Dont Wanna Live My Life in Autopilot

Saya kangen merindu-dendam lelaki dimana tiap detik rasa dan pikiran saya hanya terisi dia untuk kemudian patah hati, berkali-kali (lalu cari lagi, berkali-kali juga). Saya kangen berhujan-hujan saat saya masih usia lima, hanya mengenakan singlet dan celana dalam dan demam setelahnya. Saya kangen memandangi pendar meriah petasan pada langit di atas taman hiburan ketika Babab ajak saya Sabtu malam, lalu mengantuk sepanjang arisan keluarga keesokannya. Saya kangen melihat sumringah senyum di wajah sahabat akibat kata-kata penguatan yang saya kutip sambil tergagap setelah mata bengkaknya (dan saya) menangis hampir 2 jam akibat pengakuan aborsi yang telah dia lakukan. Saya kangen dimaki kernet bis sepulang sekolah karena saya beri ongkos yang tersisa setengah demi komik Smurf yang saya idamkan. Saya kangen jatuh dari KRL karena terburu-buru lari keluar gerbong sebab bel masuk sekolah hampir berbunyi. Saya kangen nongkrong dan bernyanyi dengan kawan-kawan lelaki yang bergitaran di pos ronda depan kompleks meski Ibu lalu menjewer telinga saya hingga ke depan pagar karena terlalu lama absen dari rumah.

Terlalu banyak kenangan. Terlalu banyak nama tertinggal dalam jiwa. Beberapa terlupa, sebagian menancap dalam meski sempat menetes darah. Kapok? Tidak. Mungkin... lelah sedikit. Tapi tetap menyenangkan. Dan, anehnya, semakin menyakitkan kenangan tersebut, makin menyenangkan untuk diingat. Saya khawatir jadi masokis.

Mungkin hidup baru sebentar. Mungkin nanti akan terlintas niat untuk tetap bernafas dan ngotot mendetakkan jantung serta menjalankan otak untuk seribu tahun ke depan. Siapa tau? Ya, saya terlalu jatuh cinta dengan dunia dan segala isinya. Apalagi beberapa obrolan dengan manusia setengah setan telah membuat saya (agak) gamang, meski sedikit.

"Kamu yakin bercita-cita mati muda? Terlalu banyak orang ingin dan telah mati muda. Nanti kamu hanya akan jadi statistik sahaja. Apa bukan karena kamu terlalu bosan dengan rutinitas dan kebangsatan yang kamu hadapi maka kamu perlu pengalih yang mengguncang kewarasan manusia normal? Ah, kamu, perempuan yang dulu berambut hijau... Sebutkan keinginanmu dan raihlah! Jangan dulu bercita-cita mati! Siapa tau dunia ini hanya representasi sebuah rahim besar dimana ketika nyawa nglungsungi dari tubuh, kamu hanya akan jadi jiwa tanpanama yang menunggu jadwal kelahiran kembali yang entah kapan, dalam sel ukuran dua kali tiga meter, berteman lampu temaram 5 watt dan suara sunyi. Lebih membosankan dari ketika kamu hidup, bukan? Kamu nggak tau seperti apa setelah ajal menjemput. Perhaps it will be some kind of looping ad infinitum, pengulangan terus-menerus tanpa henti. Think about it!"

Hell, yeah! I'm thinking about it fuckin' a lot! So godamn a lot I've got slow-burning coal in my head and it won't come off. I just want to realize about times that passed me by. I want to be aware about what I've been through and it won't be done without knowing that my time is about to end. Mungkin seperti yang pernah dibilang Om Babi juragan distro Linux, bahwa jika waktunya telah datang, jika Dia berkehendak, berkedip dan membetulkan letak dasi pun kita tak sempat.

Come what may. Pun jika usia tiga puluh lewat nanti saya masih hidup, mudah-mudahan saya tidak mati di dalam.

(Lagi-lagi adzan subuh berkumandang sebagai background Om Bono berlagu Staring At the Sun. Teriring cinta untuk matahari yang belum lagi tinggi dan malam yang kalah terpuruk di cakrawala, saya mencoba menjemput lelap nan tak kunjung datang...)


Inspired by Click and dedicated to those in their 30s who still alive and kicking.

Comments

  1. Anonymous12:34 PM

    dadi kranjingan nulis :(

    ReplyDelete
  2. Haha! Terimakasih dibilang keranjingan. FYI, saya menulis waktu kepala saya sedang penat.
    (=

    ReplyDelete
  3. Anonymous2:04 PM

    walah cita2 kog mati muda, gak pareng ndhuk...

    ReplyDelete
  4. MET ULTAH!!

    (eh, ini posting ultah ke-30 bukan?)

    ReplyDelete
  5. Mbak Kenny:
    Waduh.. there's nothing gak pareng untukku, mbak...
    (=

    OmBu:
    Bwek!!!

    ReplyDelete
  6. kok njaluk mati muda? emang "di sana" ada apa Pit? /*kl dah "di sana" kabar2i yha...

    ReplyDelete
  7. Mbak Pink-Pink:
    Nggak tau je mbak. Bosen aja nunggunya.

    ReplyDelete

Post a Comment

Wanna lash The Bitch?

Popular posts from this blog

Another Fake Orgasm

Tentang "Dikocok-kocok" dan "Keluar di Dalem"

Story of Women