Posts

Showing posts from November, 2007

A Night To Remember

"Permisi..." ujar kami serempak. "Silahkan... Besok-besok pake tiket ya," jawab salah satu diantara orang yang berdiri di pinggir jalan. Lepas tengah malam. Lewat beberapa menit dari pukul dua dan kami merasa tanggapannya lucu sekali, dilontarkan dari mulut seorang lelaki paruh baya dengan gaya kemayu. Hidung dan bibirnya mirip Haji Jeje , berdiri diantara perempuan bermata sipit dengan celana superpendek, paras ditutup bedak tebal-tebal, mengenakan singlet atau tanktop minimalis (dan belahan dada dimana-mana), serta rambut panjang terurai--rata-rata berwarna coklat terang. Ada beberapa yang duduk di atas motor, lengkap dengan helm dan jaket. Di sepanjang jalan itu mereka berjejer. Di pinggir jalan sebelumnya berderet lapak penjual Cialis, Viagra, Kondom Lele dan macam-macam barang seperti itu. Nggak ketinggalan bokep-bokep masa kini. Benar-benar one-stop market untuk urusan pinggang ke bawah. Saya dan si Beyond Pervert melenggang santai menikmati suasana: bagian

Mengoceh

Oke. Kamu orang ketiga yang tau saya sedang merah hampir marun . Lagi. Memang kenapa? Apa salah? Saya normal, manusia, punya emosi, punya hati. Tapi saya juga masih belum yakin apa ini namanya. Karena yang saya punya cuma sayang, bukan nafsu. Ya, ya. Mungkin saya frigid. Mungkin saya angkuh dan bikin benteng tinggi-tinggi dengan menahan nafsu supaya nggak bobol. Mungkin ini pelarian atau pencarian atas sesuatu yang pernah hilang dulu. Tapi saya masih the same old shithead you always know. Saya juga nggak mak bedunduk macak cewek banget, manjangin rambut, ikut diet mati-matian biar berat badan susut atau berubah dari jins belel dan kaos butut ke rok pensil dan blus V-neck. Kalopun saya nantinya berambut hijau, merah atau biru--nggak tau yang mana, saya belum putuskan--itu murni pengen nostalgila karena Si Pervert itu ke Jakarta. Lagian, dengan kulit selegam ini, punya kepala warna-warni malah bikin saya mirip alien nyasar. Bukan tambah bagus! Udah lah. Biarkan saya dengan perasaan ini

Feel Bored?

Disini saya. Setengah dua dinihari, bengong di depan layar komputer berteman susu-madu dan sigaret. Rabi pemusik itu menyumbat telinga saya kencang-kencang. Seorang sahabat baru saja curhat terpaksa karena merasa jenuh akan rutinitas. 'Saya merasa seperti robot,' katanya. Buat saya, manusia adalah mahluk paradoks yang fleksibel jadi apapun di saat apapun. Mungkin menjadi robot memang perlu, jika pekerjaan yang menghasilkan uang untuk kebutuhannya sehari-hari memang mengharuskannya untuk itu. Berkumpul, bergabung di tengah keramaian, menjaga hubungan baik dengan manusia lain juga penting. Tapi perlu juga waktu sendirian, untuk berpikir maupun hanya menikmatinya. Dan saya sering juga merasa asyik jadi soliter di tengah hiruk-pikuk suara tawa. Nggak ada salahnya. Nggak ada keharusan yang mewajibkan seseorang untuk ikut orang lain. Ketika kebosanan menyerang hanya satu yang membuat saya 'hidup' lagi: melakukan hal spontan. Jujur, empat kali saya mengutil di supermarket wak

Weekend Geblek

Sabtu: Pulang nongkrong jam 6 pagi hanya karena kesalahan bego. Spent 3 jam di warnet karena kekuncian, padahal ada janji ama mandor pabrik topeng mau berangkat pagi. Ternyata baru bangun jam 12 siang setelah tidur dari jam 8. Panik, batere ponsel tinggal 1 bar sementara 'kemana'nya pun gwa ga tau, padahal itu semacem tugas negara. Karena males melakukan kenyasaran bodoh dan lemes akibat akumulasi capek, tidur lagi dwonk! Dan, tentu saja, sambil charge batre yang harus dilepas dulu dari rumahnya itu. Damn. I need new ones. Bangun jam 4 (ya, saya senang kalo weekend bisa tidur ngebo), bales-bales SMS yang nggak berenti-berenti dateng. Jam 7 ada 'cry for help'. Baru bisa makan akhirnya jam 9-an. Berangkat nginep ke tempat seseorang sejam setengah sesudahnya. Nonton pelem geblek , ngerokok-ngerokok di luar, baru ngantuk jam setengah lima. Another damn. Minggu: Bangun kepaksa jam 6, loading, sit on the throne dan mandi sesudahnya. Pergi ke Bandung sebagai anggota seksi h

Whisper

Ssssttt... Sini. Let me ask you something. Jika saya nyaman jadi platonis, could you stop choosing me the thing you thought I deserve better? For once in my life, I want to leave. Not be left. Capiche?

