Posts

Showing posts from May, 2009

To My Dear Departed...

Image
I woke in my pyjamas, few minutes after midnight tonight. I cursed the hot stuffy air, empty boxes of cigarettes, my menstrual cramp, and him. One bastard who still lingered in my mind. Freely, absentmindedly. Only God knows how I wanted to shake him up and fished the answers from his mouth, from his mind, from his heart. The answers I desperately seek for the past few months, fruitlessly. Yes, I bore this wrath, the fury that soon will be unleashed, demolishing everything in its path like a wounded beast with red eyes and blurry sight. I wanted revenge. I wanted blood. Him or mine. This insatiable thirst was first took its shape after one quick, full-contact combat between an angel and a demon within me. No one lost, as nothing was won. They both went to their corners with head hung low, shoulders down, and eyes casted on the ground, counting the steps as a red herring from their bleeding injuries. I watched them with anguish that I did not know why. Perhaps—just a little maybe that s...

Bleeding

Image
DISCLAIMER : Ini bukan cerita saya. Suatu malam ada seorang teman yang mengirimkan resahnya dalam bentuk seperti ini melalui email. Saya cuma permak dikit, biar dramatis aja. Nggak percuma punya guru nulis menye-menye. Huahaha! “Gue nggak ngerti apa yang ada di otaknya. Is she trying to get herself killed in the office ?” Aku hanya diam di hadapan perempuan yang mengobarkan api dari mata dan batin terluka, mencoba menikmati rokok bungkus kedua kurang dari dua puluh empat jam ini. Alunan lembut musik jazz pada sound system tidak mampu meredakan amarahnya. Di sini, di kafe tempat biasa kami menghabiskan malam, ia meledak. Temaram ruangan seperti tidak berarti bagi nyala amarahnya. Ia kecewa, tidak berdaya terhadap rekan sekantor yang positif leukemia selama sepuluh tahun terakhir. Mereka berkarib sejak pertama kali si sakit namun cantik itu menjejakkan kaki di tempat mereka bekerja menjual jasa. Pertemanan aneh, karena mereka sungguh berbeda dalam semua hal. Si Cantik dan rekan sepen...

Untitled, Anyone?

Image
Belum ada satu menit ponsel menggeletak di sebelah Pektay ketika dia kembali bergetar. Ada pesan pendek masuk. Darinya yang mengisi satu jam lepas tengah malam saya dengan SMS kerjaan dan cinta. Di penghujung kata, saya tersenyum pada layar ponsel butut murahan dalam genggaman. “Nitey nite, Pit. Luv ya! :-*” Dan saya balas dengan: “It’s already morning, Hun. Luv you more! Mwah!” Ah. Cinta. Manis sangat. Berbanding terbalik dengan penjabaran Al Ghazali perihal sebentuk rasa yang pertama membakar kemudian membunuh. Sudah beberapa hari ini waktu saya dibanjiri celoteh orang-orang kasmaran dan kehilangan. Saya merasa petuah Coelho sedang bekerja dalam keajaibannya dan melingkupi semesta saya, ketika saya mencari jawaban dan seluruh aspek jagad raya membantu menemukannya. Tidak berlebihan, karena saya berkali-kali mengalami hal semacam ini.    Salahkan saya dan siklus pematangan sel telur sebelum kembali meluruh. Karenanya saya luarbiasa peka beberapa hari dalam sebulan hingga h...

Yet Another Thought

"Why you said you love me?" asked I. "Because you could do things I couldn't," said he. And I wonder was it because I could operate a Mac of my own instead of him only his Windows? Hmmm... [ kita berangkat dengan rima dan kopi secawan, berkawan bentangan kalam yang menantang awan. mind that! ]

Kawin, Anyone?

