Iseng

Tidur paling lama dua jam tiap hari bakal bikin otak bekerja maksimal dan mampu menciptakan bom atom. Worked splendidly to Einstein, though.

AKU ADALAH SETAN

Aku tercipta dari api paling panas di Neraka, lahir bersama ratusan jenisku sendiri yang berlari ganas merobek rahim ibuku. Aku sudah lupa berapa saudara kandungku, saking banyaknya. Tapi aku ingat beberapa tugas pertamaku saat beranjak dewasa: membisiki telinga manusia-manusia tak beriman untuk larut dalam perbuatan yang dimurka pencipta.

Malam ini aku baru saja berhasil membujuk seorang lelaki berputra dua untuk membelot dari tanggungjawab sebagai suami dan ayah. Dia baru saja menggadai motor butut satu-satunya, sumber nafkah sebagai tukang ojek. Uang yang sedianya untuk anak pertama masuk SMP kini dia hamburkan demi kehangatan seorang kupu-kupu malam di kompleks pelacuran. Meski sebentar, dia dapat melupakan istrinya yang kurus, sakit-sakitan dan selalu kelelahan.

Lepas tengah malam dan aku sedang duduk di bawah pokok Mangga pada halaman belakang sebuah rumah sederhana. Jajaran pakaian setengah kering pada tali di tiang jemuran menghalangi pandang ke pintu menuju dapur. Aku menikmati kegelapan dan hingar suara dangdut setelah bekerja. Menyimak cekikik genit wanita penjaja tubuh dan seloroh nakal preman-preman setengah mabuk.

“Anyu pengen denger cerita kunang-kunang,” ujar seorang bocah kecil tiba-tiba. Sepasang matanya berbinar tanpa ada tanda-tanda kantuk mampir pada kelopak. Temaram cahaya bohlam dari belakang tubuh mungil itu membuat aku mengingat keagungan malaikat yang pernah melawan pasukanku dalam sebuah perang besar. Lengan kanannya mendekap boneka monyet bermata satu dan piyamanya berwarna biru. Dia berjalan mendekat dari sebuah pintu terbuka.

Ibu anak itu sedang bergumul bersama lelaki yang bukan ayahnya, dalam sebuah kamar sempit-pengap berbau alkohol, asap rokok, dan dosa. Seperti dugaanku, dia terbangun dan enggan untuk kembali menyulam mimpi.

Aku menoleh dan tersenyum, menampakkan sepasang taring tajam pada sudut mulut. Kukerutkan tubuh agar bisa sejajar dengan tingginya lalu bangkit mendekati.

“Memangnya kamu tahu kunang-kunang? Disini kan tidak ada,” sahutku ketika akhirnya kami berhadapan tepat di bawah beberapa kutang warna-warni.

“Anyu pernah lihat di rumah Nenek di kampung. Ada banyak di sawah. Anyu cuma tahu binatang itu mirip semut, tapi bisa terbang. Keluarnya juga malam. Namanya kunang-kunang. Bersinar, mirip mata kamu. Tapi matamu lebih besar dan terang. Lagipula warnanya merah,” jelasnya.

Tanpa kuduga sebelah tangannya mengusap pipiku. Aku sontak mundur, berbareng dengan kekagetannya. Sepasang sayap hitam dan besar yang terlipat di punggungku membuka separuh dan berhasil mencampakkan dua penutup dada tembuspandang berwarna hitam. Tidak kuduga bocah ini punya nyali. Manusia dan bangsaku tidak diperkenankan bersentuhan. Itu peraturan utama.

Aku memaki dalam sepuluh bahasa purba. Hidup ribuan tahun membuatku punya banyak waktu mempelajarinya.

Perempuan kecil itu masih tegak berdiri. Sebelah tangannya masih memeluk boneka. Kepalanya dimiringkan, seakan dengan begitu dia akan jelas melihatku.

“Jangan takut. Kata Mama, kalau nggak mau dicubit, jangan nyubit. Anyu nggak akan mencubit, kok,” sahutnya lagi.

Aku terkekeh geli dan kembali mendekatinya. Karena wujudku yang bertambah besar, dia mundur dengan mulut ternganga dan mata membelalak takjub.

“Memangnya kamu nggak takut melihatku begini?” tanyaku.

Sekarang tinggiku hampir menyamai pokok Mangga yang tajuknya sejajar dengan atap rumah. Aku menunduk menatapnya, melebarkan senyum yang makin menampakkan geligi runcing.
Tanpa kuduga, bibirnya melengkung gembira. Bocah kecil itu bertepuk tangan, melupakan bonekanya yang tercampak di tanah, lalu melonjak-lonjak.

“Waaah… Kamu hebat bisa cepat tinggi! Anyu mau kayak kamu! Mama pasti nggak bakal nyuruh-nyuruh Anyu makan sayur lagi kalau bisa cepat besar seperti kamu!” teriaknya riang.

Sialan! Anak macam apa ini?! Mengapa dia tidak surut melihatku berubah bentuk?

“Kamu pasti raja kunang-kunang karena kamu paling besar daripada kunang-kunang yang pernah Anyu lihat.”

Aku merasa terhina oleh bocah yang kutaksir baru lima usianya. Kurang ajar!



[Shit! Jam empat! Asuuuu!!! Bikin bom atom kagak, bego iya gara-gara kurang tidur lagi!]

Comments

  1. Anonymous4:37 PM

    serasa sedang ndengerin Rush - The Mission

    ReplyDelete
  2. sett dah...
    iseng aja jadinya kayak gini...
    gimana yg seriusan...

    *tidur paling lama dua jam sehari bikin mualmual en gak napsu makan, mbak. seriusan...*

    ReplyDelete
  3. @Maz Arief
    aku pas dengerin RATM sama Korn pas bikin ini. RUSH udah tak apus2in. kapasitas HD menipis )=

    @Sinyo
    udah sering gwa tidur maksimal 2 jam tiap hari. masih gendut2 aja. idup lagi!

    ReplyDelete
  4. He he,saya pernah lihat gambar itu.
    Itu gambar "bintang fajar/ lux ferre" nya Dore .. :D

    ReplyDelete

Post a Comment

Wanna lash The Bitch?

Popular posts from this blog

Another Fake Orgasm

Tentang "Dikocok-kocok" dan "Keluar di Dalem"

Story of Women