What A Grown-Up Thinks

Me : Hey. Got a sec? I need a grown-up's opinion Him : S'up? Me : Jez wanna know... Is it possible for a woman 2 luv more than a man? Him : Not only a woman, beib. Even for a man, there's always possibility 2 luv more than 1 woman, or even anotha man Me : :D Him : It's commitment dat counts. If u're committed to one person, I think it'll be no problemo 2 luv thousands of wo/men as long as u stick 2 the one whom u committed to Him : So... who are those cursed bastards u in luv w/? :)) Me : None :D I'm jez curious Him : U've gotta be kiddin'! There's no way u're asking me this unless u've got sumthin' in dat lil empty brain of urs Me : Haha! Yeah rite. As always, I've got a crush w/ diz wrong, unlucky bastard. Gotta channel my feelin' out or I've got all used up. I need anotha object of my affection Him : Do I know dat punk? Me : P'haps. Won't tell :P N HE'S NOT PUNK! He's nice Him : Damn. Him : D'ya luv

Sumpah Pemuda Effect

Young man control in your hand Slam your fist on the table And make your demand Take a stand Fan a fire for the flame of the youth Got the freedom to choose You better make the right move Youth is the engine of the world - YOUTH by Matisyahu , a Jewish Rabbi, a beatboxer, and a peace lover as well Eyang Pram juga menganggap anak muda adalah benih bangsa yang mampu membawa perubahan karena kaum tuanya mungkin sudah rematik termakan usia dan otaknya lelah berpikir. Masa muda adalah puncak, saat dimana manusia menjadi 'immortal', merasa mampu menggenggam dunia dan melambungkannya dari tangan kiri ke tangan kanan. When each and every youngsters is alpha fe/male ketika daging masih liat dan produksi kelenjar minyak di bawah kulit masih berlebihan. Sudah. Cukup. Saya nggak mau lagi bermelankoli dengan hidup yang sebentar, merasa heroik karena jadi tempat sampah dan menyampahi waktu dan telinga sahabat-sahabat terkasih, jadi kerak dunia karena hanya sanggup nyonthong tanpa bisa berb

Woro-woro

Gak usah pada protes kalo nggak bisa ngerusuh disini. Lagi ander kenstraksyen secara bebas. Saya belum sempet acak-acak tapi kadung jatuh cinta sama gambarnyah. Mau misuh personal? Sok kirim pisuhan kalian ke pitopoenya@gmail.com. Powas?! Powas?!

Quoted from a Conversation in a Bus

(+) "In MY movie, heroes die. When they were alive, they live miserably, underpaid, overworked, trying to live double identities as a hero and a pathetically, invisible, low-incomed person in altogether. What do you expect from a live like that when you don't even have the ability to control what's your birthright of life?" (-) "Jadi itu alasan lo menolak punya hero?" (+) "Ya. Gwa cuma pengen punya temen baik. Buat gwa, temen yang baik itu yang ngasih tau jalan alternatif ketika yang gwa liat cuma lempeng ga belok-belok. Tapi ya udah. Ngasih tau aja. Terserah gwa mau ambil jalan alternatif itu atau nggak. Jangan maksa." (-) "Terus kalo lo akhirnya jatoh gimana? Dia kan pengennya lo nggak jatoh." (+) "Nah, temen yang baik itu selalu nerima gwa untuk balik lagi membawa kekalahan yang gwa bikin sendiri. Oke, dia ngasih tau jalan begini, begini, dan begini. Tapi dia memasrahkan semua keputusan ke gwa, mo dipilih apa nggak. Dan menghargai

(Dini) Hari Biru Sedunia

Her : Hi Nduk! *hugs* Me : Halow, Mbak! Long time no see... Where have you been?! *double hugs* Her : My fav online sistha as always... *winks* Her : Well, I've been around lately. Wuzup? Doing OK? Me : So-so. Still happy w/ my jojoba-ing and hardly social life in any kind *giggles then sobs* How boutcha? Her : So-so juga. Masih biru-biru ni. Damn! Me : Owalah... Again?! It's been like... almost three years! How come? Her : Dunno. I just miss him so much *sighs* Me : Aw, c'mon! Dontcha dare gimme dat crap! It's been more than two godamn years and you move far away 2 the end of the fuckin' world and you still feel blue?! Go get another dildo with ears for yourself and all things will be just fine Her : Can't do, Kiddo. He was more than meets the eyes. And those invisibles are the ones I seek and couldn't find in any soul. Entirely. You think that I'd never find another? I've tried some bouncer, ya know. But nobody as open and humble as he was Me

