Tentang Belajar
Ini lagi gila, lagi punya ide bikin sesuatu yang beda. Pokoknya... Gitu deh. Haha!
Teori relativitas dan hukum kekekalan energi mengejewantah pada diri perempuan yang kukenal tiga tahun lalu. Duapuluhempat jam waktu hidup tiap hari ia padati dengan memberi les piano pada anak tuna netra di akhir pekan, membaca ensiklopedia, menyiram kembang, dan rutin berangkat ke kantor.
Tubuh lencir itu padat amunisi layaknya selongsong peluru. Padanya, energi tidak hanya kekal namun berpangkat dua. Membuat takjubku tak pernah sirna, pukul berapapun kutemukan raut riangnya. Wajah bulat berbingkai ikal rambut dengan buntut kuda poni yang selalu bergoyang, seiring kepala menoleh menebar lengkung indah dari bibir dan cahaya mata. Membuat siapapun ingin berdekat-dekat, ingin memandangnya lagi. Aku diantaranya.
Bermula dari sepasang sandal jepit hijau dikakinya dengan sisi bergambar burung layang-layang. Sandal yang nyaring bernyanyi diantara rinai high heels dan business shoes kulit berkerumun dalam lift, suatu pagi di sebuah gedung perkantoran Sudirman. Kesederhanaan tungkai terbalut kargo tiga per empat menggoda kepalaku mendongak. Kudapati ia berparas sejambon gulali kapas di pasar malam pinggir Jakarta. Manis dan lembut.
Mau tau lanjutannya? Sila klik disini. Wek.
Elegi Sebuah Nama
Teori relativitas dan hukum kekekalan energi mengejewantah pada diri perempuan yang kukenal tiga tahun lalu. Duapuluhempat jam waktu hidup tiap hari ia padati dengan memberi les piano pada anak tuna netra di akhir pekan, membaca ensiklopedia, menyiram kembang, dan rutin berangkat ke kantor.
Tubuh lencir itu padat amunisi layaknya selongsong peluru. Padanya, energi tidak hanya kekal namun berpangkat dua. Membuat takjubku tak pernah sirna, pukul berapapun kutemukan raut riangnya. Wajah bulat berbingkai ikal rambut dengan buntut kuda poni yang selalu bergoyang, seiring kepala menoleh menebar lengkung indah dari bibir dan cahaya mata. Membuat siapapun ingin berdekat-dekat, ingin memandangnya lagi. Aku diantaranya.
Bermula dari sepasang sandal jepit hijau dikakinya dengan sisi bergambar burung layang-layang. Sandal yang nyaring bernyanyi diantara rinai high heels dan business shoes kulit berkerumun dalam lift, suatu pagi di sebuah gedung perkantoran Sudirman. Kesederhanaan tungkai terbalut kargo tiga per empat menggoda kepalaku mendongak. Kudapati ia berparas sejambon gulali kapas di pasar malam pinggir Jakarta. Manis dan lembut.
Mau tau lanjutannya? Sila klik disini. Wek.
Comments
Post a Comment
Wanna lash The Bitch?