Dear Mom and Dad...

Seberapa ketat pergelangan tangan lo terpasung? Seberapa parah penderitaan lo tanggung? Seberapa perih luka batin lo derita? Seberapa busuk bohong yang lo tutupi?

Tapi apa pernah lo mikir kalo Babe-Enyak lo dengan suka rela dipasung dengan senyum di wajah dalam ikatan yang namanya perkawinan dan keluarga dan keharusan menafkahi sampe babak belur? Apa pernah lo dikasih tau derita Ibu-Bapak lo waktu mereka mencoba mengangkat muka ketika keluar dari pusat rehabilitasi narkotika yang berusaha nyembuhin lo? Apa lo berani bandingin luka batin lo dengan Mama-Papa lo waktu lo maki mereka karena ga ngerti kebebasan itu perlu buat anak muda seperti elu itu? Apa busuknya bohong Bunda yang berani ngutang demi uang sekolah lo itu lebih busuk daripada bohong lo yang ngembat duit bayaran?

Gwa bukan orangtua, dan semua itu cuma contoh ekstrim yang terlintas di kepala. Tapi gwa mencoba berada di posisi mereka walau Ibu-Babab gwa sendiri gak sempurna. Yang gwa tau, mereka berusaha keras. Dengan anak sebandel dan sebengal gwa, mereka terlalu banyak kompromi.

Gwa pernah ngerasa jadi anak paling malang sedunia sejak gwa dilahirkan. Satu-satunya perasaan yang gwa seselin, karena ternyata itu sama sekali gak penting.

Gwa pernah ngerasain jambakan Ibu. Gak keitung berapa gagang sapu dan kemoceng yang patah karena gwa nakal. Bulatan biru sebesar koin seribuan 'menghias' betis dan paha karena cubitan beliau. Gwa dendam. Gwa marah. Gwa ngerasa gak punya nilai.

Tapi gwa juga pernah ngerasain airmata dan belaian penyesalan Ibu saat gwa hampir lelap di malam-malam setelah 'penyiksaan' itu berlangsung. Gwa pernah ngeliat raut khawatir beliau saat begadang beberapa malam tanpa tidur saat gwa demam tinggi. Gimana cemasnya Babab yang mergokin gwa manjat pagar 4 meter ketika jam malam (yang hampir pagi) terlewati... dan senyum bangga mereka ketika gwa nyanyi di paduan suara anak-anak panggung tujuhbelasan balai kota yang ga seberapa gede.

Mereka melakukannya bukan tanpa alasan. Mereka manusia, sama seperti anak-anaknya. Karena manusia hanya akan melahirkan manusia, bukan gajah atau orong-orong. Apalagi kulkas. Manusia punya emosi, punya dorongan sesaat yang sering disesali sepersekian detik setelah kehendak itu dilakukan.

Setiap orang punya masalah. Dulu gwa bisa senewen cuma gara-gara mikir gimana biar bisa makan di McD dan dibilang keren, beli baju dan tas bagus, dan punya buku-buku gak penting. Sementara masalah orangtua gwa adalah gimana gaji yang 'segitu' cukup buat makan, sekolah, ngontrak dan transport sekeluarga. Dan kalo bisa dipake buat sedikit rekreasi murah-meriah. Ketika dua variabel yang punya masalah beda-beda ini bersinggungan, hasilnya gak bakal semutlak rumus matematika. Masing-masing merasa diri jadi yang masalahnya paling gawat, paling darurat.

Segalak dan setemperamentalnya ortu gwa, untung kami masih bisa berkomunikasi lancar. Amarah kami memang gampang tersulut, tapi juga mudah mereda. Mungkin ini berkah di keluarga gwa yang ga semua orang punya. Dan 7 dari 10 kali kesempatan ketika sumbu itu terpercik api kami lebih memilih diam, cooling down, lalu pergi dan membicarakannya setelah beberapa jam kemudian. Dengan kepala yang lebih dingin dan suasana yang lebih enak. Gwa yakin ortu gwa masih terus belajar sampai saat ini. Sama seperti gwa dan adek gwa. Mereka juga gak malu memposisikan diri sebagai teman buat anak-anaknya. Kami bebas nanya apapun dengan mereka, bahkan masalah internal diantara mereka. Dan itu gak gampang buat ortu. Mereka juga terbuka kalo gwa protes Ibu yang terlalu ketat bikin jam malam, misalnya. Asal alasannya tepat dan argumentasinya kuat--tanpa harus meninggikan volume suara--mereka bisa nerima. Mereka hanya mikir to their children's best interest. Kadang tanpa mempertimbangkan perasaan anak-anak mereka sendiri. Gwa tau, orangtua akan selalu merasa anaknya adalah anak-anak kecil yang harus dijaga meskipun anak itu sudah punya anak lagi. Sampe kapanpun.

Gwa banyak belajar dari binatang piaraan gwa, si Kutu (Kura-kura Satu) dan Kuda (Kura-kura Dua). Lo harus jaga supaya ga kasih makan kebanyakan biar badannya ga kelebihan bobot, bersihin akuariumnya biar ga cepet kotor dan kena penyakit, dan sebisa mungkin bikin tempat hidupnya sealami mungkin. It's kinda parenting mini-training.

Gwa yakin, ga ada Bunda-Ayah, Ibu-Bapak, Mama-Papa, Amih-Apih, Umi-Abi yang ga mau liat anaknya bahagia. Mungkin hanya cara kita atau cara mereka yang salah menyatakannya. Dan itu inti masalahnya.



[Kangen rumah, Babab, Ibu, Icha dan semua kegeblekan serta keplenyunan mereka]

Comments

  1. Anonymous2:37 AM

    thanks kena banget di gw * musuh bebuyutan di kampung :P *

    ReplyDelete

Post a Comment

Wanna lash The Bitch?

Popular posts from this blog

Another Fake Orgasm

Tentang "Dikocok-kocok" dan "Keluar di Dalem"

Story of Women