Immi Sayang…

Halo, Immi!

Aku denger kamu mau sekolah ya? Aku jadi inget waktu pertama kali aku pakai seragam putih-merah. Cupu abis. Aku kayak bayi besar. Aku nggak TK, jadi langsung masuk SD. Kata ibuku, di TK cuma diajarin makan sama nyanyi. Di rumah juga bisa. Dan waktu ibu sadar semua teman sepermainanku—yang rata-rata lebih tua—sudah mau masuk sekolah, ibuku rada panik aku nggak punya teman. Makanya aku disekolahin aja, jadi murid paling bongsor dengan umur paling muda di kelas.

Immi udah bisa baca? Waaah. Keren. Mommy dan Daddymu hebat banget tuh, kamu kecil-kecil udah bisa baca. Aku kenal Daddymu lho dari blognya. Dulu banget aku suka baca. Terus berenti gara-gara aku suka sirik, haha! Abis Daddy kamu kalo nulis bisa bagus banget gitu, pake bahasa Indonesia maupun Inggris. Dari tulisannya juga aku tau kalo Daddymu orangnya jujur, tegas dan baik. Makanya dia bilang kalo dia sakit di calon sekolah kamu. Sayangnya calon sekolah kamu nggak sebaik dan sejujur Daddy kamu.

Immi,

Aku sedih kamu ditolak sekolah, padahal kamu lulus tes. Aku sedih kejujuran Daddy kamu malah bikin putrinya nggak bisa belajar di tempat yang dinilai bagus. Hanya karena kamu punya ayah yang AIDS. Padahal yang mau sekolah kan kamu. Aku nggak ngerti kenapa mereka takut ketularan padahal kamu sama sekali nggak sakit. Harusnya kan kalo AIDS segitu gampang nular, udah dari dulu kamu HIV positif. Nyatanya nggak kan? Kamu sehat-sehat aja kan? Harusnya mereka lebih takut sama penyakit Hepatitis atau TBC yang nularnya malahan bisa dari udara. Kalo emang sekolah kamu kayak gitu, aku rasa itu bukan buat kamu. Soalnya orang-orang yang bikin kamu nggak bisa sekolah itu lebih payah dari sekadar cupu. Mereka nggak kebuka pikirannya. Mereka malas cari tau dan mereka lebay. Untuk cari aman di kumpulannya sendiri, mereka bikin kamu jadi korban. Dan itu nggak bener.

Tapi aku juga nggak bisa nyalahin mereka sih. Itu mungkin udah jadi budaya di sini. Budaya yang nggak asik kalo diterusin. Kalo kamu besar nanti, kamu bakal ngerasain sendiri gimana takutnya orang-orang pada sesuatu yang berbeda. Mereka akan merasa lebih nyaman kalo semua orang sama seperti mereka. Kalo bisa pakaian, sepatu, tas, sampe celana dalam pun diusahakan harus sama. Makanya dulu waktu KD nongol dengan dandanan kayak topeng, semua orang latah ikutan dandan kayak dia. Sampe-sampe tiap aku liat mbak-mbak yang dandan mukanya jadi sama semua. Dan waktu Syahrini pake kaftan, semua orang juga pake kaftan. Dan kamu tau? Waktu lebaran Idul Fitri kemarin aku seperti melihat satu ruangan penuh Syahrini karena semua Budhe, Tante, sepupu dan kerabat perempuanku kompak pake kaftan.

Immi tau nggak? Mereka yang nolak Immi karena ketakutan itu punya penyakit menular yang jauh lebih mematikan dari AIDS yang diderita Daddy. Namanya ketidakpedulian, ignorance. Orang yang tidak peduli itu nggak mau repot belajar. Mereka nggak mau susah untuk kenal lebih dekat dengan ketakutan mereka. Karena jauh lebih mudah menghindar, menjauh, dan menolak rasa takut ketimbang mempelajari apa sebenarnya akar dari ketakutan itu. Padahal rasa takut itu nggak malah dipiara, tapi harus diadepin. Kalo takut terus, kapan beraninya?!

Mereka juga punya penyakit yang namanya abai. Negligence, karena mereka mengabaikan hak Immi sebagai anak yang perlu pendidikan. Mereka nggak liat kemampuan Immi yang udah bisa baca dan lulus tes.  Mereka cuma liat bayangan Daddy Immi yang begitu jujur bilang kalo dia sakit. Mereka nggak ngasih jalan keluar tapi lari dari tanggungjawab. Dan orang dewasa, yang harusnya melindungi dan melaksanakan kewajibannya pada anak-anak, seharusnya nggak seperti itu.

Immi sayang,

Aku yakin orangtua kamu nggak mau anaknya terganggu dengan kondisi mereka dan semua akibat yang ditimbulkan. Tapi kita nggak bisa milih orangtua kan? Dan sekecil kamu harus menanggung sirkus hidup yang mungkin kamu bingung ngadepinnya, yang bukan kesalahan kamu. Sirkus, yang terdiri dari orang-orang yang abai, yang tidak peduli, yang menudingkan telunjuknya ke jidat Immi tanpa Immi tau kenapa mereka kayak gitu. Atau mereka yang hanya ingin melihat mukamu lalu berkata "kasihan yah…" dengan tatapan penuh iba yang aku yakin kamu nggak memerlukannya. Percayalah, aku pernah ada di posisi itu. Dan aku yakin, apapun yang nanti kamu lalui, kamu akan jadi orang yang lebih pengertian dan lebih kuat dari manusia biasa. Karena kamu punya sepasang malaikat penjaga yang bukan orang kebanyakan: Daddy dan Mommy kamu.

Sementara itu, Immi sabar dulu ya. Orangtua Immi lagi cari keadilan buat putrinya. Dan kesadaran buat orang-orang yang masih pada tidur dan mimpi bahwa dunia tempat mereka hidup adalah tempat semua perempuan berkaftan dan berdandan ala KD.


Dedicated to Zipporah Imogen Divine and her two angels, Fajar Jasmin and Leonnie F. Merinsca in their struggle against AIDS discrimination to get education in Don Bosco Elementary. We're with you…

UPDATED:
SD Don Bosco 1 Kelapa Gading sudah mengakui kesalahannya karena kurangnya informasi yang mereka dapat tentang HIV dan AIDS dan Immi akhirnya bisa bersekolah di situ. Way to go, Daddy and Mommy! You have fun, Immi! (=
 

Comments

Popular posts from this blog

Another Fake Orgasm

Tentang "Dikocok-kocok" dan "Keluar di Dalem"

Story of Women