Catatan 1: Chance, Anyone?



Universe is never kind, nor just, nor gentle, nor evil. Whatever happens, it is its way of balancing to its equilibrium. 

Percaya kebetulan terjadi untuk suatu alasan? Saya nggak. Kadang apa yang dinamakan "kebetulan" hanya sekadar hal yang emang udah jatah saya buat ngalamin. Termasuk di dalamnya adalah keberuntungan dan keapesan.  

Lalu permohonan yang nggak sengaja terucap dalam hati pada November tahun lalu berbuah tiket pesawat hari Sabtu nanti. Di tengah siklus banjir beberapa tahun sekali yang melanda Jakarta dan sekitarnya saya harus berbenah, memasukkan hidup yang selama ini saya jalani agar muat ke dalam satu ransel (dan satu tas selempang). 

Saya nggak mau membebani mbak-seksi-ibu-tunggal yang akan jadi tempat saya menumpang nanti. Jadi, apapun yang terjadi semoga posting kerjaan lancar mampir ke surel supaya saya bisa bantu-bantu bayar tagihan listrik. Kalau nggak betah, Jawa dan seisinya juga nggak bisa menolak saya jika ingin balik lagi. Bukan pulang, karena saya percaya Bumi dan seisinya adalah "pulang" saya. 

Saya bukannya nggak bersimpati dengan keluarga saya yang ketika saya mengetikkan ini mungkin belum sempat tidur sekejappun karena rumah masih tergenang air sementara saya 30 km lebih jauhnya (menurut hasil tracking Google Map), di lantai dua, berselimut, dalam keadaan bersih, kering dan hangat. Namun keluarga kami percaya tidak ada kesempatan kedua. Jadi, dapetnya sekarang ya jalan lah sekarang. Semua serba dadakan, impulsif, terburu-buru. Mungkin itu yang kalian lihat. Di mata saya, semua adalah petualangan. Saya nggak sempat bertanya apa yang ibu saya pikirkan mendengar anak pertamanya yang jarang di rumah mau nyebrang pulau dan berencana menetap di sana. Mungkin beliau hanya menganggap saya pindah kos lagi. Atau ada project di mana lah yang mengharuskan saya melenyap beberapa bulan. Semacam itu.

Dan seumur hidup I'm bad with goodbyes. Mendingan orang nggak tahu saya pergi ketimbang saya harus pamit, memandangi wajah (yang sepertinya) sedih atau disedih-sedihkan karena saya bakal nggak ada secara fisik ketika mereka perlu saya dan sebaliknya. Saya masih perlu kalian. Teman, kenalan, siapapun yang interaksinya menghidupkan saya setiap mata saya membuka. Namun seperti yang sudah pernah saya lakukan berkali-kali: ada proses eliminasi untuk bisa maju; ada beberapa yang harus ditinggal supaya nggak keberatan bawa bagasi tambahan berupa kenangan emosional; ada adaptasi dan kompromi yang mengharuskan saya menatap sepasang mata manusia yang belum saya kenal sama sekali. Dan itu hanya siklus, mencari titik kesetimbangan dalam hidup saya yang nggak pernah seimbang.

Ketika saya mengetikkan ini, pukul enam lewat dua menit di Jumat pagi, saya dengar suara hujan menderas lagi dari luar jendela kamar. Dalam kepala saya ada gambaran tentang para pengungsi banjir yang harus meninggalkan kediaman mereka menuju tempat-tempat penampungan, berhimpit-himpitan dalam dingin menggigit dan lapar, pakaian seadanya, nggak bisa ngapa-ngapain selain duduk memeluk kaki berdampingan dengan orang-orang paling terkasih. 

Sebelah diri saya menghela napas sedih. Mengapa kalian sia-siakan kesempatan sepanjang waktu dan tidak melakukan apapun untuk menghalau air kiriman hingga banjir terlanjur menghantam? Mengapa kalian bersikukuh tinggal di tempat-tempat dengan saluran air buruk? Mengapa semua orang nggak punya kesadaran tinggi tentang standar bersih yang seragam? Namun diri saya yang sebelah lagi menghela napas lebih sedih, membayangkan ada kanak-kanak, bayi, ibu hamil dan menyusui, sesepuh dan hewan peliharaan yang mengalami nasib serupa. Sekali-kalinya dalam hidup, ketika saya sampai di "sini", saya ingin harapan saya terkabul oleh siapapun yang mendengar, entah Tuhan atau setan atau alien:

universe, be nice to those people and stop the rain.

Dengan harapan yang sama saya akan berangkat besok. 

Don't say goodbye. Saya cuma jalan-jalan, bukan mau mati. Therefore, I'll be seeing you all again, bastards. One of these days...

(=




                           

Comments

  1. @diditjogja7:47 AM

    Minggat nengdi To?

    ReplyDelete
  2. Kirain kemarin tuh cuma mau jalan-jalan. Ya wis, kapan-kapan kita bersua lagi, mungkin di Bali atau di tempat lain ^_^

    ReplyDelete
  3. ya kan kalo bosen tinggal balik ke rumah Bu Anggi =P
    I'll be needing you next week ya, Kakak Mijon! mwah!

    ReplyDelete
  4. Kamu mauh kemana? Kok ga bilang bilang, huhuhu, pdhl tgl 1 aku mau ke jkt, kangen kamuh

    ReplyDelete
  5. semoga sukses di tempat barunya pit..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Mbak Gita
      Ya ntar kan bisa ketemu lagi. I'll be waiting in Bali yaaa!

      Papa Kelsa
      Sengsyuuu!

      Delete
  6. Anonymous11:53 AM

    Mbak Pito mw ke Baliiiiiiii~
    #eh

    ReplyDelete
  7. Kuchikuchiwawawa
    Udah seminggu di Bali dooong. Hwaaaaa!

    Tante Iwa
    Kemarikan! Rindu order nih! ((=

    ReplyDelete

Post a Comment

Wanna lash The Bitch?

Popular posts from this blog

Another Fake Orgasm

Tentang "Dikocok-kocok" dan "Keluar di Dalem"

Belahan Dada, Anyone?