencoba untuk yang ke empat. Ini gila! Gwa pikir dia bakal di kubu gwa. Tapi ternyata... Hix )= Penghianat!

Kelima dilematisnya seorang Bubun antara mengikat diri dalam janji suci pernikahan dengan manusia pahatan (bertema merah, termasuk kebaya yang harus gwa pake. Dem!) lalu pergi meninggalkan Nusantara dan cintanya pada anak-anaknya yang nakal yang tersebar di seluruh pelosok negeri.

Keenam tertohoknya gwa sama omongan ibunya Ivan yang protes kenapa sampe umur segini gwa masih belum aktif bereproduksi sementara Ivan, yang dulu satu angkatan sama gwa, udah membuahi 2 sel telur dan berhasil jadi bayi-bayi lucu menggemaskan.

Don't get me wrong. Kenapa gwa mau disuruh bebacaan pra-ijab kabul, karena gwa tetap menganggap perjanjian dengan Tuhan (atau The Supreme Power, atau Dia-Yang-Namanya-Boleh-Selalu-Disebut) adalah sakral, sebagaimana yang gwa amini pada komentar seorang manusia ganteng yang sering mengerang itu (Ya. Lo ga berhak protes. Gwa bakal selalu menyebut elu di tiap posting sampe gwa bosen sendiri. Bwek!). Gwa hormat, khidmat dan takluk pada janji itu serta konsekuensi yang mengikutinya. Edan, lho! Janjinya sama yang mbikin alam raya beserta isinya! Sama edannya dengan janji 'Demi Allah..." yang kerap terlontar tiap pelantikan anggota dewan yang terhormat itu.

Yang bikin gwa jadi antipati adalah ketika janji itu lolos dari jalurnya. Sama lah sama janji-janji para wakil rakyat. Yang harusnya mewakili kepentingan warga negara yang mereka presentasikan, ujung-ujungnya malah cari untung sendiri asal bisa balik modal setelah habis-habisan masa kampanye; atau melindungi kepentingan pemilik kapital terbesar yang menguntungkan diri dan beberapa gelintir orang meski mengorbankan berjuta-juta rakyat; dan hal-hal sux semacam itu.

Pengejewantahan serong-menyerong di atas mungkin gak seheboh apa yang dialami pasangan menikah. Masalah umbah-umbah, misalnya. Gwa nggak yakin bakal ada laki-laki hebat lain seperti Babab gwa yang mau cuci baju dan piring di tengah sibuknya beliau bersharing sama unggas piaraan dan motret-motret pasangan bahagia di hari mereka jadi Raja dan Ratu sehari (secara Babab gwa tukang poto orang kawinan). Atau macam sadarnya salah satu Pakdhe gwa yang bangun pagi lebih dulu lalu masak air dan bikin minuman hangat untuk istri dan anak-anaknya sebelum mereka bangun. Atau hebatnya Om gwa yang seniman topeng untuk bersabar menyuapi tiga precil perempuannya sepulang sekolah sementara tante gwa kerja di kantor Pemda. Dan para lelaki itu melakukannya berdasarkan pembagian tugas, bukan karena mereka suka. Namun kenyataan yang gwa liat tiap hari adalah perempuan melulu berada di sisi domestik, karena *masak, macak dan manak harus mereka kuasai betul-betul. Meskipun mereka perempuan-perempuan berkarir bagus dan hebat. Yang laki-laki? Oh, mereka cuma harus bekerja mencari nafkah dan pulang untuk bercengkrama dengan istri yang harus selalu nampak cantik dan segar. Titik. Tanpa mengindahkan bahwa istri juga turut andil dalam berlelah-lelah mencari nafkah, mengurus anak dan rumah, atau mereka bakal end-up di kolong jembatan jika hanya mengandalkan gaji suami.

Beberapa perempuan mungkin merasa dengan mengabdi pada suami mereka menjalankan fungsi sesuai kodrat. Mereka bilang mengurusi makan suami, menyiapkan pakaiannya, menyuguhkan teh sepulang kerja, adalah kenikmatan tersendiri. Penyerahan total. Well, then. Kalo di The Art of BDSM, yang bagian submissive juga gitu, kali. Masing-masing harus maenin peran dengan baik kalo mau dapetin orgasme aneh yang dihasilkan dari cara senggama yang nggak kalah aneh. Tapi entah kenapa laki-laki yang mereka abdi pun akhirnya meninggalkan mereka sendirian. Dan perempuan-perempuan luar biasa ini harus tegar demi anak-anak yang telah terlanjur lahir. Fuck!

Kemudian, menurut statistik temen gwa yang kerja di law firm, prosentasi terbesar penyebab perceraian adalah sexual unsatisfactory. Lelaki nggak puas terhadap service sang istri, itu yang paling banyak share-nya. Rank kedua ditempati gugatan istri karena si suami kepincut cewek laen--yang 'goyangannya' lebih yahud dan lubangnya lebih legit daripada yang ada di rumah. Dem. Beda-beda tipis ama ranking pertama.

