Merdeka(?)

Tadi pagi teman saya teriak "ASUUUU!!!" kencang-kencang demi mendengarkan lagu ciptaan Bapak Presiden Yang Terhormat dinyanyikan pada acara kenegaraan. Kami memang sedang mendengarkan siaran langsung Upacara Kemerdekaan melalui radio.

"Ini sih jadi kayak acara AMKM jaman dulu!" ujarnya kesal.

Saya hanya tersenyum kecut. Hanya itu yang saya bisa lakukan setiap tanggal 17 Agustus, sejak saya tak lagi harus ikut upacara mengenakan seragam rapih.

Teman saya kesal sendiri. Akhirnya ia memasang iPod pada speaker. Tak lama terdengar Ucok Homicide lantang menyeruak mengalahkan wawancara para pengibar bendera dari televisi di ruang tengah.

Kami kembali ke layar laptop masing-masing, mengisi hari kemerdekaan yang tepat pada seminggu Ramadhan sambil bekerja dan merokok. Kami tidak puasa. Jika kantor sepi seperti ini, kami bisa duduk satu ruangan sambil enak-enakan kebal-kebul. Di hari kerja dan semua karyawan masuk, kami menghormati mereka yang sedang berjuang melawan jiwa sendiri sebulan penuh dengan mencandu nikotin sembunyi-sembunyi atau sendiri di toilet.

Dan mata saya tertumbuk pada gambar di atas. Gara-gara teman saya yang kurang ajar itu menulis "Masihkah veteran perang ini teriak "MERDEKA!"? Mereka teriak "Nasi Bungkus!"" pada akun Twitter-nya dan menunjukkannya pada saya. "Bajingan!" maki saya dalam hati. Saya ingin sekaliiii saja tak berpikir tentang betapa bobrok pemerintahan negara ini setiap Tujuhbelasan. Saya ingin sekaliiii saja nggak nyinyir sok kritis melabrak mereka yang berani-berani teriak "Merdeka!" sambil joget-joget teriring musik dangdut malam tirakatan.

Tapi saya tahu masih banyak warung dan tempat hiburan dipaksa tutup selama Ramadhan. Jika memang merdeka, dimana kemerdekaan orang mencari nafkah? Saya kesal mendapati beberapa orang masih menunjuk jidat orang lain sebagai kafir atau salah dan merasa diri paling benar dalam diskusi-diskusi online. Jika memang merdeka, mengapa masih menindas pendapat berbeda? Saya masih sering menggerutu jika Ibu atau Babab harus repot-repot memasak untuk kumpul-kumpul acara Agustusan di RT. Merayakan apa jika panggung hiburan cuma diisi anak-anak bau kencur ber-makeup tebal menari dengan latar suara musik Top 40? Dan dimana "merdeka"nya jika kita masih was-was setiap menyalakan tabung gas, khawatir akan nasib dan nyawa di ujung selang? Dan nasib para pengungsi lumpur Lapindo? Pemadaman listrik dari Sabang sampai Merauke? Sekolah bobrok? Terumbu karang dan kehidupan laut yang makin kritis? Sampah menggumpal di gorong-gorong kota atau banjir reguler?
Dan dimana kemerdekaan yang diperjuangkan kakek-kakek seperti gambar di atas jika usahanya bertaruh nyawa hanya diganjar dengan seremoni semu setahun sekali?

Mungkin akan sangat naif jika mengira nasionalisme Indonesia bisa rata kemana-mana. "Kemerdekaan" yang dikumandangkan di Jakarta tanggal 17 Agustus 1945 toh sebenarnya terlambat sampai di Sumatera atau Kalimantan dan hanya segelintir yang sadar apa artinya. Tak banyak juga yang tahu beberapa kompromi yang harus dilakukan para pendiri negara ini dengan bangsa asing demi satu status "tak terjajah", yang "diselenggarakan dengan tjara seksama dan dalam tempo jang sesingkat-singkatnja" itu. Jadi, merdeka dari apa jika tanah, air dan udara Indonesia dimiliki pemodal-pemodal bukan dari negeri sendiri?

Namun orang-orang hebat di balik 1n3b, Rumah Dunia dan RBS adalah mereka yang berani menantang ketidakmungkinan. Juga usaha individu bugurunana untuk mendobrak batasan ketidakmampuan. Mereka orang-orang dengan pikiran luas dan tidak pelit berbagi. Bagi saya, begitu cara Indonesia seharusnya merdeka.

