Posts

Showing posts from June, 2006

PPA: Puisi Putus Asa

Duh, Han... Aku lelah Lungkrah Tersesat Di tempat bernama 'hidup' Kompas yang kupunya Sekarat Luluh-lantak Jarumnya berserakan Jatuh dalam serpihan Keping-keping Peta yang kusimpan Lusuh, kumal Tak terbaca Hilang, kabur Disini dingin, Han... Kabut buat bintang buram Anginnya mengeringkan mata Gelapnya membutakan Aku gigil, sepi, lapar ... dan sendirian. Kamu tahu dimana bisa kutemukan sosok yang menyebut diri ' t e m a n ' ???

Oh, Begini Ya Rasanya Jadi Korban Drakula...

Seminggu yang lalu akhirnya gwa bisa juga jadi donor darah. Niat beribu-ribu tahun lalu--karena jadwal tidur yang ga karuan bikin kadar hemoglobin gwa rendah makanya selalu tertolak jadi donor--akhirnya kesampean juga. Salah satu program yang ada di event terbesar di Jakarta ini emang ada acara donor darahnya selama 32 hari penuh, dari buka ampe tutup, 10 am - 8 pm on weekends and 3 - 8 pm on weekdays. Hari kedua, gwa adalah pendonor ketujuh. Mesakno. Padahal ada ribuan pengunjung yang datang hanya dari dua hari itu. Si Ibu yang jadi sukarelawan bilang, katanya mereka kurang dipublikasikan. Padahal mereka udah dikasih tempat luas, free-of-charge, dengan AC menyejukkan dan tempat yang nyaman. Hanya karena Mr. President urung meluangkan waktu saat upacara pembukaan, mereka mutung lalu hilang orientasi, makanya flier dan pamphlet hilang entah kemana. Yah, Bu. Namanya aja aksi sosial yang digalang (hampir) tanpa dana. Mana mau orang dateng wong gak ada 'penarik'nya? Kalo mau diba

Di Jakarta Nggak Ada Orang Miskin!!!

Siapa bilang orang Jakarta miskin?! Di hari ke enam acara tahunan ini, tercatat total 429,332 pengunjung dengan tiket masuk Rp. 11,000 on weekdays dan Rp. 16,000 on weekends and holidays. Kebayang berapa jumlah uang yang dikeruk hanya dari tiket ini aja? Di dalem, ribuan stand berlomba-lomba narik pembeli. Dari yang pasang badut-badutan sampe sandwich-board. Atau mbak-mbak berpakaian mini yang nawarin produk-produk rokok, cemilan, sampe susu (susu mbaknya sediri ditawarin ndak ya? =P). Diiringi lagu ajep-ajep sampe dangdutan yang suaranya melebihi ambang batas toleransi yang bisa diterima kuping. Edan lah. Kalo lagi rehat atau kerjaan udah nggak ada, gwa sering keliling dan nongkrong di sebelah pengunjung yang lagi duduk-duduk di pinggir. Dari yang klimis sampe yang lusuh. Yang rapi-wangi-modis bisa ketauan: mereka adalah the-have Jakartans yang untuk nyampe ke venue pakek mobil ber-AC dan nggak kringetan. Yang dekil-norak-berminyak: the have-not Jakartans and people from Jakarta buff

Lokalisasi Bernama KANTOR

Lucu ya, ngantor tu. Meskipun nggak resmi-resmi banget, tetep aja banyak politik, banyak dos and don'ts. Seperti negara kecil, dimana ada penguasa (penindas) dan rakyat (tertindas). Sama seperti kantor-kantoran gwa beberapa bulan lalu. Lo nggak mungkin bertahan hanya dengan tugas yang terlaksana dengan baik, serapih dan secepat apapun itu. Meski disini gwa berkutat dengan orang-orang media yang dianggap paling nyantai dan asik, tetep aja mereka masih mengharap kepala kita tertunduk-tunduk dan wajah sumringah dengan senyum penjilat, meski kamu sedang lelah setengah mampus. Meski lelah yang kamu tanggung nggak sebanding dengan bayaran yang didapat, sementara celah demi tambahan pemasukan yang kamu upayakan membuat posisimu berada di ujung tanduk. Damn! ... and here I am. Melakukan sesuatu yang saya suka dan berbaur dengan orang-orang yang saya nggak suka. Melacur sebulan, sampai entah kapan... Office sux! [Hey! Saya marah, bukan mengeluh!!!]

Na'...

