Ode Buat Jo v1.1
Jo,
You broke my heart dengan subjek imel berjudul 'Life sucks' yang lo kirim di tengah hectic gwa berburu waktu dengan tenggat. Early in the morning di sana, namun lo masih sempat ngabarin gwa, mengendap mencuri kesempatan hanya untuk sekedar say hi, menjauh dari kabel-kabel dan peralatan medis simpang-siur di ruangan tempat lo bertatapan langsung dengan kesakitan. Jantung gwa mencelos sampe perut membaca kata demi kata yang lo rangkai di tengah waltz mengalir tenang namun menyentak yang lo tarikan bareng Le Mort. Gwa nggak peduli jika saat itu juragan tau tenggat gwa terlewat dan gwa disuruh keluar dari pabrik hanya karena baca imel. I miss you much and it hurts.
Gwa masih inget muka lo yang menegang marah waktu gwa ngingetin lo untuk bersabar dan ngadepin semua dengan ikhlas, memasrahkannya pada Sesuatu Yang Lebih Punya Kekuatan. Lo bilang bahasan sabar, ikhlas, dan pasrah udah khatam lo telan bulat-bulat jauh sebelum lo ketemu gwa, dan gwa nggak berhak ngomong kayak gitu karena gwa nggak ngerasa apa yang lo alamin. Lo yang harus going through hell and back to go there and doing the same old shit all over again dan itu sangat traumatis. Lo bilang semua hal yang lo ceritain ke gwa adalah demi meringankan sedikit beban karena ada kuping yang mendengar. Tapi bisakah lo tenang ketika gwa kewalahan garap laporan pabrik sementara lo sendiri juga punya kerjaan? Bisakah lo diem waktu salah seorang temen mburuh kita dituduh untuk sesuatu yang nggak dia lakukan? Bahkan sama juragan kita yang nggatheli itu lo masih mau offering a hand meskipun dia amat sangat annoying. Dan lo menuntut gwa untuk diam?
Lo nggak salah menganggap pabrik kita seperti rumah, juragan seperti ibu sendiri, dan atasan sebagai kakak sementara gwa sebagai teman sepermainan. Gwa juga gitu, demi meredakan berontaknya hati atas terjualnya idealisme yang dulu sempat gwa junjung setinggi bintang. That's survival. Tapi untuk babak bundas berdedikasi disini demi sesuatu yang udah didapet rekan-rekan yang dulu sempet bareng kuliah? Rasanya lo ngejar kereta yang salah.
Dua taun udah cukup membuktikan bahwa lo bisa, nggak usah pada dunia tapi pada orang-orang deket yang bersentuhan langsung sama lo. Underestimate itu ada di benak mereka yang liat lo dari permukaan. They take you for granted, seperti SPG sepatu di Bali yang bikin lo jadi terakhir dalam antrian hanya karena lo bareng Mas Bule, para mandor yang menganggap lo ringkih dan cuma ditaro jadi pengamat koran, atau kuli-kuli keyboard yang menganggap lo imut dan bisa diajak-ajak. You are more than meets the eyes and I know that you know.
Lo punya seseorang yang rela menyerahkan nyawa jika lo minta. Lo punya sahabat-sahabat bengal dan konyol tapi selalu ada setiap saat. Lo punya keluarga yang sayang sama lo dan membebaskan lo jadi apapun. You've got so much that life could offer, karenanya lo dibebaskan buat ngejalanin lagi. Buat mereka dan buat lo sendiri. Lo berhak bahagia seperti orang lain. Jangan pernah menyesal karena lo hidup. Menyesallah karena lo nggak bisa mengisinya dengan hal-hal menyenangkan dan meaningful, dan itu bukan cocktail yang iseng lo cobain dan bikin lo masuk rumah sakit. Berpalinglah dari pintu ini, Jo, meskipun masih terbuka. Menjauhlah dari Jakarta, dari kenangan-kenangan yang merusak, namun simpan kami pada ceruk dimana kami selalu ada: pada hati lo terdalam.
Lo nggak pernah sendirian, Beib. Meskipun gwa bukan Intan, punya ponsel tapi nggak niat, berkali-kali berkomentar bodoh dan sering ketawa di saat gwa harusnya empati, I do my best. Taruhannya masih valid. Gwa kuat-kuatin menahan lo jadi temen gwa karena dari lo gwa belajar banyak tentang kesabaran, tanggap, berpikir kuantum, dan gimana cara ngadepin orang tanpa harus basa-basi namun tetap elegan. Karena lo mata gwa kebuka bahwa nggak semua orang berpunya itu bangsat. Dari lo gwa tau sudut pandang lain tentang Starbucks, chick magz, Paris Hilton, and anything between purple and pink and why grey is the new black. Dari lo gwa sadar bahwa gwa tetep perlu temen perempuan dan belajar jadi salah satunya. Dan dari lo gwa ngalamin, on field, bahwa beda adalah indah.
Take all the time you need. We won't rush you. Take a break from your pain. Smell the sweet scent of fresh air. Ravish the wonderful sight of the world. Enjoy the children's laughing and laugh at silly jokes. Stand tall and proud because you've managed to duck before the very eyes of Death once again. Let your will to live becomes stronger by the day. Turn around and see the other side of Life. Well, I'm not telling you what to do because I know you know yourself better than I do. But if you finally decide to 'resurrect' faraway from here, let me know. I'll write to you everyday till you get sick of me.
