Impulsive

"Lagu lu nggak enak," ujar mbak-mbak berjilbab lebar waktu saya balik ke 'kotak penyiksaan' sehabis eek di kamar mandi.
Saya kaget. Bisa-bisanya Om Satriani (yang bapaknya Cimahi dan ibunya Amrik itu) dicibir sebegitu rupa! Dengan nada tinggi dan sengit saya sentak dia. "Biarin!"

Nggak, bukan. Saya nggak benci karena dia nggak suka Om Botak. Saya cuma nggak suka dengan sikapnya yang ngenyek terhadap apa yang saya pilih di playlist. Toh kita nggak sebilik. Saya juga ke tempatnya cuma tandatangan kuitansi upah thok thil. Why bother, Sucker?!

Buat saya, preferensi siapapun terhadap musik, pakaian dan makanan adalah sama seperti orang memilih ideologi dan bahkan agama tertentu: sangat personal. Masing-masing punya alasan sendiri, dan saya nggak pernah urusan sama apapun yang mereka suka. Gumunan, pernah. Karena saya sering menganggap 'kupingmu kupingku juga' buat beberapa teman yang punya kecenderungan musik yang sama dan heran waktu dia 'murtad'. Tapi ya wis to?!

Gwa nggak pernah nyenggol elu, jadi jangan sekali-sekali lo senggol gwa. Have I made myself so godamned fuckin' understood?!

Comments

  1. Anonymous8:07 PM

    iyah, galak :P

    ReplyDelete
  2. so?
    *kacak pinggang, dagu keangkat, mata jutek, bibir mencibir*

    ReplyDelete
  3. Anonymous9:28 AM

    makanya jgn nyetel lagu kenceng2...buat didengerin sendiri kan? bukan woro2 :D

    ReplyDelete
  4. Anonymous8:20 PM

    Aih...si eneng. Sabar...sabar...

    *sendirinya juga habis marah-marah. Hahahaha...*

    Jadi sebenarnya, marah itu perlu dan harus kok, biar seimbang. masa baik mulu seh? :d

    ReplyDelete

Post a Comment

Wanna lash The Bitch?

Popular posts from this blog

Another Fake Orgasm

Tentang "Dikocok-kocok" dan "Keluar di Dalem"

Belahan Dada, Anyone?