Justified

Following kerusuhan Nusa Kambangan, mak bedunduk ujug-ujug mandor saya bertanya di siang-siang terik yang bikin kita semua terkantuk-kantuk: "Eh, itu eksekusi jadi nggak ya semalem?"

Cuma karena kata 'eksekusi' pikiran saya jadi kemana-mana. Dulu saya pernah mendiskusikan dengan adik saya tentang cara mati paling menyakitkan tapi 'fun' buat algojonya. Jawab Si Icha yang waktu itu masih SMU di Muhamadiyah adalah, "Dikitik-kitik aja. Kan karena geli banget, ketawa nggak berenti-berenti, bakalan susah napas tu. Pasti sesek. Atau sekalian, biar cepet, pas dikitikin mukanya dibekep bantal."

Not bad.

Atau versi teman saya yang asli Purwokerto, "Disendokin aja matanya."

Nice.

Atau versi teman saya yang lain, "Pake garpu. Tusuk lehernya. Atau dicuwili dagingnya. Gimana kek caranya, yang penting pakek garpu."

Sementara saya, terinspirasi dari film dan cerita Abad Pertengahan, membayangkan seseorang dengan tangan dan kaki terpentang ke empat penjuru angin, diikat tambang tebal yang tertambat pada empat mobil Four Wheel Drive di sebuah area offroad. Saat peluit dibunyikan, empat mobil besar tersebut akan bergerak berlawanan arah dan saya akan mendapat kesempatan meneliti hingga batas mana otot manusia mampu tahan terhadap regangan hingga tertarik dan lepas dari persendian. Apalagi darah yang muncrat bakal jadi pemandangan terindah. Air mancur merah-meriah.

Ergh... Terlalu brutal.

Saya selalu takjub dengan alat-alat penyiksaan semacam Perawan Besi dan Pisau Turun. Atau instalasi unik-rumit seperti yang ada pada film SAW. Pada sesama manusia, mahluk yang dibilang memiliki derajat paling tinggi ini memang memiliki kemampuan tak terbatas dalam mencipta keindahan... dan kehancuran. Meskipun saya memang terkesima pada semua peralatan tersebut, saya menolak setuju untuk menghukum orang sampai mati. Rasanya bukan hak manusia untuk mencabut nyawa manusia lain, meskipun mereka memiliki kesalahan sebesar Everest. Saya selalu percaya kesempatan kedua. Kecuali untuk para koruptor dan pemerkosa anak. Nggak, beneran deh, saya juga nggak akan menimpakan hukuman mati bagi kedua jenis kriminal ini. Jika saya punya sedikit kekuasaan, paling banter saya cuma potong kaki dan tangannya hingga pergelangan serta saya kuliti penis mereka hidup-hidup tanpa anestesi. Selesai dikuliti saya persilahkan orang lain untuk memberinya perban. Selesai. Mereka nggak akan bisa ngapa-ngapain.

Nggak tau lah. Saya memang freak nanggung.

Comments

Popular posts from this blog

Another Fake Orgasm

Tentang "Dikocok-kocok" dan "Keluar di Dalem"

Hypocrisy, Anyone?