Saya pernah mengenal penulis melalui jejaring laknat bernama internet (yang tanpanya saya tidak bisa hidup sehari saja. Argh!). Dia cowok, (terlihat) ganteng (di foto), mengaku berprofesi EO, dan ‘baik-baik’. Maksudnya, dia sempat cerita sudah punya pacar dan tidak mencoba ‘menjaring’ saya. Itu adalah salah satu ciri-ciri tipe cowok baik dan sangat tidak menarik menurut saya. Well, karena obrolannya basi, tulisannya garing, dan saya cepat bosan, saya sering membiarkan jendela YM darinya berkedip tanpa saya respon. Atau langsung saya tutup tanpa melihat isinya. Suatu kali dia meninggalkan offline message tentang poligami, karena dia mengaku sedang riset kecil-kecilan. Entah kenapa yang ini terbaca oleh saya. Hmmm… Menarik. Tapi, lagi-lagi karena kebasiannya, saya juga jawab sebasinya. Iya, ini nggak typo. Taglinenya adalah basi. Jujur saja, saya setuju poligami dengan saya sebagai istri muda. Setidaknya saya akan punya mitra dalam mengurus seorang bayi besar bernama laki-laki, terlepas ...

About Judgement

Image
Malam ini Kang Ucok kembali menyalak galak, melagukan heroisme David melawan Goliath dalam ‘Tantang Tirani’. Lagu ini biasa saya dengarkan jika sedang patah hati, sekedar pengingat bahwa ada banyak hal yang lebih berarti dan lebih penting untuk dilakukan ketimbang meratapi nasib dan merekatkan kembali kepingan jiwa satu-satu. Sungguh, saya nggak lagi patah hati atau apapun lah itu sebutannya. Saya hanya sedang berpikir bodoh tentang betapa penilaian menjadi tak ubahnya tiran yang menindas benak, mengkotakkannya ke dalam satu kardus khusus, ditutup, lalu dilakban berkali-kali. Penilaian, prasangka, justifikasi, pembenaran, membutakan semua indera-indera manusia. Hanya gelap pemikirannya sendiri yang dapat dia lihat. Tanpa celah sedikitpun untuk dapat melirik keluar kotak. Apalagi melenting tinggi melebihi kardus dan melihat semua seperti seekor elang memandang hijau dan indah daratan dari kumpulan mega-mega. Sedari kecil saya hidup melawan telunjuk-telunjuk yang mengarah ke jidat. Akiba...

Hihihi... *giggles*

Terbangun pukul setengah dua dinihari setelah tepar dari jam sepuluh memang bikin kesal. Enam puluh menit kemudian saya bertambah kesal karena usaha untuk kembali merem seperti mandul. Akhirnya saya bangun, menyalakan lampu, dan buka lemari. Aha! Pringles gede Original flavor! Just what I need in times like these! Saya pun merobek tutup aluminium foil paling atas dan mengunyah lembaran-lembaran kentang renyah setipis kertas dengan nikmat. Hail Pringles! Seperti yang biasa terjadi setiap saya ngemil makanan jahanam itu (karena mahal dan jarang saya beli) adalah: Lupa berenti. Bener, kan. Tau-tau abis setengah kaleng. Anjrit! Nggak, saya bukannya takut hasil kalkulasi karbohidrat didalamnya akan menambah tumpukan lemak sekitar paha dan pinggang. Itu saya nggak peduli. Mau digimanain juga udah default. Saya cuma sebel jika beberapa hari kedepan nanti saya iseng kebangun tengah malam dan keabisan rokok, saya cuma bisa nginyem nggak ada yang dikunyah. Iya, saya tau. Masih ada sendal. But, t...