You broke my heart dengan subjek imel berjudul 'Life sucks' yang lo kirim di tengah hectic gwa berburu waktu dengan tenggat. Early in the morning di sana, namun lo masih sempat ngabarin gwa, mengendap mencuri kesempatan hanya untuk sekedar say hi, menjauh dari kabel-kabel dan peralatan medis simpang-siur di ruangan tempat lo bertatapan langsung dengan kesakitan. Jantung gwa mencelos sampe perut membaca kata demi kata yang lo rangkai di tengah waltz mengalir tenang namun menyentak yang lo tarikan bareng Le Mort. Gwa nggak peduli jika saat itu juragan tau tenggat gwa terlewat dan gwa disuruh keluar dari pabrik hanya karena baca imel. I miss you much and it hurts.
Gwa masih inget muka lo yang menegang marah waktu gwa ngingetin lo untuk bersabar dan ngadepin semua dengan ikhlas, memasrahkannya pada Sesuatu Yang Lebih Punya Kekuatan. Lo bilang bahasan sabar, ikhlas, dan pasrah udah khatam lo telan bulat-bulat jauh sebelum lo ketemu gwa, dan gwa nggak berhak ngomong kayak gitu karena gwa nggak ngerasa apa yang lo alamin. Lo yang harus going through hell and back to go there and doing the same old shit all over again dan itu sangat traumatis. Lo bilang semua hal yang lo ceritain ke gwa adalah demi meringankan sedikit beban karena ada kuping yang mendengar. Tapi bisakah lo tenang ketika gwa kewalahan garap laporan pabrik sementara lo sendiri juga punya kerjaan? Bisakah lo diem waktu salah seorang temen mburuh kita dituduh untuk sesuatu yang nggak dia lakukan? Bahkan sama juragan kita yang nggatheli itu lo masih mau offering a hand meskipun dia amat sangat annoying. Dan lo menuntut gwa untuk diam?
Lo nggak salah menganggap pabrik kita seperti rumah, juragan seperti ibu sendiri, dan atasan sebagai kakak sementara gwa sebagai teman sepermainan. Gwa juga gitu, demi meredakan berontaknya hati atas terjualnya idealisme yang dulu sempat gwa junjung setinggi bintang. That's survival. Tapi untuk babak bundas berdedikasi disini demi sesuatu yang udah didapet rekan-rekan yang dulu sempet bareng kuliah? Rasanya lo ngejar kereta yang salah.
Dua taun udah cukup membuktikan bahwa lo bisa, nggak usah pada dunia tapi pada orang-orang deket yang bersentuhan langsung sama lo. Underestimate itu ada di benak mereka yang liat lo dari permukaan. They take you for granted, seperti SPG sepatu di Bali yang bikin lo jadi terakhir dalam antrian hanya karena lo bareng Mas Bule, para mandor yang menganggap lo ringkih dan cuma ditaro jadi pengamat koran, atau kuli-kuli keyboard yang menganggap lo imut dan bisa diajak-ajak. You are more than meets the eyes and I know that you know.
Lo punya seseorang yang rela menyerahkan nyawa jika lo minta. Lo punya sahabat-sahabat bengal dan konyol tapi selalu ada setiap saat. Lo punya keluarga yang sayang sama lo dan membebaskan lo jadi apapun. You've got so much that life could offer, karenanya lo dibebaskan buat ngejalanin lagi. Buat mereka dan buat lo sendiri. Lo berhak bahagia seperti orang lain. Jangan pernah menyesal karena lo hidup. Menyesallah karena lo nggak bisa mengisinya dengan hal-hal menyenangkan dan meaningful, dan itu bukan cocktail yang iseng lo cobain dan bikin lo masuk rumah sakit. Berpalinglah dari pintu ini, Jo, meskipun masih terbuka. Menjauhlah dari Jakarta, dari kenangan-kenangan yang merusak, namun simpan kami pada ceruk dimana kami selalu ada: pada hati lo terdalam.
Lo nggak pernah sendirian, Beib. Meskipun gwa bukan Intan, punya ponsel tapi nggak niat, berkali-kali berkomentar bodoh dan sering ketawa di saat gwa harusnya empati, I do my best. Taruhannya masih valid. Gwa kuat-kuatin menahan lo jadi temen gwa karena dari lo gwa belajar banyak tentang kesabaran, tanggap, berpikir kuantum, dan gimana cara ngadepin orang tanpa harus basa-basi namun tetap elegan. Karena lo mata gwa kebuka bahwa nggak semua orang berpunya itu bangsat. Dari lo gwa tau sudut pandang lain tentang Starbucks, chick magz, Paris Hilton, and anything between purple and pink and why grey is the new black. Dari lo gwa sadar bahwa gwa tetep perlu temen perempuan dan belajar jadi salah satunya. Dan dari lo gwa ngalamin, on field, bahwa beda adalah indah.
Take all the time you need. We won't rush you. Take a break from your pain. Smell the sweet scent of fresh air. Ravish the wonderful sight of the world. Enjoy the children's laughing and laugh at silly jokes. Stand tall and proud because you've managed to duck before the very eyes of Death once again. Let your will to live becomes stronger by the day. Turn around and see the other side of Life. Well, I'm not telling you what to do because I know you know yourself better than I do. But if you finally decide to 'resurrect' faraway from here, let me know. I'll write to you everyday till you get sick of me.
Comments
Post a Comment
Wanna lash The Bitch?