Saya tidak punya kemampuan mengubah negeri ini dalam sehari. Dalam dua puluh empat jam waktu yang saya punya, saya masih terlalu sibuk mengurus perut untuk dapat meluangkan sedikit waktu menengarai manuver politik negara ini, misalnya. Saya hanya punya indera dan hati untuk dapat mencerap semua informasi dan rasa penasaran tinggi untuk mengulik kebenaran dalam berbagai sisi, online maupun offline. Saya tidak melakukan itu semua demi Indonesia, demi negara, atau demi niat-niat suci apapun yang pernah terlintas di kepala tiap mahluk yang berakal. Saya melakukannya demi kemerdekaan berpikir saya sendiri. Mungkin tidak sehebat mereka yang saya sebut sebelumnya. Namun semoga ada yang teracuni.

Dan saya teriakkan "Merdeka!" diam-diam dalam tiap tarikan napas hanya untuk meyakinkan jiwa sendiri bahwa suatu hari nanti saya akan benar-benar merdeka.

Gambar diambil dari sini.

Comments

  1. pit, laik dis lah pit...

    klo 17an di twitter, orang2 pikir udah mengambil bagian dalam memajukan Indonesia dengan menjadikan #merdeka #indonesia65 sebagai trending topic. asataga.

    ReplyDelete
  2. Kapan kita ngerasain merdeka yang sebenarnya? Ah, gak ngerti juga kapan.

    Yang jelas, kalo lagi makan di si jack, lw paling merdeka. menganiaya kaum lemah hihihi *komen gak nyambung*

    ReplyDelete
  3. Anonymous4:17 PM

    merdeka ??? siapa ??? kapan ???

    ReplyDelete
  4. emang kita sudah merdeka pit ?

    ReplyDelete
  5. miris... Apa sech arti merdeka??

    ReplyDelete
  6. Lea
    gapapa lah, le. itu cara mereka merdeka di era digital yang memampatkan ruang, waktu dan bumi jadi sekedar pendar layar beberapa inci di masing-masing muka. kebebasan berekspresi juga salah satu kemerdekaan. dan menerima pendapat yang berbeda adalah juga salah satu cara menghormati kemerdekaan. tsaaahhh... gaya ya gwa ((=

    Zi
    halah!

    Nyunyu
    merdeka, seperti kebahagiaan, adalah mindset, nyu. so, jangan mau dikotak-kotakin ama mindset orang laen =P

    Joko
    kalo lo bisa berpikir tanpa ada batasan, lo merdeka, men (=

    Infotemen
    arti merdeka? buat gwa merdeka adalah bebas ngapa2in tapi masih menghormati kepentingan dan keinginan orang lain. merdeka adalah sadar sesadar-sadarnya akan apa yang lo lakukan dan tau segala konsekuensinya tanpa ada tekanan atau penyesalan. merdeka adalah mau menerima pendapat orang lain tanpa harus memaksakan pendapat sendiri, menghormati nilai dan norma yang dianut orang lain dengan tetap menjadi diri sendiri. ga berenti nyari tau "kebenaran" dari sisi apapun dan berbagi.
    itu merdeka. buat gwa sih. hehe.

    ReplyDelete
  7. Anonymous6:33 AM

    .
    merdeka itu bila semua unsur ini terpenuhi: Perut kenyang, hati riang, titit menang, hidung belang, dan Oom senang...

    ReplyDelete
  8. huahahahhaha! owkey. point taken ((=

    ReplyDelete
  9. Lho..negara ini sudah merdeka to? owalah..saya kok ndak terlalu ngrasa

    ReplyDelete
  10. yoalah mbah mesakne men.... mangan pinggir dalan

    ReplyDelete
  11. BabyLuv9:44 PM

    Err...tempat hiburan malam emang ditutup untuk ngehornatin Bulan Ramadhan, ya masa lagi ada adzan terus ada bunyi ajep-ajep. Kalo warung, gw pernah nanya Ibu Warung Makan knp Bln puasa tutup, beliau sih blgnya ya karena ga ada yg beli drpd mubazir mending dia juga istirahat dan sore baru mulai jualan. Anggep aja itu sebuah penghematan. Penghematan Sumber daya juga toh daripada mubazir ga ada yg beli.
    Buat gw, ga usah kemerdekaan yang muluk-muluk dulu. Asal kebebasan lo berekspresi dan berbicara ga ditutup sama yang namanya Burqa hanya untuk membuat 'mata dan telinga' orang lain khususnya laki2 merdeka hehehe.