Once Upon An After-midnight

Ada dua perempuan merokok di beranda pada pagi pukul tiga. Yang satu gamang memegang sloki berisi Tequila dingin, sementara satunya khusu’ menyesap kopi pahit-panas-kental seperti shaman perempuan menghirup darah perawan persembahan. Saat itu dia memutuskan untuk tidak ikut mabuk agar bisa berpikir dan berbagi kejernihan hati mendengar kejujuran jiwa mabuk dihadapannya. “Kamu tahu, Nduk? Ada yang aneh pada lelaki-lelaki beristri. Mereka selalu lebih menarik meskipun secara penampilan jauh lebih payah dari brondong-brondong ganteng yang nggak kalah pinter. Kenapa ya?” tanya Si Pemabuk. “Mungkin karena mereka milik wanita-wanita jalang.” Alisnya bertaut, mencerna kata-kata dalam benak setengah hilang. “Gini lho, Mbak. Maksudku, kadang sesuatu yang tidak mungkin teraih akan membuat dia jadi megah dan agung. Dan lebih menantang. Itu yang membuat lelaki beristri selalu terlihat lebih keren. Karena status mereka membuat satu benteng default: tidak tersentuh. Yah… setidaknya begitulah menurut...

Luka dan Lupa

Pukul satu dan saya 'sembahyang' bersama Koil . Salah satu grup ben Indonesia yang saya dengar dengan takzim. Liriknya dahsyat. Musiknya gila. Drummernya gede (hihi... Sori, Kang Leon! Abdi teh jujur pisan!). Silahkan sing-along bila suka (= Aku Lupa Aku Luka mengatasi keputusasaan menyakiti diriku sendiri aku memacu seluruh waktu memburu jantungmu dan semua yang kujalani dan harapkan ternyata membuat kecewa pil pahit kegelapan akan mematikan rasa jiwa raga luka luka luka luka aku lupa luka luka luka luka menangis meratapi kebodohan memahami dan tinggalkan mimpi aku melantunkan lagu pedih menutup hatiku dan semua yang kuberikan dan serahkan dan pinjamkan takkan kuminta sebening kehampaan doa menghambarkan luka Ini dzikir saya saat perlu kontemplasi. Saya nggak aneh. Seluruh dunia yang menyebut saya aneh, itu yang aneh!!!

Ketika Pena Terlalu Cepat Terbakar

Image
Karena cinta hanya akan berlabuh setelah melewati sederetan birokrasi ideologi berwarna merah, hijau, hitam, kuning dan biru, merah, putih, dan biru, dan merah, dan putih Jangan izinkan aku untuk mati terlalu dini, wahai zahraku, mentariku Jangan sedetikpun izinkan aku berhenti menziarahi setiap makam tanpa pedang-pedang kalam terhunus Lelap tertidur tanpa satu mata membuka Tanpa pagi berhenti mensponsori keheningan berbisa Tanpa di lengan kanan-kiriku adalah matahari dan rembulan Bintang dan sabit Palu dan arit Bumi dan langit Lautan dan parit Dan sayap dan rakit Hingga seluruh paruku sesak merakit setiap pasak-pasak kemungkinan terbesar Memperbesar setiap kemungkinan pada ruang ketidakmungkinan Sehingga setiap orang yang kami temui Tak menemukan lagi satupun sudut kemungkinan Untuk berkata 'TIDAK MUNGKIN' Tanpa darah mereka mengering sebelum mata pena berkarat Dan menolak kembali terisi Matahari tak mungkin lagi mengebiri pagi untuk mengkhianati [Barisan Nisan yang menemani s...

Tentang Belajar

Ini lagi gila, lagi punya ide bikin sesuatu yang beda. Pokoknya... Gitu deh. Haha! Elegi Sebuah Nama Teori relativitas dan hukum kekekalan energi mengejewantah pada diri perempuan yang kukenal tiga tahun lalu. Duapuluhempat jam waktu hidup tiap hari ia padati dengan memberi les piano pada anak tuna netra di akhir pekan, membaca ensiklopedia, menyiram kembang, dan rutin berangkat ke kantor. Tubuh lencir itu padat amunisi layaknya selongsong peluru. Padanya, energi tidak hanya kekal namun berpangkat dua. Membuat takjubku tak pernah sirna, pukul berapapun kutemukan raut riangnya. Wajah bulat berbingkai ikal rambut dengan buntut kuda poni yang selalu bergoyang, seiring kepala menoleh menebar lengkung indah dari bibir dan cahaya mata. Membuat siapapun ingin berdekat-dekat, ingin memandangnya lagi. Aku diantaranya. Bermula dari sepasang sandal jepit hijau dikakinya dengan sisi bergambar burung layang-layang. Sandal yang nyaring bernyanyi diantara rinai high heels dan business shoes kulit b...