Oke, mungkin semua hal di atas bener-bener tergantung sama karakter person per personnya. Tapi kalo sebagian besar pernikahan nggak berhasil atau kebobrokannya tertutupi karena bercerai adalah aib--lagi-lagi untuk perempuan--maka apa yang tersisa dari pernikahan kecuali domestic partnershit bagi pihak istri? Bahkan gwa ngeliat sendiri laki-laki dari pasangan amat-sangat feminis akhirnya nyuruh-nyuruh si istri untuk bikinin dia makan siang sementara dia sendiri asik nonton tivi. Apakah si istri lagi nganggur? Oh, tidak. Dia sedang sibuk menenangkan sang putri berusia lima bulan yang sedang rewel karena demam. Apakah si suami kecapekan sepulang kerja? Oh, tidak. Saat itu hari Minggu dan mereka berdua sedang libur.
SO WHERE'S YOUR FUCKIN' SENSE, DUDE?!

My point is this: Akan amat sangat sulit ketika janji dan penepatannya harus berjalan setiap hari, setiap detik. Tujuan, visi dan misi bersama yang berujung pada komitmen agung itu harus selalu di definisi ulang ketika keajaibannya memudar. Dan gwa, yang cenderung corrupt pada komitmen, nggak yakin bisa nepatinnya. Ini memang kelemahan utama gwa, nggak bisa dipegang sama siapapun. Bahkan Ibu-Babab gwa sendiri udah angkat tangan. Daripada gwa serong, mending nggak sama sekali. Kalo pun gwa icip-icip lelaki ampe mampus tanpa kawin, biar itu jadi dosa ternikmat gwa sendiri, tanpa mengikutkan anak atau suami. Kalo gwa terkucil dan terhukum secara sosial... emang gwa peduli?

... dan kamu pernah berhasil menakut-nakuti saya dengan berkata bahwa suatu hari nanti ada lelaki tidak biasa untuk perempuan yang bahkan kejadiannya pun tidak biasa seperti saya ini. Yeah, rite *berlalu*

To Bubun: Follow your heart aja deh hay! Xixi...

Note:
Umbah-umbah: cuci baju.
Masak, manak, macak: Masak, beranak, dandan. Tiga konsep dasar istri yang baik dan benar dalam masyarakat Jawa. Basa sononya: Great cook in the kitchen, notty slut on the bed, and noble princess in the living room. My ass!

Comments

  1. Anonymous7:18 AM

    kan emang musim nikah... yo jelas akeh sing nikah..

    kalo musim duren... berarti lagi akeh duda kereeen... :D

    ReplyDelete
  2. "masak, macak, manak ???"

    huahahahaha jare sopo nek dadi istri mesti kayak gitu ??? :D
    buktinya aku gak bisa masak, gak pernah macak dan belom manak :D Enjoy aja tuh :D

    /* istri yg gak bisa masak & macak dan emang males belajarnya hehehehe, kl manak ??? mauuu dunkkkk

    ReplyDelete
  3. Anonymous11:28 AM

    ha ha... menikah? karena saya "hanya" pengamat, jadi tidak bisa merasakan sebenarnya sebagai penikah.

    menikah itu baik kok, sama baiknya belum/tidak menikah :)

    ReplyDelete
  4. HOANJRIDD!!™ Gw nge-klik!!

    ReplyDelete
  5. c'mon, menurutku komitmen yang tegas sangat penting dalam pernikahan, tapi boleh donk sekali-kali kita saling memanjakan diri masing-masing biar ga spanneng :D

    ReplyDelete
  6. Maz Bebek:
    hey! kapan pulang njakarta?
    *hugs*
    *cuwek ama komennya*

    Omazil:
    pret

    Mbak Vink-Vink:
    jadi... berapa ronde tiap malem?
    *nyengirjail*

    Maz KW:
    dikaw ngomong la sama mulut-mulut nyinyir yang ga perna brenti ngomong itu depan mukaku...
    *sebal*

    OmBu:
    kamyu emang aneh. orang-orang ngomongin nikahnya, elu nge klik BDSM nya.
    *gelenggeleng*
    tuz gimana? dah apal? dah bisa? mo praktek?
    *main2in collar dan pecut*

    Maz Iway:
    Ya silahkan. yang udah kawin kan dikaw. bwek!

    ReplyDelete
  7. Necropolis City = kota mayat :)

    ReplyDelete
  8. Maz Bek:
    Anda benarrrrr!!! Seratussssss!!!
    *keplok-keplok*

    ReplyDelete

Post a Comment

Wanna lash The Bitch?

Popular posts from this blog

Another Fake Orgasm

Tentang "Dikocok-kocok" dan "Keluar di Dalem"

Story of Women