    ReplyDelete
  12. nDaru
    ya... ndak tau ya. ga gitu berasa juga kok.

    Anang
    angkuten, mas! gowo mulih! =P

    BabyLuv
    ummm... kalo emang yg adzan minta dihormatin segitunya, kenapa cuma ramadhan aja? i mean, sorry to say, buat kita yg islam dan kadang suka bilang bahwa adzan itu menggetarkan, banyak saudara sebangsa yg beda iman yg harus diganggu nyenyak tidurnya karena adzan. mungkin dia yg apes, karena kebetulan rumahnya dekat mesjid. saling hormat-menghormati aja la. i don't think tempat hiburan malem juga bakal bikin polusi suara kalo rumah ibadah di deketnya bisa ngomong baek2.
    masalah rumah makan yg tutup di bulan ramadhan, mungkin di tempat lo nanya itu emang mayoritas muslim dan letaknya di perumahan. tapi gimana di tempat2 yg heterogen dan rumah2 makan itu diacungin perda yg mengharuskan mereka tutup bulan puasa? somehow peraturan2 seperti itu ndak pake otak mikirin kalo banyak orang juga pengen dapet THR dan perlu uang untuk lebaran.
    merdeka buat gwa juga ndak tinggi. tapi juga ndak sebatas 'asal ga ditutup sama burqa'. kadang mempertanyakan sesuatu aja udah jadi ancaman buat kita di tanah berpatok yg dinamai indonesia, dituduh subvesif, komunis atau gila. mungkin satu hal muluk yg gwa mimpikan dari dulu: ketika orang bebas ngomong dan mempertanyakan tanpa dijauhi oleh kumpulan. muluk kan? =P

    ReplyDelete
  13. BabyLuv4:02 PM

    Sebenernya sih tergantung dari sisi mana lo mandangnya sih pit. There's the other side for every story in this life.Mungkin buat lo itu menghambat kemerdekaan tapi buat gw itu 'mencoba' menghargai. Perda itu cuma 'alat' yang salah dalam konteks saling menghargai.
    Sama ketika lo merasa ga bebas ngomong tanpa dijauhi...kebebasan lo ngomomg itu juga harus menghargai orang lain. Ya tambahan juga, kemerdekaan itu buat gw tidak berarti bebas sebebas-bebasnya tapi harus ada rasa penghargaan terhadap orang lain karena kita ga hidup sendiri.
    Ya lo pasti inget cerita gw, kalo oneday gw totally kecewa dgn negara gw n ga bisa membuat perubahan, lebih baik gw angkat kaki drpd hanya ngedumel terus dan ngabisin sumber daya alam (klo kata ferdy)

    And btw, warung yang gw tanya itu terletak di Mangga Dua ;D

    ReplyDelete
  14. BabyLuv
    hiyaaa... gwa dikeplak ((=

    oh, iya. buat gwa orang adzan sama orang cari duit di tempat ajeb2 sama merdekanya. tapi ya... emang biasanya mentang2 orang yg di mesjid lebih merasa 'bener' dan bertuhan ketimbang mereka yg di tempat dugem, mereka dengan semena-mena bisa maen tutup maen tunjuk. itu juga ga asik buat gwa. barengan aje nape si?! gitu aja kok repot. toh kalo emang keimanan orang2 emang tebel, ga bakal la tergoda cuma ama dangdut house dari diskotik setempat.

    masalah kebebasan gwa yg terbatas pada kebebasan orang lain. gwa juga pegang la. itu pelajaran pertama dari emak gwa once gwa udah berjembrut. hehe. that's why i write and that's why i encourage everybody to feel free to comment. and, of course, to write (= gwa ga ngomel karena gwa benci negara ini. gwa percaya, walaupun gag signifikan, gwa masih bisa bikin perubahan even if cuma di diri gwa sendiri. gwa juga ga bisa bilang gwa nasionalis. but somehow... gwa suka jadi provokator buat ngeracunin orang2 di negara ini. hehe.

    tapi idenya ferdul bisa gwa terapkan juga. mungkin nanti, kalo gwa nyampe umur 35 dan udah merasa kecewa dan males liat muka2 orang yg itu2 aje. ntar kite nongkrong di kafe pinggir jalan di paris atau itali ya! hahay!

    ReplyDelete

Post a Comment

Wanna lash The Bitch?

Popular posts from this blog

Another Fake Orgasm

Tentang "Dikocok-kocok" dan "Keluar di Dalem"

Belahan Dada, Anyone?