Tentang Kendali
Ramadhan tinggal beberapa hari lagi. Puasa-puasa begini biasanya makanan di rumah tidak banyak berubah. Hanya es buah atau kolak yang biasanya tidak pernah absen setiap hari.
Ibu saya menyukai Ramadhan. Asalkan harga-harga tidak melambung tinggi. Baginya, memasak untuk makanan sahur dan buka itu lumayan irit dari segi waktu dan material. Dan ibu masih saja bertanya-tanya sampai sekarang mengapa bisa semua harga bahan makanan naik gila-gilaan dalam sebulan untuk para keluarga yang 'cuma makan segitu'.
Seingat saya, saya mulai puasa penuh sejak kelas tiga SD. 'Penuh' menurut ukuran ibu saya, turut sahur dan berbuka pada waktunya, nggak makan dan minum diantaranya. Padahal, andai beliau tau, pasti saya nggak dianggap puasa. Saya kerap 'nithili' tempe goreng di dalam lemari, siang-siang sepulang sekolah karena nggak tahan. Bukan karena lapar (seingat saya, saya nggak pernah merasa lapar), tapi karena pengen.
Ketika saya besar, saya lebih bisa paham tentang puasa yang tidak hanya tahan tanpa makan dan minum. Mulut saya berhenti bicara sembarangan, saya lebih pendiam, dan tidak berasap. Mungkin karena tidak bisa ngopi dan merokok. Dua hal itu sebenarnya yang menjadi motor saya.
Ibu guru agama saya dulu pernah bilang bahwa puasa itu sebenarnya adalah berperang dengan diri sendiri, melawan keinginan yang dilarang seharian. Dulunya saya nggak ngerti dengan omongan perempuan bulat menyenangkan dan terbungkus kerudung di hadapan saya itu. Setelah saya besar, saya baru mengerti artinya. Meskipun sedikit.
Ini tentang pengendalian diri, sama seperti yang diiklankan salah satu ustad di televisi duluuu sekali.
Terlepas dari puasa, kadang saya sendiri sering lupa dan tidak terkendali. Dorongan untuk melakukan sesuatu terasa amat sangat hebatnya hingga saya seperti HARUS melakukannya. Sama seperti ketika saya mencium kening Caca di depan abang saya. Saya tidak sadar bahwa perbuatan saya membuatnya iri, karena selama dua tahun Caca menjadi putrinya, dia tidak pernah sekali pun melakukannya. Baginya, mencium anjing adalah melanggar batasan antara manusia dan binatang. Padahal dia ingin sekali membawa mereka tidur di ranjang yang sama.
Dan saya tidak habis pikir mengapa banyak sekali orang berbondong-bondong menyerbu mall hanya untuk membeli pakaian dan mukena yang akan dikenakan saat Lebaran. Perayaan kemenangan yang cuma dua hari itu seperti tanpa rem. Semua hal yang dilarang sebulan penuh akan diumbar gila-gilaan. Opor, rendang, kue-kue kering, minuman ringan berkrat-krat. Semua membuncah, terhidang di meja makan, di dapur, di ruang tamu. Belum lagi parsel yang dikirimkan ke kolega bisnis.
Ada yang membuat miris setiap Ramadhan. Beberapa rumah dari kos saya ada tiga kamar kebobolan. Selalu begitu sebulang sebelum Lebaran. Para maling itu perlu uang untuk merayakan kemenangan. Dan saya makin malas menonton televisi, menghindari berita tentang korban yang terinjak berebut uang zakat atau sedekah.
Kalau sudah begini, apanya yang terkendali?
Gambar diambil dari koleksi wallpaper unduhan yang tersimpan dalam harddisk Pektay.
hari kemenangan bisa atau biasa diartikan sebagai :
ReplyDelete- hari pakai baju baru
- hari punya barang baru
- hari dengan tingkat prestise tinggi di mata masyarakat
- hari dimana jadi ajang pamer setelah sebulan ga bisa pamer
bisa dibilang, bukannya terkendali malah jadi lepas kendali... semua karena pengen serba baru tanpa mengerti makna 'baru' yang dimiliki hari raya Idul Fitri itu tadi...
Jadi miris, ini Lebaran ke-3 aku tak berkumpul dengan keluarga :((
Lebaran memang punya dua sisi...
ReplyDeletebukan cuma sisi kemenangannya aje ya boow
@Ocha
ReplyDeletebeen there, done that. somehow gwa ngerasa puasa dan lebaran KERE (huahahahaha!) jauh dari sanak kerabat dan orangtua itu adalah puasa dan lebaran sebenar-benarnya. somehow, tuhan pas dekeeeeeet banget ama gwa saat itu. hihi.
@Eda Eka
ya.. begitulah. sayangnya ternyata FITRI atau reborn itu nggak bisa dirayakan hanya dengan makanan sehari-hari. pasti akan ada pembenaran tentang PERAYAAN itu sendiri untuk bikin kue kering dan ketupat dan perabotannya itu. dua hari setelah lebaran, mark my word, obat penurun kadar kolestrol adalah yang paling dicari di apotik semacem Guardian dan Century. so damn ironic.
Ramadhan ya..
ReplyDelete- THR ?
Iya Ramadhan means meningkatnya level kejahatan & level kecelakaan *somehow*
@Eru
ReplyDeletegwa rasa kalo harga barang ga mendadak naek gila2an juga ga bakal ada THR. dan gwa rasa gara2 ada THR, ada kesenjangan daya beli lumayan edan, makanya tingkat kejahatan juga naek. menurut itungan gothak-gathik-gathuk gwa sih gitu.
ya itulah mbak... hasil doktrin kapital. mengidentikkan hari raya sebagai hari untuk berboros ria.
ReplyDeletesebenernya para kapital itu juga secara ndak langsung ikut merampok para konsumen...
@Lea
ReplyDeletelha? bukannya emang doktrin kapital itu sudah seharusnya gitu? bikin orang jadi konsumtif sejadi-jadinya biar dia dapet duit sebanyak-banyaknya? emang maksudnya gitu, kali.. rame-rame ngerampok konsumen. makanya, jadilah konsumen yg cerdas dan gamo dirampok ama kapital. jaaaaaaaaaaaaahhh!!! ngomong mah gampang! haha!