Mata lo bagus. Seperti bintang : kerlip, berbinar sedikit, tapi cemerlang terang saat semua gelap Seperti pisau : tajam, mengiris, mencongkel menyelidik Seperti danau : tenang, teduh, damai nyaman Seperti karang : keras, tegas, masif bergeming Tapi yang gwa suka waktu lo tunduk saat gwa bilang, "Besok gwa pergi. Nggak tau kapan balik." Atau waktu lo menggeragap ketika gwa tanya, "Dari segambreng temen lo, kenapa lo ajak gwa?" Tiap gwa makan di kerangkeng sini gwa inget elo karena lo bakal betah, gwa yakin sebab kita makan tanpa daging tanpa ada binatang yang harus mati. Maaf, Untuk janji yang tidak tertepati karena urung turut merayakan 'ketidakberdayaan' selama dua puluh enam tahun Juli nanti Maaf, Untuk segelas air yang menciprat dari gelas gwa ke muka lo dan cengiran penyesalan gwa karena reflek nan jahanam Tapi satu hal yang gwa bawa sampe mati ... mata lo bagus... [hilang ide mau nulis apa karena nginep di kantor]

I'm Starting to Smile... and fading later on (Yakin!)

Image
Phew! Akhirnya sempet juga ngentri setelah tiga hari ngantor temporer di sini . Lumayan lah. Akhirnya gwa 'normal' juga. Tidur teratur, jam 2 pagi paling telat jam 3. Bangun jam 7. Sarapan. Mandi. Berangkat. Berkemeja, celana panjang dan sepatu. Tiap hari. Itu juga kalo nggak males. Hehe. Orang-orang dengan muka-muka baru datang silih berganti tiap hari. Mulai dari wartawan beneran sampe wartawan boongan. Mulai dari yang klimis sampe yang lusuh. Dari yang sopan ampe yang ngerasa Media Center punya nenek moyangnya. Macem-macem. Menyenangkan. Asal mereka nggak ngegusur gwa pas kerja. Kalo gwa merasa situasi nggak ngenakeun, mending jalan-jalan. Gila aja! Pengunjung tu ampe bejubel, ngantri untuk beli tiket seharga sebelas ribu on weekdays, ampe yang hamil hampir pada beranak, mosok gwa yang tiap hari ada di TKP nggak jalan-jalan?! Ujung-ujungnya ya... liat orang-orang pada belanja muasin nafsu posesif mereka. Liatin mas-mas ganteng yang bagus sebagai Vitamin A penyegar mata dan

Hmmm...

Ada seseorang yang merasa kesal dengan Yang (katanya) Di Atas Sana. "Aku mangkel. Dimana Dia saat manusia bertumpasan karena bencana? Kayaknya penciptaan itu jalan sendiri dengan hukum besi fisika!" Jadi inget tulisan si Ibu yang di review disini . Ada analisa yang gwa suka: Karena dulu ada banyak nabi, Tuhan serasa ada di tengah. Ketika sang nabi berkoar menyeru kebaikan, dan yang diseru nggak patuh, maka diporakporandakanNyalah tanah tempat mereka berpijak. Lalu turun ayat sebagai reminder yang dipakai sebagai acuan oleh pengikutnya sekarang, yang disebut Kitab Suci. Saat ada konsensus bersama akan nabi terakhir dan bagaimana gambaran akhir dunia nanti, Tuhan seakan mati. Waktu teknologi sedemikian majunya dan semua hal dianalisa dengan logika, maka akan selalu ada penjelasan ilmiah untuk setiap hal yang terjadi. Tidak ada nabi penyeru, yang ada hanya rasio. Dan suara Tuhan sudah tidak lagi terdengar. Dianggap mati. Seorang gadis belia umur delapan belas berkata, "Ken

To A Dear At Heart

Han, Ternyata susah sekali mencari Kamu dalam sebuah wujud Diperlukan jagad dan seluruh isinya untuk mengerti Kamu Sering, itu juga belum cukup Tapi dari sebilah rumput pun kadang Kamu terpahami. Ah... dasar Kamu, Si Maha Kontradiktif! [Kenapa gwa baru tau ya? Oalah, Nduk... Neng ndhi wae, tho?! *garuk-garuk kepala yang nggak ketombean*]

It's All About Starting

Akhirnya! Atau awalnya? Ntah. Gila! Mungkin kayak gini rasanya orgasme. Lega. Eh, boker juga denk. Terima gaji juga gitu. Puas, meskipun masih ada bagian-bagian yang bolong. Apa sih? Ada deh... Hehe. Pokoknya gwa lega banget waktu akhirnya bisa ngejadiin satu hal yang bertahun-tahun lalu diyakinkan seseorang kalo gwa bisa bikinnya. Gara-gara perjalanan liburan gwa selama tiga harmal (Halah! Alm. Pram banget bahasanyah!) ke Bandung, ketemu beberapa begundal pemikir yang menyamar jadi manusia biasa. Gwa banyak belajar dari mereka. Kalo mereka aja bisa, kenapa gwa nggak?! Terima kasih untuk waktu dan pembelajarannya. Ternyata nggak sesusah yang gwa kira. Awalnya emang sulit banget, tapi kalo udah kena tombol yang pas untuk disentuh, terusannya jadi lancar. Mengalir. Enak, lah! Sekali lagi, terima kasih. Karena kalian saya ada... (Iklan banget nggak sih?!) A deep bow to Wenny, Amma, Cikur di Dipati Ukur (Hey! Berrima!), Om Japon dan kamarnya yang udah gwa bajak untuk nonton Spongebob... an