A Sort of Prayer
Surya tenggelam. Semesta terhimpit malam. Seseorang menyapa dalam kalam pada lengas kubikel suram. Dia, yang darinya terang didapat melampaui kelam, darinya ucapan selalu berakhir dengan acuh salam, darinya sepotong nasihat berbalut senyum membuat resah jiwa padam. Dia bilang: muram.
Katanya ada dusta menghunjam. Ada kalimah surga namun merajam. Ada kata berlekuk terjal jeram. Ada tanya terjawab bungkam. Ada rindu berbalas dendam!
Wahai, Sang Kala. Mengapa tak lekas tersudahi pulihnya sebuah hati dari halimun zaman? Ia tahan benaknya untuk menyimpan hanya satu resam. Bagaimana kau berpaling dari dia yang telah tuntas membayar dengan cahaya untuk semua yang dulu ia lakukan dalam kelam?
Sejenak, jantungnya menghitam. Ia, manusia biasa, bukan Brahmana atau Begawan. Namun ia ingin belajar bagaimana ikhlas dapat ia paham. Meskipun dia punya ego setinggi gemawan. Dan sungguh, ia belajar luruh, belajar turut, belajar lebur, menari dalam hujan teriring irama waktu walau kadang tertatih ngilu, belajar menyamarkan lebam dalam gelegar tawa yang diam.
Aku tak ingin menggugat, Han. Namun namaMu terbetik dalam gurat alis tertaut, tersirat melalui solilokui gumam. Aku yakin Kau tau bahwa dia punya luka yang telah teramat perih terkucur cuka masam. Dan kita bicara tentang hati, Han. Bukankah Kau Maha Pengampun? Tidakkah dia telah selesai melaksanakan penebusan? Akankah Kau biarkan dia tanggung pembelajaran perjalanan sendirian?
Ah, aku memang patut mendapat tamparan. Sepertinya aku khilaf bahwa Kau Sang Maha Maqam. Tak layak aku menempatkanMu dalam sudut temaram jika ia pun meninggikanMu di atas binar gemintang. Tak pantas aku mengerkah jalan jika Kau telah buatkan jembatan.
Maka jadikanlah, Han. Jadikan seluruh kuasaMu atas langit, atas bumi, atas manusia, atas seluruh alam. Pelihara semua laku dan perkataan kami agar Kau dapat sedikit tergambarkan. Namun berikan padanya yang terbaik yang pernah Kau nubuatkan. Lapangkan untuknya titian dan besarkan hatinya, Han. Karena dia selalu melakukannya untukku: sebagai insan yang berusaha jadi ihsan.
Han, selamat malam (=
Ps: Come what may, Dear God. Bring it on…
[semacam doa dalam hard disk dan sempat terlupakan]
Katanya ada dusta menghunjam. Ada kalimah surga namun merajam. Ada kata berlekuk terjal jeram. Ada tanya terjawab bungkam. Ada rindu berbalas dendam!
Wahai, Sang Kala. Mengapa tak lekas tersudahi pulihnya sebuah hati dari halimun zaman? Ia tahan benaknya untuk menyimpan hanya satu resam. Bagaimana kau berpaling dari dia yang telah tuntas membayar dengan cahaya untuk semua yang dulu ia lakukan dalam kelam?
Sejenak, jantungnya menghitam. Ia, manusia biasa, bukan Brahmana atau Begawan. Namun ia ingin belajar bagaimana ikhlas dapat ia paham. Meskipun dia punya ego setinggi gemawan. Dan sungguh, ia belajar luruh, belajar turut, belajar lebur, menari dalam hujan teriring irama waktu walau kadang tertatih ngilu, belajar menyamarkan lebam dalam gelegar tawa yang diam.
Aku tak ingin menggugat, Han. Namun namaMu terbetik dalam gurat alis tertaut, tersirat melalui solilokui gumam. Aku yakin Kau tau bahwa dia punya luka yang telah teramat perih terkucur cuka masam. Dan kita bicara tentang hati, Han. Bukankah Kau Maha Pengampun? Tidakkah dia telah selesai melaksanakan penebusan? Akankah Kau biarkan dia tanggung pembelajaran perjalanan sendirian?
Ah, aku memang patut mendapat tamparan. Sepertinya aku khilaf bahwa Kau Sang Maha Maqam. Tak layak aku menempatkanMu dalam sudut temaram jika ia pun meninggikanMu di atas binar gemintang. Tak pantas aku mengerkah jalan jika Kau telah buatkan jembatan.
Maka jadikanlah, Han. Jadikan seluruh kuasaMu atas langit, atas bumi, atas manusia, atas seluruh alam. Pelihara semua laku dan perkataan kami agar Kau dapat sedikit tergambarkan. Namun berikan padanya yang terbaik yang pernah Kau nubuatkan. Lapangkan untuknya titian dan besarkan hatinya, Han. Karena dia selalu melakukannya untukku: sebagai insan yang berusaha jadi ihsan.
Han, selamat malam (=
Ps: Come what may, Dear God. Bring it on…
[semacam doa dalam hard disk dan sempat terlupakan]
Comments
Post a Comment
Wanna lash The Bitch?