Missing You....


Han,

Sebagaimana Karen Armstrong berucap bahwa bahkan jika kuda bisa membuat gambarMu maka Kau pun akan berwujud sepertinya, izinkan aku menyapaMu di penghujung malam melalui tuts keyboard seputih susu hangat yang menyertaiku meniti lelap.

Aku lelah menjadi bodoh, dikuasai asumsi dan prasangka tanpa berdaya menelusur fakta. Meski aku menggugat jawab, pertanyaan tak sempat terlontar pada lisan karena ketololan membuat otakku beku dan Google kelu.

Ini masalah hati, Han. Hati yang menanting dendam kemana-mana meski selalu kutekan hingga hidungnya melesak menentang aspal. Hati yang culas karena menjejak kepala orang lain sebagai undakan untuk sampai ke tempat paling tinggi. Hati yang busuk bernanah karena kebencian menggelegar. Hati yang tak lagi merah marun indah karena hitam tersulut kesumat.

Sebagai sahabat, apa Kau bisa membuat benak keledaiku rekah menciptakan padma hijau terang keunguan berkelopak seribu yang mirip mahkota Biksu Tong? Atau tarafku hanya sampai Go Kong, berwajah kera dan tertutup bulu?

Han,

Sebagai mahluk ciptaan setengah jadi dengan implan buah pengetahuan termakan Adam pada suatu ketika, aku bertanya. Pernahkah terbersit bahwa kami akan sempat menduga-duga skenarioMu, mengira-ngira pemufakatan apa yang pernah Kau rencanakan dengan bala tentara malaikatMu menunduk patuh, bersayap sebersih keping salju pertama di musim dingin, berbibir basah karena selalu menyebutMu dalam bahasa-bahasa suci, dan terang seperti langit?

Ini konyol, Han. Membuatku hidup lebih lama, menyudutkanku yang tergugu karena orang-orang yang kukasihi satu-satu pergi. Sementara bangsat-bangsat berdatangan menghisap darahku sedikit demi sedikit seperti vampir berukuran nano.

Namun jika kekonyolan yang jadi kehendakMu, maka jadilah. Karena Kau si Maha Satir, Maha Lucu, Maha Sarkas. Mana bisa kusamai tingkat ke-Maha-anMu?

Maaf jika aku terlalu banyak menggugat. Aku tau, tidak mudah menjadi Tuhan dan menjadi sahabat untuk seorang perempuan berotak kotor sepertiku. Terimakasih untuk waktunya ya, Han. You know I love You.


Picture taken from Pullitzer winner of 1962 where a soldier shot by a sniper hung onto a priest at his last moment.

Comments

  1. bahkan tuhanpun tidak sempurna....

    ReplyDelete
  2. mbak... mbak...

    Tuhan kok Iseng ya...

    *rodhongambekgaragaragakjadiyangpertamax*

    ReplyDelete
  3. @Maz Iip
    nggak sempurna karena kita manusia. manusia nggak ada abis2nya nuntut. bukan begitu, bukan?

    @Nyong
    lhaaa... ngomel sana ama maz iip! om2 tu. anaknya baru atu. istrinya juga baru atu. siapa tau dia khilaf. huahahahaha!!!

    ReplyDelete
  4. Anonymous11:46 AM

    ke"khilafan" tracing your older posts taking me this far....and this post was making me say "anjrottt..."
    (lama2 ketagihan, -tanpa harus keracunan- untuk melanjutkan ke"khilaf"an ini)

    ReplyDelete

Post a Comment

Wanna lash The Bitch?

Popular posts from this blog

Another Fake Orgasm

Tentang "Dikocok-kocok" dan "Keluar di Dalem"

Story of Women