I Object!
My (was) significant one mendadak datang dalam bentuk selarik kata sapaan demi melihat status perangkat ngobrol saya bertuliskan 'terjebak'. Nggak masalah jika kalimat saya sebelumnya bukanlah: "Kalo ampe sore lo nggak dateng, tolong jangan kontak gwa lagi melalui media apapun. Pretend that I ain't exist at all". Ketika saya tanya motif dibalik sapaannya, dia hanya menjawab bahwa itu adalah bentuk kepeduliannya sebagai teman. Tidak lebih.
Namun apakah dia masih bisa dianggap teman ketika permintaan saya yang paling mudah--untuk tidak memperbincangkan agama--tidak dia respon sama sekali? Apakah definisi 'teman ' adalah pemaksaan kehendak akan penerimaan suatu informasi yang salah tanpa mau mendengar penjelasan lebih lanjut? Masihkah dia bisa dianggap teman ketika semua hal yang pernah dia katakan dulu--demi kemaslahatan bersama--ternyata diabaikan?
Pada akhirnya saya hanya akan membangun benteng pertahanan tebal-tebal, tinggi-tinggi. Salahkah saya jika dalam hal ini saya menolak terasuki Tuhan dan setan karena masalahnya hanya ada pada mu dan ku (sementara saya bosan berulangkali jadi audiens basi)?
Sudahlah. Semua Tuhan sama. Hanya nama yang beda. Jika kita nanti sama-sama masuk surga, kita buktikan bahwa salammu ke Dia dan salamku ke Dia akan tertuju pada Dzat yang sebangun dan sebentuk dan yang itu-itu juga. Jika kita nanti masuk neraka, tanyakan pada mahluk merah bertanduk dengan ekor panah dan tangan yang memegang trisula di ujung sana siapakah The Boss. Jawabannya pasti hanya satu: TUHAN (dan entah dalam bahasa apa dia menyebut).
Baiklah... Sekarang silahkan kamu pergi dengan tenang tanpa ribut. Biarkan saya sendiri disini dan mengenang salah satu ciptaanNya yang dulu pernah saya curahkan limpahan kasih lebih daripadaNya: Kamu.
... dan terbukti, yang setia ada disamping saya hingga detik ini adalah DIA! Mau apa kamu?!
Namun apakah dia masih bisa dianggap teman ketika permintaan saya yang paling mudah--untuk tidak memperbincangkan agama--tidak dia respon sama sekali? Apakah definisi 'teman ' adalah pemaksaan kehendak akan penerimaan suatu informasi yang salah tanpa mau mendengar penjelasan lebih lanjut? Masihkah dia bisa dianggap teman ketika semua hal yang pernah dia katakan dulu--demi kemaslahatan bersama--ternyata diabaikan?
Pada akhirnya saya hanya akan membangun benteng pertahanan tebal-tebal, tinggi-tinggi. Salahkah saya jika dalam hal ini saya menolak terasuki Tuhan dan setan karena masalahnya hanya ada pada mu dan ku (sementara saya bosan berulangkali jadi audiens basi)?
Sudahlah. Semua Tuhan sama. Hanya nama yang beda. Jika kita nanti sama-sama masuk surga, kita buktikan bahwa salammu ke Dia dan salamku ke Dia akan tertuju pada Dzat yang sebangun dan sebentuk dan yang itu-itu juga. Jika kita nanti masuk neraka, tanyakan pada mahluk merah bertanduk dengan ekor panah dan tangan yang memegang trisula di ujung sana siapakah The Boss. Jawabannya pasti hanya satu: TUHAN (dan entah dalam bahasa apa dia menyebut).
Baiklah... Sekarang silahkan kamu pergi dengan tenang tanpa ribut. Biarkan saya sendiri disini dan mengenang salah satu ciptaanNya yang dulu pernah saya curahkan limpahan kasih lebih daripadaNya: Kamu.
... dan terbukti, yang setia ada disamping saya hingga detik ini adalah DIA! Mau apa kamu?!
Comments
Post a Comment
Wanna lash The Bitch?