Tayang dengan persetujuan. Coincidence is a myth. We're meant to meet anyone who crossed our path. Some left as friends, lovers, and even soulmates; some left us a lesson. Namanya Vembri , tinggalnya jauh (dan mahal) di Papua sana. Saya mengenalnya karena teman hidupnya adalah juga teman saya seangkatan di kampus AMDG. Waktu saya ke Jakarta kemarin, kami sempat bertemu. Dia ke Jakarta karena urusan popotoan. Namanya masuk menjadi salah satu penerima hibah dari Panna Foto Institute . Sebenarnya saya hanya kurir. Saya membawakan majalah Natgeo Indonesia titipan istrinya, Pipin, edisi khusus Januari tentang obat-obatan karena tulisan dan foto Vembri terbit di sana. Tapi karena saya orangnya ogah rugi, ya sekalian saja saya aku-aku teman. Vembri adalah salah satu dari berderet-deret fotografer yang saya kenal di Jakarta, Jogja, dan Bali. Lingkaran kami yang bersinggungan akhirnya membuat kami ngobrol di WhatsApp. Dan seperti semua kejadian "serba kebetulan" lai...
weh, saya aja belon bisa :P
ReplyDeletelha emang beol tiap hari ga ikhlas? do it that way!
ReplyDeletetapi saya belum ikhlas ngajarin, gimana dong? hihi
ReplyDeleteNyebar godhong koro....sabar sak wetoro!
ReplyDeletebelajar itu kalo bisa sendiri, ga boleh kerjasama :P
ReplyDeleteKatanya sih, ikhlas itu harus diawali rasa syukur atas semua yang telah kita dapati. Caranya bersyukur?
ReplyDeleteNih! *sodorin cermin*
Didut:
ReplyDeletega bisa koq komen!
Maz Iway:
yang mesti diiklasin nggak sebau dan sewajib ngebuang tokai dari dubur.
Mbak Nana:
bwek! (=
Ndoro Seten:
Kolo mangsane, Ndoro. titi kolo mongso...
Maz Hedi:
ya gpp duonk. kan belajar kelompok. sosialis populis getoloh! *halah!*
OmBu:
percuma. my reflection is invisible...
aku juga lagi mengejar si ikhlas. tapi kok belom ketangkep-ketangkep ya... :(
ReplyDelete