Revolusi Yuk!

Jadi...

Selama 3x24 jam tanggal 16 sampe 18 Agustus kemaren total gwa denger lagu Kucing Garong 26 kali. Diantaranya adalah buat bebunyian di booth panitia jalan santai, pengiring lomba makan kerupuk, balap karung, lari bakiak, dan sebagainya, pengisi jeda di panggung, untuk tarian anak-anak dari RT 03 (yang untungnya bukan RT gwa), dinyanyikan sama mbak-mbak seksi dengan pengiring organ tunggal, dan penyemangat bapak-bapak yang bertugas beresin TKP keesokan paginya.

Dalam 3 hari itu juga gwa liat gadis-gadis kecil umur 7 sampai 9 tahun bergincu dan ber-makeup tebal, pongah mengenakan rok mini dan tank-top, melenggak-lenggok di atas panggung mengikuti rancak musik ajep-ajep layaknya diva-diva mini sedang beraksi. Sementara bocah-bocah berpakaian tradisional karena Tari Piring yang mereka bawakan seakan menjadi warga negara kelas dua yang sama sekali nggak punya kebanggaan. Drama perjuangan? Karnaval? Arak-arakan bodor pembuat macet dengan anak-anak berseragam sekolah, berkebaya dan berbaju bodo, dengan songket dan ulos dan jarik parangrusak? Apa artinya?

Toh sumbangan seribu rupiah per orang dari segelintir ibu-ibu yang ikut senam di RW masih aja diembat. Garam beryodium dari kelurahan yang sejatinya dibagi gratis malah dikutip lima ratus per bungkus. Raskin di-markup 50% dan dijual pada mereka yang punya mobil mengkilat dan kulkas sebesar kamar. Dana pemberdayaan lansia dari kelurahan dibuat rayahan pengurus RW. LPJ nggak pernah ada. Pertanggungjawaban kas dijawab dengan kemarahan karena merasa tidak dipercaya. Yang benar dimusuhi, yang salah dirangkul. Kerja sosial mereka anggap sebagai salah satu sumber nafkah.

Lalu di belahan wilayah lain sesama manusia yang lahir dan besar di bumi ini meratapi kios yang jadi ladang penghasilan satu-satunya namun telah luluh lantak dimakan api. Beberapa bulan kemudian akan berdiri mall atau pusat perbelanjaan mewah yang barang-barangnya hanya mampu mereka pandangi. Sekelompok lainnya yang merasa telah membangun rumah di surga sebagai naungan setelah mati dengan enteng menunjuk yang lain sebagai pendosa. 'Dosa' masa lalu akibat terlibat gerakan terlarang masih tertanggung di pundak anak-cucu, menghambat mereka bekerja, bergaul, dan bahkan menikah. Meski kabar burung bilang nggak ada lagi cap TAPOL di kartu identitas mereka. 'Suara' rakyat yang mereka 'perjuangkan' di ruang rapat ber-AC dengan kursi empuk dan nyaman berubah jadi sekedar ajang balik modal dan sarana menangguk untung atas biaya kampanye pemilihan lalu.

Jadi... apa yang dirayakan?

62 tahun sudah. Masih nggak nyadar kalo kita harus berubah?

Merdeka, lah!

Masihkah kau dengar nurani yang berteriak lantang namun berusaha kau bungkam dengan timbunan harta dan wanita, wahai wakil rakyat? Masihkah kau mengeluh kalah tanpa daya sementara kita bisa bergerak, wahai sang rakyat? Jika kita memang bertuhan, maka vox populi vox Dei!

Untuk Ndaru Sukopet, salah seorang soulmate yang baru tau kalo neneknya pernah ikut Gerwani tepat di hari kemerdekaan. Untuk kakek saya yang ternyata sempat 'manggon' di Buru karena dituduh jadi anggota Lekra. Untuk Eyang Pram yang semangatnya masih membara di setiap tulisan hingga ajalnya menjelang. Untuk mereka yang berjuang atas masa depan bangsa yang lebih baik. Untuk mereka yang gugur demi status merdeka. Dan demi cinta saya terhadap sepetak tanah-air (yang dulunya) indah bernama Indonesia (atau Nusantara)... saya persembahkan omelan ini.

Comments

  1. repolusi gombal mukiyooo :)

    ReplyDelete
  2. Anonymous9:15 AM

    halaaaahhh....revolusi? revolusi apa? mari kita blogwalking saja lah!

    merdeka!!!

    ReplyDelete
  3. Anonymous10:08 AM

    postingan keren seperti biasa

    ReplyDelete
  4. Anonymous12:32 PM

    iya merayakan dengan blogwalking aja. ada banyak cerita2 lucu disana. :)

    ReplyDelete
  5. kok yho isok nyambungno kucing garong kr revolusi huehuehuehue........
    para wakil rakyat ??? wes gak usah diarepno,"ben, ben duso dw"
    :D

    ReplyDelete
  6. *memikirkan gimana caranya mengaplikasikan Utopia secara nyata...*

    ReplyDelete
  7. merdeka itu kan buat yang punya duit, yang ngga punya boro2 mikir merdeka, yang penting hari ini makan, besok lain cerita. Soal *criminal cat, serius lu ngitungin?

    *criminal cat = kucing garong

    ReplyDelete
  8. nDra:
    Huahahahaha!!! gilelu! bokap gwa juga bilangnya criminal cat jauhhhhhhhh sebelum lagu kucing garong ada!
    *asli, ndra. gwa itungin dengan gigi gemeletuk nahan bete*

    ReplyDelete
  9. caranya hiduplah dalam utopia :))

    ReplyDelete
  10. Kopet:
    udah sering. kalo masa-masa gwa males ketemu orang itu lagi idup di Utopia gwa sendiri. bwek!

    ReplyDelete
  11. reformasih aja brantakan kek gini.apalagi revolusi.huahuahuahuauha...

    ngimpi(TM)

    ReplyDelete

Post a Comment

Wanna lash The Bitch?

Popular posts from this blog

Another Fake Orgasm

Tentang "Dikocok-kocok" dan "Keluar di Dalem"

Story of Women