K U C I N G
Dulu saya selalu mengidentifikasi diri sebagai dog lover. Setahun lalu semua berubah, gara-gara seonggok unyu kitten tak berdaya yang tidur mlungker di kolong kursi Helmen Coffee. Dia kecil sekali. Beberapa jam sebelumnya dia diselamatkan seorang teman dari tengah jalanan Denpasar yang aduhai ramai, berhadapan dengan motor dan mobil dan truk yang baginya mungkin seperti monster raksasa yang siap menggilasnya rata, membuatnya diam tak bergerak, beku ketakutan.
Tiga bulan kemudian, sehari sebelum acara Pengrupukan yang disusul dengan Nyepi, saya kembali menemukan onggokan unyu yang lain. Kali ini kitten hitam, mematung berhadapan dengan Fortuner tak kalah legam, dipapasi beberapa pengendara motor yang berhenti sejenak, melongok, lalu kembali melaju, tak peduli. Saya tidak berpikir. Saya pinggirkan motor, turun dan memungut tubuh mungil yang gemetar, lalu meneriakkan makian pada siapapun manusia kerdil tanpa hati yang berada di balik setir Fortuner kampret itu. Saya nggak yakin mereka dengar. But damn! That felt so good!
Sejak saat itu "keluarga" saya mendadak membesar. Anak-anak saya bertambah. Si Sulung yang anjing punya dua adik kucing. Semua betina. Dan mereka adalah girl power paling menyenangkan yang pernah saya kenal. I won't trade them for the world.
PS. Maafkan fotonya. Kasian mereka lagi bobok, jadi lampunya digelapin.
Comments
Post a Comment
Wanna lash The Bitch?