Say What?

Image
… karena tidak ada seorangpun mau membangun dunia untukku, maka kutatah batu bintang menjadi relung penghias dinding kamar agar ketika malam datang dia masih bisa mendongeng tentang penciptaan matahari dan Bima Sakti dan bagaimana lelucon semesta ini bermula… [ About Me yang saya pasang di sini ]

I Listen to...

Image
And even when you've paid enough, been pulled apart or been held up With every single memory of the good or bad faces of luck don't lose any sleep tonight I'm sure everything will end up alright You may win or lose But to be yourself is all that you can do Audioslave - Be Yourself Emang mau jadi siapa lagi kalo bukan jadi diri sendiri? Yet, sorry. I'm an insomniac by default and there's nothing you can say or do to soothe me that everything will be alright when the sun rises in the morning. I know. My demon doesn't. My angel? He never cares. Picture taken from one of my wallpaper collection. Hail Google!

Semacam Manifesto

... yet another carpe diem... Hidup bermula sejak pertanyaan pertama terlontar dari mulut seorang manusia, karena saya memaknai hidup sebagai pembelajaran tanpa henti, pencarian jawab atas pertanyaan yang akan kembali menimbulkan tanya, pembuatan tesis-anti tesis-tesis baru tak berujung, chaos and order ad infinitum, hingga tiba tengkorak berhenti berfungsi sebagai penampung otak ketika Pemilik mengambil apa yang menjadi hak. Kematian hanya perjalanan panjang lain menuju entah, seperti Baggins tua melayari kapal Elf subtil nan megah. Hanya saja kita tidak tinggal di dunia dongeng Tolkien. Tak ada kapal, tak ada Hobbit, tak ada Elf. Hanya... Kehampaan. Bagi mereka yang ditinggalkan. Terang terdapat dalam gelap. Mereka tercipta layaknya saudara kembar, demi keseimbangan, agar retina mata semua mahluk hidup di alam raya dapat bekerja dengan maksimal, menyempit dan melebar sesuai dengan kondisi cahaya. Saya mencari terang dalam gelap yang saya selami. Dan tidak semua gelap adalah jahat, se...

Ugh!

Image
In a darkened room Beyond the reach of God's faith Lies the wounded The shattered remains of love betrayed And the innocence of a child is bought and sold In the name of the damned The rage of the angels left silent and cold Forgive me please for I know not what I do How can I keep inside the hurt I know is true Tell me when the kiss of love becomes a lie That bears the scar of sin too deep To hide behind this fear of running unto you Please let there be light In a darkened room All the precious times have been put to rest again And the smile of the dawn Brings tainted lust singing my requiem Can I face the day when I'm tortured in my trust And watch it crystallize While my salvation crumples to dust Why can't I steer the ship before it hits the storm I've fallen to the sea but still I swim for shore Tell me when the kiss of love becomes a lie That bears the scar of sin too deep To hide behind this fear of running unto you Please let there be light In a darkened room [ ...

