Aku Berharta, Maka Aku Berkuasa
Untuk apa sih punya rumah sampe puluhan biji yang tersebar di seluruh Indonesia? Padahal satu pun jarang ditinggalin saking sibuknya. Ngapain punya mobil mewah berderet di garasi? Toh kalo mau make ga mungkin itu mobil dikeluarin semua. Buat apa beli baju harga jutaan? Fungsinya sama: nutupin yang seharusnya tertutup. Uang banyak di rekening bank? Jelas untuk menuhin kebutuhan dan kesenangan hidup. Tapi kalo tetangganya sendiri kelaperan? Atau punya sodara yang lagi bingung karena ga bisa biayain sekolah anaknya? Tergantung sih, kalo yang punya harta berlimpah itu tega-tega aja gak masalah kayaknya.
Gwa baca buku disana ada disinggung teori right-by-might: yang punya harta merasa berkuasa. Kekuasaan bikin orang bisa berbuat sesukanya. Thus, bisa merintah-merintah sakkepenake. Dan itu amat sangat diinginkan oleh hampir sebagian besar manusia. Merasa punya kuasa.
Sama halnya dengan Yang Paling Mulia Sedunia dan Akhirat; bapak kos. Tadinya gwa boleh bangga atas hak istimewa untuk pergi malem-pulang pagi karena kerjaan, terlepas dari pintu kos yang terkunci rapat untuk keluar-masuk setelah pukul 21.00. Inspite of sikapnya yang konservatif abis, menganggap agamanya paling benar dan tahu segalanya. Menurut temen-temen yang lebih lama tinggal disana, beliau mengistimewakan gwa bukan pertimbangan kerjaan, tapi lebih ke duit yang dia dapet tiap tahun. Peduli setan kerja apa, yang penting bisa bayar. Gwa rada ga percaya sih. Karena ada beberapa kesempatan yang membuktikan bahwa sekolot dan sefeodal apapun, gwa masih bisa 'ngobrol' sama dia.
Tapi kejadian kemarin mungkin bikin beliau mikir beberapa kali karena kondisinya yang sekarang beristri muda sementara yang pertama tidak dicerai. Selama 3 tahun gwa nge-kos, baru tadi malam kegiatan rutin gwa bikin dia 'berat' untuk terus 'mempertahankan' gwa. Dengan kata lain, gwa terusir. Kenapa sih? Takut moralitasnya dipertanyakan karena membiarkan anak semang keluar malem ampe pagi? Lalu, bagaimana dengan membawa perempuan baru ke dalam rumah tanpa memperkenalkannya ke RT dan RW? Bapak keberatan dengan kelayapannya saya yang terang-terangan nunjukin kalo begadangan di warnet adalah untuk nafkah sehari-hari? Dan dengan posisi saya sebagai penyewa dan Bapak yang pemilik rumah, dengan sedemikian santai Bapak bisa ngomong gitu? Huh! Gwa juga ga ada niat memperpanjang lagi koq. Makin lama tarifnya naek, ga sesuai sama keadaan. Ga kuat ni kantong.
Tapi ya udah lah. Sama aja kali ya, dengan pejabat yang berkali-kali haji tapi tetap korupsi. Nunjukin kalo ibadah dan maksiat terbuat seiring-sejalan. Atau dengan da'i yang menyeru dan menghujat perbuatan munkar tapi anaknya gak bisa dia dakwahi.
Makanya, nduk, kalo mau gak diseneni utowo diremehno uwong, sugiho sik! Tapi ojo nganti melu-melu uwong sing nyeneni lan ngremehno kowe. Gak usah bersikukuh bikin orang mendengarkan kamu, tapi dengarkan mereka dan buktikan kalau kamu gak seperti yang mereka perkirakan. Karena orang hanya melihat bukti, semanis apapun janji dan perkataan yang kamu ucapkan. Ngerti, nduk cah ayu?
[Kalo lagi emosi terus posting koq jadinya tulalit yax?]
Gwa baca buku disana ada disinggung teori right-by-might: yang punya harta merasa berkuasa. Kekuasaan bikin orang bisa berbuat sesukanya. Thus, bisa merintah-merintah sakkepenake. Dan itu amat sangat diinginkan oleh hampir sebagian besar manusia. Merasa punya kuasa.
Sama halnya dengan Yang Paling Mulia Sedunia dan Akhirat; bapak kos. Tadinya gwa boleh bangga atas hak istimewa untuk pergi malem-pulang pagi karena kerjaan, terlepas dari pintu kos yang terkunci rapat untuk keluar-masuk setelah pukul 21.00. Inspite of sikapnya yang konservatif abis, menganggap agamanya paling benar dan tahu segalanya. Menurut temen-temen yang lebih lama tinggal disana, beliau mengistimewakan gwa bukan pertimbangan kerjaan, tapi lebih ke duit yang dia dapet tiap tahun. Peduli setan kerja apa, yang penting bisa bayar. Gwa rada ga percaya sih. Karena ada beberapa kesempatan yang membuktikan bahwa sekolot dan sefeodal apapun, gwa masih bisa 'ngobrol' sama dia.
Tapi kejadian kemarin mungkin bikin beliau mikir beberapa kali karena kondisinya yang sekarang beristri muda sementara yang pertama tidak dicerai. Selama 3 tahun gwa nge-kos, baru tadi malam kegiatan rutin gwa bikin dia 'berat' untuk terus 'mempertahankan' gwa. Dengan kata lain, gwa terusir. Kenapa sih? Takut moralitasnya dipertanyakan karena membiarkan anak semang keluar malem ampe pagi? Lalu, bagaimana dengan membawa perempuan baru ke dalam rumah tanpa memperkenalkannya ke RT dan RW? Bapak keberatan dengan kelayapannya saya yang terang-terangan nunjukin kalo begadangan di warnet adalah untuk nafkah sehari-hari? Dan dengan posisi saya sebagai penyewa dan Bapak yang pemilik rumah, dengan sedemikian santai Bapak bisa ngomong gitu? Huh! Gwa juga ga ada niat memperpanjang lagi koq. Makin lama tarifnya naek, ga sesuai sama keadaan. Ga kuat ni kantong.
Tapi ya udah lah. Sama aja kali ya, dengan pejabat yang berkali-kali haji tapi tetap korupsi. Nunjukin kalo ibadah dan maksiat terbuat seiring-sejalan. Atau dengan da'i yang menyeru dan menghujat perbuatan munkar tapi anaknya gak bisa dia dakwahi.
Makanya, nduk, kalo mau gak diseneni utowo diremehno uwong, sugiho sik! Tapi ojo nganti melu-melu uwong sing nyeneni lan ngremehno kowe. Gak usah bersikukuh bikin orang mendengarkan kamu, tapi dengarkan mereka dan buktikan kalau kamu gak seperti yang mereka perkirakan. Karena orang hanya melihat bukti, semanis apapun janji dan perkataan yang kamu ucapkan. Ngerti, nduk cah ayu?
[Kalo lagi emosi terus posting koq jadinya tulalit yax?]
Comments
Post a Comment
Wanna lash The Bitch?