Dia yang Hidup dengan Cinta

Jumat malam kemarin adalah kali pertama saya nongkrongin Cak Nun dan Kenduri Cintanya dengan sungguh-sungguh. Minuman yang menemani waktu itu hanya kopi hitam dari bakul yang nenteng-nenteng termos, bukan dari Si Gondrong. Biasanya tiap Kenduri, saya nggak sengaja ada di luar panggung, di balik tembok, di luar pagar, berteman se-pitcher sari buah ber-khamr dan berteman Bala Kurawa yang baik-baik dan cihuy. Kali ini saya niat, madep-mantep, mau dengerin Cak Nun dengan 'bersih'. Malam itu suaminya Mbak Via ini tampil dalam formasi lumayan lengkap. Bareng Kyai Kanjeng, Ibu Tirinya Sabrang, dan Anak Tirinya Mbak Via. Dalam lagu dan canda, mereka menanggapi Indonesia dan segala rupa-rupanya. Baginya, yang baru dan lama, angkatan tua dan generasi muda, old and new, harus sinergis dalam tubuh sebuah bangsa. Biar imbang, dia bilang. Seharusnya juga para muda-muda itu 'ngeh' akan akar, akan asal, akan budaya, supaya tau bagaimana 'menjadi' secara kaffah (meskipun Cak Nun

Impulsive

"Lagu lu nggak enak," ujar mbak-mbak berjilbab lebar waktu saya balik ke 'kotak penyiksaan' sehabis eek di kamar mandi. Saya kaget. Bisa-bisanya Om Satriani (yang bapaknya Cimahi dan ibunya Amrik itu) dicibir sebegitu rupa! Dengan nada tinggi dan sengit saya sentak dia. "Biarin!" Nggak, bukan. Saya nggak benci karena dia nggak suka Om Botak. Saya cuma nggak suka dengan sikapnya yang ngenyek terhadap apa yang saya pilih di playlist. Toh kita nggak sebilik. Saya juga ke tempatnya cuma tandatangan kuitansi upah thok thil. Why bother, Sucker?! Buat saya, preferensi siapapun terhadap musik, pakaian dan makanan adalah sama seperti orang memilih ideologi dan bahkan agama tertentu: sangat personal. Masing-masing punya alasan sendiri, dan saya nggak pernah urusan sama apapun yang mereka suka. Gumunan, pernah. Karena saya sering menganggap 'kupingmu kupingku juga' buat beberapa teman yang punya kecenderungan musik yang sama dan heran waktu dia 'murtad'

Belajar Ikhlas

Ada yang bisa bantu?

Laporan PB 2007 (?)

Image
Pesta Blogger 2007? Kalo saya ikut laporan, cuma bakal nambah-nambahin kerjaan mesin carinya Mbah Google. Saya cuma mau terima kasih sama panitia dan sponsor dan pak menteri entah-siapa-namanya yang menetapkan tanggal 27 Oktober sebagai Hari Blogger Nasional. Tapi plis deh, Pak. Dengan tidak mengurangi rasa hormat, ya mbok ditangguhkan aja itu kompetisi jingle blog-nya. Yang ada aja nggak keurus , mau nambah satu lagi?! Omaigoat! Speaking about goat... Berkat Pesta Blogger ini juga programnya Mas Ipul bisa sukses. Dari Jumat malem pasca Muktamar -nya Kyai Jemambul sampe Sabtu sore bubaran acara nya Ndoro Bedhes (jare Pakdhe Mbilung lhooo... saya cuma manut yang lebih sepuh), kru Bangsari Attack yang 'siap tempur' bawa-bawa kaos dan uba rampe -nya berhasil malak sampe 7.5 juta rupiah. Edan to! Sementara itu, gerombolan gajah yang nggak suka ngomongin gajah berhasil juga gerilya sebar-sebar OpenSUSE tepat di depan hidung Mikroskop! Krunya juga edan, pake kaos putih sablonan

Tentang Sendirian

Di film Komo (Koboy Homo), ada adegan muntahnya salah satu lelaki ketika pasangannya beranjak pergi. Keliatannya dia jijik akibat perbuatan mereka. Beberapa lama sesudahnya baru terungkap bahwa tindakan muntah itu adalah reaksi tubuh atas kesepian menghebat meski baru ditinggal beberapa langkah. Damn... Salah satu sahabat saya sempat harus mengenakan cincin perak di ibu jari kanan sejak hari pertama dia ditinggal pergi perempuannya hingga dua tahun berselang. Dia bilang, waktu si mbak balik kanan dan dia merasa sendiri, tepat di jempol situ dia sakit tiap hari dan hanya bisa ditahan dengan tekanan logam putih yang sedikit kesempitan... serta 3 batang ganja on daily basis . Saya kagum dengan orang-orang seperti itu. Bahkan tubuh mereka pun ekspresif mengungkap rasa kehilangan dan perih yang mendera. Saya? Rasanya nggak pernah seromantis dan seheroik itu. Paling cuma ketawa getir dan teriak "Jancuk!" tepat di muka orang yang bikin saya pedih. Atau mungkin saya sudah kebal sama