To be me, the whole me, and nothing but me is something to be grateful for
I used to envy her. Sumber dana banyak, sering beli baju, prilaku nadjeez tapi tetep PD untuk hidup. Until one day...
Bad attitude-nya bikin gwa, Idung dan Ooz berang. Selalu minta dimaklumi tanpa mau memaklumi. Selalu sombong dengan harta, kepunyaan, jabatan dan prestasi kerabat tanpa bisa menunjukkan kesombongannya sendiri. Seneng kalo udah ditransfer dan ga ada empati sama sekali terhadap mbak-mbaknya yang harus berjuang mengais rupiah (Najeeezzz!!! Bahasanyaaa!!!). Selalu bisa menunjuk kesalahan orang lain lalu sembunyi dibalik tembok bertuliskan "Bukan aku yang harus minta maaf, koq!"
Dulu gwa pernah punya misi mulia: mbenerin kesalahpahamannya berinteraksi terhadap sekitar. Tapi siapa sih gwa? Dia gak bakal mandang kalo gwa gak kurus, putih, kalem dan normal. It's not her fault. I've made that impression. Toh orang-orang yang lumayan concern ama dia udah berbuat sama dan berakhir dengan 'habis hati' ngadepinnya yang berujung pada frase, "Sekarang hubunganku sama dia hanya sebatas formal, karena aku gak mau sakit ati hanya karena masalah remeh kayak gini."
And it's been going on for three, whole-damned-fuckin-useless years. Waktu yang gak sebentar untuk dia berbenah emosi dan jiwa, kalau dia mau. Celakanya, dia gak mau. Bukan gak bisa.
Gak sampai disitu, Ooz malah punya kesimpulan kalo anak itu jiwanya penyakitan.
"Kalo dia lagi gak nyaman dengan dirinya sendiri, dia bakal bikin orang lain merasa gak nyaman juga karena kondisinya itu. Mental disorder tuh! Orang juga ga bakal betah berlama-lama dengan dia kalo gitu caranya. Ada gak sih temen kampusnya yang dateng ke kos? Nggak kan? (shrugging and rolling her eyes) Kalo gitu sih... terjawab lah!"
Ternyata, setelah tau (secara gak sengaja) gimana dia di lingkungan keluarganya, gwa hanya bisa manggut-manggut mahfum. Begitu banyak kekurangan yang harus dia tambal hanya untuk dipandang lebih daripada seorang mahasiswi pendatang dari pulau terpencil. Penyangkalan yang dia buat amat sangat gedenya sampe gwa ngerasa psikisnya nge-blok kejadian dan keadaan tertentu yang bikin dia punya level lebih rendah dari orang lain. Keinginannya untuk dipandang 'baik' selalu menghasilkan sikap dibuat-buat, gak pernah wajar. Hebat. Salut buat dia yang bisa 24/7 jadi orang lain yang bukan dirinya. Kalo jadi aktris, entah berapa film dan penghargaan yang bisa dia gondol.
Kesimpulannya:
Paling enak jadi gwa yang bisa ngomel dan muntah disini. Setidaknya, gwa jujur kalo muntah.
Bad attitude-nya bikin gwa, Idung dan Ooz berang. Selalu minta dimaklumi tanpa mau memaklumi. Selalu sombong dengan harta, kepunyaan, jabatan dan prestasi kerabat tanpa bisa menunjukkan kesombongannya sendiri. Seneng kalo udah ditransfer dan ga ada empati sama sekali terhadap mbak-mbaknya yang harus berjuang mengais rupiah (Najeeezzz!!! Bahasanyaaa!!!). Selalu bisa menunjuk kesalahan orang lain lalu sembunyi dibalik tembok bertuliskan "Bukan aku yang harus minta maaf, koq!"
Dulu gwa pernah punya misi mulia: mbenerin kesalahpahamannya berinteraksi terhadap sekitar. Tapi siapa sih gwa? Dia gak bakal mandang kalo gwa gak kurus, putih, kalem dan normal. It's not her fault. I've made that impression. Toh orang-orang yang lumayan concern ama dia udah berbuat sama dan berakhir dengan 'habis hati' ngadepinnya yang berujung pada frase, "Sekarang hubunganku sama dia hanya sebatas formal, karena aku gak mau sakit ati hanya karena masalah remeh kayak gini."
And it's been going on for three, whole-damned-fuckin-useless years. Waktu yang gak sebentar untuk dia berbenah emosi dan jiwa, kalau dia mau. Celakanya, dia gak mau. Bukan gak bisa.
Gak sampai disitu, Ooz malah punya kesimpulan kalo anak itu jiwanya penyakitan.
"Kalo dia lagi gak nyaman dengan dirinya sendiri, dia bakal bikin orang lain merasa gak nyaman juga karena kondisinya itu. Mental disorder tuh! Orang juga ga bakal betah berlama-lama dengan dia kalo gitu caranya. Ada gak sih temen kampusnya yang dateng ke kos? Nggak kan? (shrugging and rolling her eyes) Kalo gitu sih... terjawab lah!"
Ternyata, setelah tau (secara gak sengaja) gimana dia di lingkungan keluarganya, gwa hanya bisa manggut-manggut mahfum. Begitu banyak kekurangan yang harus dia tambal hanya untuk dipandang lebih daripada seorang mahasiswi pendatang dari pulau terpencil. Penyangkalan yang dia buat amat sangat gedenya sampe gwa ngerasa psikisnya nge-blok kejadian dan keadaan tertentu yang bikin dia punya level lebih rendah dari orang lain. Keinginannya untuk dipandang 'baik' selalu menghasilkan sikap dibuat-buat, gak pernah wajar. Hebat. Salut buat dia yang bisa 24/7 jadi orang lain yang bukan dirinya. Kalo jadi aktris, entah berapa film dan penghargaan yang bisa dia gondol.
Kesimpulannya:
Paling enak jadi gwa yang bisa ngomel dan muntah disini. Setidaknya, gwa jujur kalo muntah.
sabar mbakyu, diajeng pitow... biarkan saja dia mencari dirinya sendiri. tak harus kita yang nyodorin pelita. justru darinya mungkin kita bisa becermin...tentang manusia, tentang kedewasaan, tentang proses belajar: belajar mencintai diri sendiri, menerima diri apa adanya dan mengenakan wajah kita yang sebenarnya. Lhak ngono to?:) (jangan-jangan kita pun kadang berlaku serupa dgn adek kita itu?)
ReplyDeleteBtw, Mrs. Cobain-nya kemana nih? ato mau diganti (wannabe)Mrs.Ahmad Dhani...he he
barang mahal itu : KEJUJURAN terutama sama diri sendiri
ReplyDelete