Stupidity, Anyone?

Rada gatal juga membaca masalah ini. Apalagi sampe Ndoro Sesepuh unjuk posting juga karena diamanahi 'imel pengaduan' (yang sayangnya juga mengadukan nama-nama 'korban' lengkap dengan link ke blog mereka masing-masing). Berkolaborasi bareng manusia gila mantan playa, ditengah tenggat yang nggak kalah gila, saya ikutan nyampah di situs begawan panatablogger itu (saya nggak akan link blognya karena beliau sudah terlalu ngetop!).

Sungguh, kata adalah senjata. Berbekal semacam disclaimer yang menjelaskan bahwa beliau belum sempat crosscheck dan check dan recheck di penghujung tulisan, betapa manusia-manusia berumah maya tersebut seperti mesiu tersulut di padang gersang waktu kemarau dengan komentar-komentar yang tajam menusuk seperti belati segar tergerinda. Mereka lupa jika beliau HANYA POSTING dan bukan jadi curhat center. Beberapa nama yang ada dalam daftar 'korban' menolak pernyataan mbak pencurhat dan menyangkal jika mereka pernah kena tipu. Komentator yang berusaha meluruskan permasalahan ke jalurnya malah disindir-sindir. 'Tertuduh' penipuan yang akhirnya nongol jadi berang karena telunjuk-telunjuk murka yang mengarah ke mukanya. Ujung-ujungnya melunak dan berbaik-baik. Mungkin energinya sudah habis untuk mengumpat. Sementara yang punya rumah sendiri nggak nongol-nongol hingga komen ke berapa ratus sekian. Pokoknya rame!!!

Iseng, saya bertandang ke halaman rumah si 'tertuduh', baca entrinya skip-skip, dan nemu ID Instant Messenger-nya. Saya tinggalkan pesan singkat, berkata bahwa saya baru baca entri Ndoro dan asik ngikutin komennya yang seru. Beberapa jam kemudian pesan saya terjawab dan kami ngobrol. Well, at least istilahnya ya gitu lah, meskipun saya banyak diam karena sibuk membaca hasil paste dari chatter lain yang dia pikir punya ketertarikan sama dengan saya. Padahal dia bukan mind reader dan apa yang membuat saya tertarik tidak seperti yang dia pikirkan. Aneh.

Dari hasil analisa otak rusak yang sering saya bentur-benturkan casingnya waktu migren hebat melanda, si mas yang ceting nggak umum itu ternyata cuma player ecek-ecek. Mungkin dia terlalu menjiwai salah satu peran dalam film yang karakternya too good to be true, bikin salah satu anggota klan Punjabi tambah kaya raya karena menangguk keuntungan dari pertunjukan hampir dua bulan, yang membuat mbak-mbak berjilbab lebar berbondong-bondong ke sinema, bikin mereka terkaing-kaing sama mas-mas alim-baik-keren dan berharap nemu satuuuu aja (buat mereka masing-masing) di dunia nyata. CMIIW, tapi begitulah yang saya liat dari kacamata butut saya yang sering berembun ini.

Mas-mas yang, konon, asli ti Garut ini bermanis-manis playing bad-boy-wants-to-be-good dengan beberapa rayuan edan adaptasi dari Ayat-ayat Cinta. Dan mbak-mbak 'korban' yang mungkin bosan dengan kehidupan rumahtangga mereka yang lurus-lurus saja seperti mendapatkan lahan untuk beramal dan berbaik hati dengan sedekah perhatian. One thing leads to another, dan kisah roman-romanan berlangsung setelah itu.

Saya sangat menyayangkan mereka yang tidak punya hidup seperti saya yang sering berada pada lubang jarum, dimana situasi dan kondisi kritis adalah makanan saya tiap hari hingga bikin mati rasa. Mereka yang selalu berada pada kondisi senang-mapan-nyaman dan lurus-lurus saja lalu bosan kemudian mencari setitik adrenaline rush yang akan membuat mereka 'menyala' kembali. Dan mengapa saya menyebut korban dan pelaku dengan tanda kutip? Karena mereka bukan keduanya. Mereka hanya orang-orang maya yang saling menemukan apa yang mereka butuhkan. Dan itu sangat pribadi namun terumbar pada orang-orang dalam lingkaran terdekat. Dalam jeda waktu yang saya nggak peduli kapan, mbak-mbak tersebut (yang digambarkan sebagai ibu-ibu muda dan segar) mungkin mundur selangkah dan melihat bagaimana big picture antara mereka dan si mas garut ini terbentuk, menyadari bahwa gambar itu miring tidak beraturan, merasa bodoh, lalu tersadar dan kembali ke jalan yang benar (Haleluya! Praise the Lord!). Case closed.

Really?

Tidak, karena everything has its price ketika di satu masa datang Joan d'Arc berpedang imel lengkap dengan tautan yang saya siggung di atas. Satu hal yang saya patri di benak: bahwa tidak semua maksud baik tersampaikan dengan baik. Dan begitulah mbak Joan d'Arc ini. Seperti Chicken Little yang memperingatkan seisi kota bahwa langit runtuh menimpanya dan dicela-cela karena angkasa masih baik-baik saja, Mbak Joan d'Arc pun di'hajar' dengan penyangkalan-penyangkalan dari mbak-mbak 'korban' karena maksudnya tersampaikan dengan gaya infotainment basi di televisi yang kerap mencekoki ibu-ibu rumahtangga dan babu dan mbak-mbak dan mas-mas pecandu gosip, dari pagi hingga pagi. Well, at least soul-nya kena jika bicara tentang martir.

Namun bukan itu yang terpenting.

Yang paling saya sesali adalah adanya orang sekaliber Ndoro (bergelar Penatablogger oleh 'tertuduh') mewartakan imel sesensitif itu dengan nama dan tautan yang tidak diedit. Mungkin kesibukannya membuat beliau minim waktu untuk memoles imel sepanjang itu. Mungkin beliau juga tidak begitu sadar akan efek bola salju yang bakal terjadi. Namun ada satu hal terpenting, vital, dan berakibat sangat fatal: tidak ada seorang pun with the sane mind yang suka dianggap bodoh dan ditertawakan orang.

Fuck citizen journalism yang bakal tertata rapi dengan media sebebas ini bila masing-masing orang tidak punya etika bercerita jika menyangkut stabilitas rakyat banyak. Namun bahkan Roma tidak terbangun dalam sehari, begitu juga blogosphere aman-damai-tentram-sentosa. Mungkin ini pembelajaran buat kita dan orang-orang yang tersangkut di dalamnya. Dengan harga yang sangat mahal.

Dan saya bersyukur sekarang karena telah membangun benteng Hogwarts tebal dan tinggi di sekeliling saya dan halaman maya ini.

Comments

Popular posts from this blog

Another Fake Orgasm

Tentang "Dikocok-kocok" dan "Keluar di Dalem"

Story of Women