A Letter for the Insomniacs

Hi, Mbak dan Mas!

Terimakasih atas kerelaannya membolehkan surat kalian tak posting disini sebagai bahan tulisan. Saya merasa kalian dekat sekali.

Dan ini jawaban saya, meski sebenarnya juga nggak lebih dari curhat.

Kalian tau nggak? Ternyata memberi dan membiarkan semuanya mengalir bersama arus itu menyenangkan. Nggak kesusu dan nggak ngoyo itu nikmat. Mencermati tiap gerakan dan kejadian dari sebuah proses--entah panjang atau pendek--adalah sebuah anugrah, meski perih dan berdarah-darah.

Mungkin saya sama dengan kamu, Mbak, menjadi masokis sejati yang kebal terhadap sakit dan malah menikmatinya. Dan begitu yang dikatakan salah satu 'Angel' yang selalu setia berbagi pada saya meski jauh. Seperti kalian.

Tapi sungguh!
Rasa itu tidak terkatakan, ketika kita melihat orang-orang terkasih beranjak ke jenjang berikut, melihatnya mengumpulkan kepingan-kepingan puzzle yang terdiri dari darah, daging, airmata, energi dan waktu kita, kemudian mencermatinya menyusun keping itu satu demi satu menjadi sebuah gambar indah, melihatnya bahagia karena kita membantunya menyelesaikan sebuah agenda, adalah berkah luar biasa.

Ini cinta ya, Mbak? Bener cinta ya, Mas?
Jika ya, maka rasanya saya harus merubah mindset tentang apa itu cinta. Menurut si 'Angel' cantik, berjilbab dan cerdas, cinta adalah ketika kita menjadi tegak di dalamnya dan tidak jatuh mengaduh. Cinta adalah memberi dan membuat satu hati menjadi senang, yang lebih baik daripada ribuan kepala menunduk berdoa. Tapi saya nggak sehebat itu, Mas.

Saya belajar berkat sebuah perjalanan kemarin, yang membuahkan sebuah pelukan dan perasaan hangat. Anehnya, itu bukan nafsu. Saya mengenal seorang perempuan hebat, meski tidak secara langsung, yang mendedikasikan hidup dan rasa yang dia punya untuk seorang lelaki yang--akhirnya saya sadar--tidak terlalu hebat. Saya jadi punya alasan untuk hidup, mencermati, memahami segala sesuatu dan menyaring semuanya dengan hati dan kepala. Tidak habis saya bersyukur, Mas, Mbak. Karena ternyata saya masih berguna untuk seseorang, sesuatu. Walau kadang menyebalkan karena sering semuanya tidak berjalan seiring dengan yang saya mau. Tapi saya sadar, saya bukan pusat alam semesta.

Well...
Tiap awal ada akhir. Saya hanya nggak mau akhir itu datang terlalu cepat. Sepertinya saya harus berdamai dengan keadaan yang terlanjur ini, karena memang menyenangkan. Nggak papa deh ngejomblo ampe mampus, asal orang-orang terkasih yang dijadwalkan bertemu saya di beberapa waktu hidup mereka bisa naik ke atas, meskipun harus menginjak kepala saya. Lagipula, saya kadung dikutuk untuk selalu making impossible relationshit. Haha! (Ketawa saya nggak getir kok, Mbak dan Mas. Bener deh!)

Saya hanya ingin jika ajal menjemput saya nanti, mereka ingat dan mengantar dan--sukur-sukur--berdoa untuk saya nanti. Meskipun wishful thinking, gak papa kan ngarep dikit?

Selamat tidur. Mimpi indah. Karena dengan mimpi kita bisa berharap dan hidup...


[hey, Maz! ini untuk kamu. sangat reflektif dan jujur sejujur-jujurnya saya. dan jangan pernah lagi bilang sharp! bosen, tauk!]

Comments

Popular posts from this blog

Another Fake Orgasm

Tentang "Dikocok-kocok" dan "Keluar di Dalem"

Belahan Dada, Anyone?