Membodoh

Dari balik kaca, saya melihat lelaki kurus dengan rambut kribo itu tersenyum sambil melepas helem separuh wajah. Jumper merah yang ia kenakan kontras dengan mendung menggantung selepas hujan sore hari. Saya melambai, mengabaikan buku terbuka di hadapan saya. Ruangan tempat saya duduk kedap dari bising di luar. Entah apa yang membuat saya menoleh tepat ketika motornya sedang parkir. Mungkin energi positifnya, mungkin intuisi. Kami 'kencan' di sini untuk kedua kali, persinggahan yang akan mengantarkan saya menemui berpasang mata polos namun jalang ditempa terik surya dan timbal buangan kendaraan. Menyambung hidup yang cuma sekali melalui suara dan gitar butut di bis-bis kota tanpa melupakan masa indah menuju dewasa. Awalnya adalah perjumpaan saya dengan cowok gondrong ganteng, Papanya Novi . Ada yang meminta saya menemuinya karena tenggat membuatnya tak bisa kemana-mana. Kebetulan lain mempertemukan saya dan Papanya Novi di Jogja (dan berakhir tepar foursome di kamar salah satu ...

Tentang Teman

Tepat satu jam dua puluh satu detik kami saling bertukar suara. Menemaninya misuh akibat rate ping reply mencapai 6,000 (padahal ini cuma lokal lho Pit!); mendengarnya bicara pada rekan kerja; dan terakhir, meresapi ucapan tulus seorang sahabat ketika dia buang hajat. Semua dia lakukan dengan headset menempel di telinga, mendengar makian dan helaan napas panjang saya yang merentang antara Jakarta-Semarang. Saya lupa kapan terakhir bertemu dengannya. Namun saya masih ingat keluhannya karena saya lebih sering ngurusi tenggat ketimbang minggat ke kantornya, tempat saya kerap begadang hingga pagi. Ngumpul bersama begundal-begundal Malang dan tenggelam dalam diskusi tentang pacar-pacar mereka: server dan mainframe kelas enterprise yang lebih besar dari lemari jati. Saya pernah menarik diri, memintanya untuk tidak bertanya-tanya tentang satu hal. Suatu hari nanti akan saya kabarkan padamu tentang apa yang sedang saya alami sekarang. Saya sedang ingin sendiri, ujar saya. Jawabannya: Nggak usa...

Tentang Rindu

Rindu itu seperti anjing bodoh di taman yang mengejar ekornya sendiri ketika tuannya tidak melemparkan kayu maupun bola sebab lebih tertarik pada perempuan-perempuan muda mendorong kereta bayi berseragam putih dengan garis kotak-kotak pada ujung kedua lengan, cekikikan membicarakan betapa ibu-ibu majikan kalah canggih di ranjang karena suami-suami kerap mendatangi kamar sempit-pengap tempat mereka istirahat tepat di sebelah dapur luas, hampir tiap malam. Rindu itu seperti luka menembus perut dari belati yang menancap di pinggangmu ketika pasangan homomu tebakar cemburu mendapatimu mencumbu brondong lain di kamar setelah bertahun-tahun kalian tempati sebagai sarang atas nama cinta, nafsu, dan dosa yang membuat kalian berpaling muka menulikan telinga dan menganggap apa yang kalian lakukan adalah benar karena perkelaminan kalian terbukti tidak akan menghasilkan jiwa baru yang nantinya menyesaki bumi. Rindu itu seperti menyuntikkan kokain ke lengan setelah terikat sabuk dan akan mengaliri ...

Perfect?

Image
Tenggat segabrug membuat saya iseng siang-siang di pabrik. Hasilnya adalah berita basi dua bulan lalu dan nyasar ke salah satu blog favorit. Ini berita basinya. Seorang perempuan muda usia dua delapan, menjalani operasi plastik lebih banyak dari umurnya—32 kali . Dia bahkan meminta dokter mematahkan dua tulang iga untuk nampak seperti Dolly Parton : payudara besar dan pinggang jenjang. Alih-alih belajar jadi entertainer cerdas serbabisa. Sheyla Hershey namanya. Lahir di negara penghasil atlit sepakbola hebat dan berjuluk Land of Babes saking semua perempuannya seperti bidadari: Brazil. Orangtua dan putra sematawayang yang masih sepuluh tahun menganggap perbuatannya sia-sia karena dia jadi mahluk aneh. Namun dia lakukan itu untuk dirinya tanpa peduli tanggapan orang, bahkan anaknya sendiri. “Karena saya suka jadi sempurna.” Begitu jawabnya. Pada website pribadinya, Sheyla menganggap operasi plastik adalah seni dan dia sangat serius mengerjakannya. Untuk menjadi pemegang rekor toket ter...

