I've Got The Power!

Kamu tahu nggak bahwa tirani kekuasaan bisa didapat dari mikrofon kancing? Kalo nggak percaya, pantengin televisi dan cari program talk show yang berbalut lawakan atau minimal yang presenternya pelawak kelas dua. Atau untuk lebih jelasnya, cari deh berita tentang keplesetnya salah satu pembawa acara merangkap penghibur--entah siapa yang dihibur--yang menjadikan perkosaan sebagai bahan tertawaan.

Nggak hanya itu. Di acara-acara offline yang ada MC-nya saya sering mendapati si pemegang mikrofon ini menyalahgunakan kekuasaannya dengan mengolok-olok penonton yang harus naik ke atas panggung. Misalnya dengan mengatakan "Wah, pegangan. Gempa nih!" waktu yang dipanggil ternyata bertubuh besar. Atau "Cieee... baju masa kini, muka masa gitu?!" ketika si 'korban' ternyata dandanannya oke banget tapi giginya tonggos. Dan ini salah satu alasan saya untuk males ikut games di acara-acara kayak gitu meskipun hadiahnya bikin liur menitik. I'm through being a laughingstock. That's why I love to laugh with you, not to laugh AT you.

Tapi... kekuasaan dari mikrofon? Kok bisa?

Karena di acara-acara seperti itu presenter atau MC adalah raja. Namanya juga Master of Ceremony. They are the masters as we are the slaves. Suara dan sikap tubuh mereka harus mendominasi ruang-ruang kosong antar-acara untuk menghidupkan suasana, dan hanya mereka yang memang difasilitasi untuk tujuan tersebut. Karena itulah mereka dibayar, sebagai peniup nyawa demi suksesnya perhelatan. Dan kita adalah bawahan, adalah budak, adalah penonton, harus tertib mengikutinya (apalagi jika itu acara kumpul-kumpul resmi dari kantor, siapa yang berani walkout?!). Meskipun MC memegang cue card sebagai panduan, seringkali mereka harus "megang" penonton dengan improvisasi biar nggak pada jenuh. Salah satunya adalah dengan nyari banyolan-banyolan yang bikin orang langsung ngakak. Dan, apalagi yang gampang membuat kita tertawa selain kesialan orang lain?

Saya biasanya hanya mengernyitkan alis dan bertanya-tanya kenapa bisa presenter/MC penindas semacam itu dapat job?! Sampai suatu hari saya ngobrol dengan salah satu begawan tempat saya berguru secara freelance dan beliau memantik pertanyaan itu mengkristal mengemuka. "Ya yang laris ternyata yang kayak gitu, jeh," sahut beliau. Itulah mengapa saat mencangkul di ladangnya yang lama dulu Paman Begawan tak pernah mau setuju mengkaryakan beberapa nama MC yang track record-nya sebangun-sebentuk, seberapapun ngetop dan lucunya mereka. Betapa uang menghalalkan penindasan yang dituruti tanpa kita sadar penindasan itu ada di depan mata.

Kasus 'pelecehan budak' atau yang kita lihat sebagai cela-celaan-yang-harusnya-tidak-berbahaya itu seperti menguarkan pesan subliminal samar, melintas di ruang keluarga melalui layar kaca (atau plasma) tanpa bisa kita cegah. Bahwa pelecehan adalah wajar karena itu terjadi di televisi nasional, bahwa menjadi orang kondang sama dengan bebas merendahkan orang lain. BAHWA KITA TERTAWA KARENA KITA LEGA BUKAN KITA YANG DITERTAWAKAN. Sementara itu para 'majikan' sendiri seperti nggak punya tanggungjawab moral kecuali terhadap perut sendiri. Makin kasar celaannya, makin banyak orang tertawa, makin tinggi harganya karena semakin banyak pula tawaran job yang mengalir. That sucks. Big time.

