Confession of a Civil Servant

Ini negara Indonesia yang kamu cintai, Sayang:

Ketika misalnya APBD punya anggaran untuk suatu program, katakanlah seribu perak, itu artinya lima ratus untuk kepentingan politik mempertahankan kursi kepemimpinan pejabat saat itu, tiga ratus masuk kantong sendiri, seratus untuk keluarganya, dan seratus untuk tujuan program tersebut. Mekanismenya sudah seperti itu sejak dulu kala. Saya? Hanya verifikator. Punya daya apa saya ketika proposal program sesuai dengan data yang ada. Kamu minta saya ganti pekerjaan? Saya enjoy ada disini. Ini satu-satunya pekerjaan yang menantang. Banyak deadline di akhir tahun, banyak ongkang-ongkang kaki di bulan Juni, banyak 'impossible tasks' yang ternyata saya mampu kerjakan. Ini lebih ke ego saya atas pembuktian bahwa saya bisa. Lagipula, sejak SMP saya sudah berkutat dengan hitung-hitungan macam ini. Kamu tau kakak saya pejabat. Dia sering kasih saya upah--meski habis untuk beli rokok--jika saya mampu menyelesaikan satu SPM ketika saya masih berseragam putih-biru. Lagipula, cuma saya yang bisa ngerjainnya. Uang haram? Nggak lah. Saya digaji sesuai TKS. Saya nggak korupsi. Komisi memang saya terima dari orang-orang yang proyeknya saya centang dan dananya cair. Saya nggak kasih target berapa mereka harus bayar ke saya. Dikasih, sukur. Nggak dikasih juga saya nggak minta. Jujur aja, kalo kamu mau kerja disini dan pengeluaranmu cuma untuk kebutuhan dasar, dalam setahun kamu sudah bisa beli mobil. Saya ajari kamu sampe bisa, meski saya harus bolak-balik puluhan kilo dalam sehari. Kamu bisa dapat lima hingga enam kali lipat gaji dari komisi yang mereka kasih. Sudah hampir lima tahun saya disini. Saya nggak berhasil bahkan beli motor sekalipun karena saya boros. Tapi saya nggak korupsi. Ya, saya mengerti sistemnya, kemana dana mengalir, dan sebagainya, dan sebagainya. Tapi saya nggak bisa merubah sistem yang sudah ada. Saya nggak punya daya. Saya hanya turuti apa yang ibu saya katakan dulu: Lakukan yang terbaik untuk pekerjaan apapun, entah halal atau haram, asal saya senang melakukannya.


Saya hanya bisa gemetar marah mendengar pengakuan yang diocehkan dengan santai dinihari itu, serasa tanpa beban. Koreksi: Saya cinta BANGSA Indonesia, alamnya, budayanya, manusianya, BUKAN negaranya dan yang menjalankan apa yang disebut sebagai negara. Catat itu!

Comments

Popular posts from this blog

Another Fake Orgasm

Tentang "Dikocok-kocok" dan "Keluar di Dalem"

Story of Women