Marhaban ya Ramadhan (?)

Han,
Aku minta maaf karena udah cuekin Kamu selama ini. Aku terlalu sibuk sama urusan dan tetek-bengekku sendiri sampe Kamu harus ada di urutan terbawah dari semua hal yang lebih aku pentingkan ketimbang Kamu. Aku tau, kamu fine-fine aja mau aku kayak gimana pun. SayangMu masih tetep sama. PerhatianMu nggak lepas-lepas. Tapi entah kenapa aku merasa nggak adil ke Kamu karena menyia-nyiakan semua yang udah Kamu kasih. Padahal aku benci sesuatu yang terbuang sia-sia. Aku emang bukan pacar wannabe yang ajeg.

Han, Pacarku tersayang...
Denger-denger besok udah puasa. Ramadhan. Bulan dimana kasihMu bertebaran sepanjang nanodetik selama sebulan penuh sebagai ajang penebusan diri, meski kesalahan dan dosa tertuai seumur hidup. Ini gila! Sebejat apapun saya, dia, mereka, kami, tapi Kamu tetep kasih kesempatan untuk mengaku salah dan menunjukkan penyesalan--serta masih diganjar reward di akhirat nanti. Kamu sungguh terlalu baik. Amat sangat baik.

Damn, Han!
Kamu pasti tau kalo disini namaMu dijual demi rating. Pagi-pagi buta, dengan dalih menemani pacar-pacarMu mengisi perbekalan fisik guna memerangi diri sendiri, beberapa diantara kami mengumbar tawa dan lawakan mubazir; membagi-bagi 'rezeki' lewat judi yang kini bertajuk KUIS; mengingatkan betapa mulia dan heroiknya menahan lapar dan haus dan selalu mendengungkan pesan tersebut secara vulgar diiringi iming-iming untuk menggunakan produk tertentu agar pertempuran dengan nafsu menjadi lebih afdol; lalu merasa diri lebih 'bersih' karena telah beribadah dan dengan jumawa membersihkan yang kotor-kotor karena alasan ini.

Ada lagi yang lebih absurd, Han.
Ketika di penghujung masa bertempur itu datang hari yang dianggap sebagai kemenangan. Kita dipaksa merayakannya dengan mengumbar keinginan--dimana selama sebulan penuh telah jadi musuh terbesar. Sebelumnya, mendekati ruang dan waktu bertempur, kami berbondong-bondong meminta maaf seakan mati hanya tinggal di ujung lidah dengan alasan rindu gugur dalam tugas suci berperang dengan setan dalam tubuh. Tapi hey... kami tetap beli mobil, pakaian, perhiasan, makanan berlimpah dan memperbagus rumah demi menyambut perayaan nanti. Dini hari kami telah merencanakan bakal balas dendam akibat larangan makan-minum sehari penuh, nanti setelah matahari terbenam--sambil menodai ibadah kami dengan pikiran jorok tentang makanan dan minuman lezat. Kami seakan kalap menghadapi besok, dan menyesaki lambung yang kapasitasnya nggak seberapa ini dengan makanan, minuman dan keserakahan.

Han sayang...
Aku juga seperti itu--celakanya )= Jangan pernah menyerah ke aku yah. Aku masih punya sisi baik koq. Bener deh. Beri aku waktu. Beri aku kesempatan sekali lagi. Mungkin di penghujung Ramadhan ini aku bisa dapetin. Mungkin...

Comments

  1. Anonymous5:04 PM

    "...tetek-bengekku sendiri..."

    walah teteknya bengek tho?

    ReplyDelete
  2. Anonymous5:41 PM

    "...tetek-bengekku sendiri..."

    loh duwe tetek to ?

    ReplyDelete
  3. bayangkan jika biaya iklan itu dialokasikan untuk beasiswa anak anak miskin. selesai masalah negara ini. *ngimpi*

    hmmm....

    ReplyDelete
  4. Semoga Ramadhan kali ini lebih baik dari sebelumnya ya..

    ReplyDelete
  5. Anonymous10:40 AM

    Selamat menunaikan ibadah puasa, ya Jeng Pit.
    Semoga semakin deket dan "mesrah" sama Patjar Terchintah! hihihihi.

    ReplyDelete
  6. Anonymous12:18 PM

    njriit...pada masih terobsesi tetek bengek! puwasa gini oii!...

    kalo aku sih mendingan tetek yang seger!

    hai mas pito...apakabar

    ReplyDelete
  7. dasyar... wong-wong iki kapan sih mandeke ngemproh?! aku lho cuk lagi seriyus!
    xixixi...

    Mbak pipink:
    dereng, mbak. lagi bocor bulanan. dem.

    Maz Ipul:
    yuk, yuk, ngimpi bareng...
    *nonton hentai*

    Ombu:
    Aminnnnnnn....

    Jeung Hentjeh:
    Xixixi... aminnnnnnnnn... mudah-mudahan. tugas negara nih, demi ngumpulin point. haha!

    Maz Oon:
    Bwek!

    ReplyDelete

Post a Comment

Wanna lash The Bitch?

Popular posts from this blog

Another Fake Orgasm

Tentang "Dikocok-kocok" dan "Keluar di Dalem"

Story of Women