Saya angkat semua jempol yang saya punya untuk para pejuang yang memperkarakan pelecehan ini ke komisi penyiaran. Mereka membalik makna Master/Slave yang penghibur/penonton menjadi Master/Slave yang penonton/penghibur. Nggak bakal ada penghibur-penghibur ngetop tanpa banyaknya orang menonton. Dan mereka harus tahu itu. Kita yang majikan karena kita yang membayar para penghibur dengan waktu dan mata yang kita punya. Jadi, pesohor-pesohor, pesan saya cuma satu: nggak usah pada belagu lah.



ps. eh, saya beneran penasaran. Apa kabarnya lisensi copyrights para pengunggah video yang karyanya digunakan secara komersil di program televisi dengan tulisan "courtesy of YouTube" kecil-kecil di dasar layar...?

Comments

  1. Anonymous12:38 AM

    lha, jangankan pengunjung yang di"hina".
    sudah beberapa kali ke acara nikahan, MCnya (mau yang ngakunya cabutan sampe yang diaku dibayar mahal), seringkali MCnya melecehkan mempelai, yang notabene pemberi pekerjaan.
    dan kerennya mempelainya manut2 aja dicela-cela.

    "wah, ini namanya cinta. walau pendek begini, tetep aja laku dan dapet istri cantik ya. coba istrinya disayang-sayang, biar istrinya sayang terus sama kamu."

    "ga papa ya neng, walau lebih tua dari yayank, yang penting cinta ya. walau nanti mungkin anaknya suka nanya: papa, kok perginya sama nenek terus?"

    "ciuman yang lamaan ya, ayo hadirin pada tepok tangan. katanya [insert nama mempelai pria] jarang cium [insert nama mempelai cewek]"

    ada apa ya dengan "humor" yang harus menjatuhkan orang lain atau mengumbar "cucian kotor" orang lain?

    ReplyDelete
  2. wah, MC gila itu mah. udah bosen idup. kalo gw yg jadi keluarga mempelai, ga usah nunggu acara selesai, udah gw tonjok saat itu juga.

    tapi entah kenapa gw kalo dateng acara kawinan gitu ga pernah merhatiin MC. soalnya biasanya rempong (karena didapuk jadi panitia) atau riweuh (fokus ke meja2 yg di atasnya banyak sekali berisi makanan). haha!

    ReplyDelete
  3. btw, tentang humor "cucian kotor orang lain" gw masih belum nemu teori yg pas selain "naik ke atas dengan menginjak kepala orang lain". gaya2 FPI lah, ngegerebek kafe atau rumah bordil karena kalah keren ama pengunjung2nya ((= itu cara paling gampang buat orang yg dying to exist tapi ga punya prestasi lain selain nyelain orang lain. makanya dia sampe nyelain yg ngasih kerjaan juga. ga tau diri.

    betewe, besok2 kalo ninggalin muntahan agar dikasi nama ya yg muntah siapa. nama siapa kek lu pake, biar ga anonim aja. terima kasih (=

    ReplyDelete
  4. Anonymous11:34 AM

    Yang tersinggung, yang risih, yang sebal sama MC sampah gitu cuma orang masih sensitif dan masih punya harga diri, udah langka sekarang sih.

    Dijamin lebih banyak yang bakal tertawa daripada yang terluka. Cuma diledek gitu ngapain dimasukin ati sih?

    MC kan cari duit juga, anaknya perlu sekolah, bininya perlu bedakan, dan tetangganya perlu diamplopin tiap kali bikin hajatan. Masih harus bayar KPR juga.

    MC memang harus menghina, melecehkan dan kalau perlu memfitnah orang lain supaya suasana jadi ceria. Tidak ada cara lain. Ingat, small minds talk about people, not ideas! Sadari itu, bitch.

    ReplyDelete
  5. that's why I write, as long as I still have that consciousness.
    thanks, Bastard masta! I always know it was you.
    *menjura*

    ReplyDelete

Post a Comment

Wanna lash The Bitch?

Popular posts from this blog

Another Fake Orgasm

Tentang "Dikocok-kocok" dan "Keluar di Dalem"

Story of Women