Me and My Narcissist Mind
Should I be guillotined for each abominable book I read and for every single phrase I typed, then my head would roll merrily into the basket thousands of timesThe Quills adalah bukti pernyataan saya. Ya, ya, ya. Saya OOT, baru tau ada film judulnya The Quills yang bercerita tentang Marquis de Sade. Yes, *that* Marquis de Sade, si bangsawan fucked up yang hobi nulis pornografi sebagai pelepas rasa kesepian (dan kegilaan?).
Buat saya, membaca, menulis dan nonton adalah pembebasan; dari kesepian, kesedihan, kegilaan, perasaan tertinggal, keterbatasan, kebodohan, apapun. Saya sangat tidak suka disebut hip atau keren atau melék karena buku yang saya baca atau film yang saya tonton, sebab saya sering OOT dan nggak ikut trend. Buku yang saya baca dan flm yang saya tonton nggak sebanyak manusia ini--orang yang lebih sering nulis daripada berak. Namun saya percaya bahwa buku dan film memilih saya, bukan kebalikannya. Karena apa yang saya saring melalui kelima panca indera saya adalah cara alam bekerja menunjukkan sesuatu dengan segala kemisteriusannya.
Namun apa jadinya jika cara tersebut tidak sesuai dengan norma dan etika orang kebanyakan? Bersalahkah saya? Buat saya pribadi, mungkin tidak. Buat orangtua saya, mereka tidak pernah melarang meski kadang ucapan dan materi yang saya baca membuat alis mereka bertaut. Ya, saya suka nonton Shortbus karena seksualitas yang ditampilkan amat sangat vulgar dan jadi hal yang lebih penting dari makan tiga kali sehari. Saya punya buku berjudul Porno tentang orang Inggris gila yang setengah mati bikin usaha bordil. Seseorang memberi saya manual bagaimana menulis Erotica yang baik dan benar. Saya suka membuat lelaki berjengit dengan bahasa dan istilah yang saya gunakan. Akankah saya gunakan itu semua dalam hidup saya? Mungkin. Akankah saya paksakan kesukaan saya pada mbak-mbak berjilbab yang rajin tahajud dan mengaji di sebelah kamar saya? Tidak.
Sebagaimana Marquis de Sade berargumen bahwa manusia berhak memilih apa yang dia ingin tulis, saya pun begitu. Tapi ketika orang terpengaruh karena apa yang saya tulis... saya takut. Takut menjadi bad role model; takut ditiru dengan salah; takut banyak orang menjadi saya. Saya bukan siapa-siapa. Hanya cewek gembrot yang sering lari dari kenyataan dengan mengurung diri di kamar sempit-pengap-berantakan bersama puluhan film dan buku dan laptop kuno dengan bau asap rokok dan ampas kopi mengambang di udara hingga adzan subuh berkumandang.
Still... it's your choice, dear Reader, to read every impure story that I live to write. Ketika saya memutuskan mem-broadcast karat-karat yang ada di benak, saat itulah saya membebaskanmu memilih apa yang kamu ingin cerap di pikiran dan hatimu.
Dan sungguh saya beruntung hidup di era internet, dimana membaca Karl Marx tidak membuat saya dibuang ke Buru...
Comments
Post a Comment
Wanna lash The Bitch?