May Day, Anyone?

Image
Hampir jam makan siang. Saya membunuh waktu rehat dari tenggat dengan merokok di gerbang pabrik. Dari kejauhan sebuah gerobak bakso didorong penjualnya, mengobrol dengan rekan sambil berjalan. Mungkin asistennya, atau calon penjual bakso lain yang sedang magang. Ponsel butut saya berbunyi. Dari seorang kawan yang berprofesi sebagai Public Relation. Mengeluh tidak bisa shalat Jumat karena Ibu Bos sudah merencanakan Press Briefing tepat pada Hari Buruh. "Gue udah bilang, Pit, Jakarta bakal banyak demo dimana-mana. Macet! Wartawan juga susah buat ngejar waktu ikut event kita. Tapi yah... Namanya juga bos. Ucapannya adalah sabda, dan gue kacungnya yang harus melaksanakan titah," ujarnya sambil menghela napas berat dari dalam taksi sejuk yang ditumpanginya ke salah satu hotel, tempat event akan berlangsung. Saya hanya tertawa mendengar ironi pada suara, seorang mantan aktivis yang dulu kerap membawakan protes-protes de la Rocha dari grup RATM di panggung-panggung kampus seputaran ...

Hummin'... Cummin' Atcha...

“Lo tau kalo lo mahal?” “Hah?” “Sini lu. Gue itung dari bawah. Sepatu Converse baru beli di mall kemaren plus kaos kaki: dua ratus tujuh puluh ribu. Jins pasar Blok M, lima puluh ribu. Kaos distro luar, cepek. Daleman lo? Pake apa hari ini? Wacoal? Oke, taroh lah sepasang seratus ribu. Kacamata, Levi’s asli, sejuta. Tas lo, Eiger, tiga ratus enam puluh ribu. Isinya apa? Laptop kan? Tiga belas juta. Coba lo itung, berapa duit tuh harga lo. Hampir dua puluh juta sendiri.” “Terus kenapa?” “Ya… Supaya lo tau aja kalo lo mahal.” “Itu kan itung-itungan lo” “Emang. Tapi bener kan?” “Jadi, kalo semua barang-barang gue dilucuti, gue bisa dituker duit dua puluh juta, kurang-lebih? Gitu?” “Ya tergantung, sih.” “Tergantung apa?” “Lo bawa duit berapa di dompet lo. Say, karena gue tau lo lagi kaya dan lo berencana mau nitip duit buat nyokap lo, pasti ada sepuluh lembar seratusan di dompet lo. Itu belum termasuk duit yang lo bawa buat jajan dan jalan.” “Anjing!” “Hey! I’m only telling you the truth. ...

English Club: Week 5

The Bitch Teacher says sorry for those who follow her entries of learning English in this good-for-nothing blog since she FORGOT to update the materials *d'oh!*. Deeply apologize, peeps! Before her class starts tomorrow, on Sunday (yes, we change the day so the class would have more students--to be fucked! Haha!), The Bitch Teacher uploads this on Friday night while hanging out with her fucked up friends slash dirty-minded students on Bunderan HI . After absence for so long, and with the renewed spirit (thanks to Letters to Editors that The Bitch Teacher and her friends sent to fight for their public space around Plaza Indonesia), BHI English Club is back on track. We have some new faces in the class, thus, The Bitch Teacher decided to give reading and listening subject instead of structure. Argh! Don't we hate structure! Here is the next chapter of The Canterville Ghost by Oscar Wilde. The Canterville Ghost Chapter III The ghost did not appear for the rest of the week. The onl...