Berdiri di Sisi Lain

Umurnya belum genap tiga puluh, tapi suaminya berusia lebih dari tujuh puluh tahun. Wajahnya terlihat lebih tua dari usia sebenarnya. Kata orang, jika perempuan menikahi lelaki yang jauh lebih tua maka dia akan terlihat sama tua dengan suaminya. Kalo dia menikahi lelaki yang lebih muda maka dia akan terlihat lebih tua dari suaminya. Huh! Perempuan dan kodrat dan analisa dan kerut itu! *keluh*

Badannya khas perempuan: serba bulat. Kepalanya gak pernah lepas tertutup jilbab dengan kacamata yang selalu nangkring di muka. Ketika senyum pun, muka itu gak pernah keliatan bahagia. Atau mungkin gwa aja yang salah liat, ga tau juga. Tapi embel-embel istri kedua dan sering dilabeli "Si Ganjen" atau "Si Genit" kayaknya punya kontribusi untuk bikin dia seperti itu.

Sebelum gwa liat 'penampakan' nya, anak lelaki hampir-bungsu dari istri pertama pernah cerita ke gwa. Saat itu jelas gwa lebih mihak ke si anak yang notabene temen gwa. Secara gak sadar gwa mengidentifikasi diri dengan keadaan sendiri. Gimana kalo Babab yang kayak gitu? Ibu dimadu?! Gwa dan Icha punya ibu tiri?! NO WAY, JOSE! Ah, terkutuklah sistem otak (atau perasaan atau analisa atau pertimbangan apapun-lah-namanya-itu) yang bekerja otomatis memberi label pada hal yang kita dengar atau rasakan! Autorun yang bekerja seperti virus berekstensi EXE di komputer. Bikin lemot dan gak obyektif! Tau-tau file penting kehapus, HD rusak, CPU mati mendadak, dll.

Lalu sepasang manusia itu datang. Gwa berinteraksi dengan 'penampakan' meski gak terlalu dekat. Dari caranya mengikik karena nonton 'Untung Ada Jinny' maupun slapstick di film Warkop, ga heran kalo dia disebut Ganjen. Tapi memanggilnya dengan tatapan dan raut sinis? Nanti dulu!

Sebelumnya dia bekerja sebagai pembantu rumah tangga di rumah (calon) anak tirinya. Mental image gwa: perempuan desa dari pelosok Pemalang yang ingin status sosialnya terangkat untuk bisa sederajat dengan orang-orang di sinetron (media sux, dude!). Kalo jalan satu-satunya adalah menikahi lelaki renta dan dapet warisan dari kekayaannya, it worth trying. Mungkin begitu pikirnya. Apalagi kalo bisa foya-foya sedikit sebelum menjanda, morot sepuasnya. Sayang, harapan gak sesuai dengan kenyataan. Karena gwa tau suaminya adalah tipe pelit luarbiasa yang murka demi mendapati kunci pintu patah setelah pemakaian 10 taun. Selama mereka ada disini pun, makannya gak lebih dari ikan asin dan sayur seadanya. Pergi-pergi ke mall atau jalan-jalan juga gak pernah. Padahal jalan kaki juga bisa kalo cuma ke mall kecil di sebelah aja sih. So, what's the fun?!

Dan gunjingan berlanjut. Ada yang bilang mereka nikah siri, tanpa pencatatan KUA dan gak bisa dipertanggungjawabkan karena gak ada bukti hitam diatas putih. Thus, grebekan oleh warga patut dilakukan. Orang-orang sekitar terus aja ngomongin dan konfirmasi ke gwa yang dianggap kredibel sebagai validator. Biasanya, tanggapan cuma nyengir kepaksa. Gak heran kalo gosip jadi santer. Si bapak adalah orang yang sering ngerasa paling bener sedunia dan akhirat dan tiap perkataannya adalah sabda dalam keluarga. Celakanya dia berusaha bikin lingkungan luar seperti di dapurnya sendiri. Karena itulah mereka-mereka yang kena imbasnya ngerasa gerah dan bikin pendapat umum yang melecehkan. Sementara gwa punya pendapat sendiri.

Tapi opini publik emang susah diubah ya... *sigh*

Comments

Popular posts from this blog

Another Fake Orgasm

Tentang "Dikocok-kocok" dan "Keluar di Dalem"

Belahan Dada, Anyone?