Me and My Luv #2

"Nduk? Ada apa? Kok nangis?"

"Ih, Kamu, Han. Masih nanya. Udah tau juga. Sok perhatian ah!"

"Lha? Aku kan lagi pengen ngobrol sama kamu, makanya nanya. Kalo Aku gak nanya, gimana bisa ngobrol?! Emang kamu bisa telepati? Lagian, kamu bawel. Harus ada yang terucap dari bibir cerewetmu itu. Kalo nggak curhatmu gak marem. Ya to?!"

"Huw! Iya nih, lagi sebel ama diri sendiri. Kamu udah manjain aku, kasih dispensasi selama sebulan tapi akunya gak tau diri. Selalu aja gak bisa manfaatin waktu, gak tahan godaan, belum bisa mengendalikan diri, buta dengan pelajaran yang Kamu kasih di depan mata. Janjiku sama diri sendiri juga gak kutepatin, sementara di penghujung bulan katanya ada kemenangan. Menang terhadap apa? Melawan siapa? Lha wong 'sense' jadi pemenang aja gak setai-tainya aku rasa koq. Gimana gak mau gerung-gerung, coba?!"

"Hehehe... Tapi yang pasti Aku udah kasih kamu waktu dan pilihan, kan? Gimana kalo tiba-tiba Aku pengen kamu balik kesini sementara usahamu mencariKu belum maksimal? Aku minta pertanggungjawaban lho, Nduk. Kamu tau kan, aku paling strict masalah tanggung jawab?"

"Iya, Kamu sadis kalo udah menyangkut yang satu itu. Kadang aku sampe bergidik ngeri, kenapa Kamu sekontradiktif itu. Di satu sisi Kamu bisa jadi amat sangat lembut dan di sisi lain berubah kejam. Mbingungi."

"Yah, Nduk. Gimana lagi? CiptaanKu yang modelnya sepertimu itu sering susah dibilangin sih. Aku tuh pengennya kalian jadi kekasih-kekasihKu ketika Kupanggil nanti. Tapi menuju kesana harus ada usahanya: dengan menjadi rahmatan lil alamin, misalnya. Lha ini, gimana mau jadi berkah seluruh jagad sementara kalian malah mendzalimi sesama bukannya saling mengasihi seperti yang sering Kuanjurkan melalui pengabar-pengabarKu."

"Nah... itu salah satunya yang bikin aku berurai airmata. Kadang bahasaMu gak bisa kupahami. Mosok ada orang yang bisa seenaknya gonta-ganti mobil dan yang lain harus berjibaku hanya untuk dapet duit dua ribu perak. Ada yang dengan entengnya beli sendal jepit empat juta dan di kelurahan sebelah bayar 3000 buat beli obat di Puskesmas aja gak mampu. Kalau Kamu memang mencintai kami, kenapa Kamu limpahkan beban penderitaan berlebih pada sebagian orang sementara yang lain bersimbah kemudahan? Ini gak adil! Gak masuk akal!

Kamu gak perlu kami sambangi dengan ritual yang diajarkan pengabar-pengabarMu sebelum kami. Tapi mengapa Kamu ciptakan kami dengan perasaan kurang cukup setiap kami mendatangiMu? Mengapa beberapa kami selalu merasa Kamulah yang terpenting sementara yang lain tidak?"

"Aku gak bisa ngomongin ini ke kamu, Nduk. Nalarmu gak sampe. Bagi sebagian orang, tangan putih kebenaran tampak sebagai penyakit lepra. Namun bagi yang lain, tangan yang sama itu mampu menggantikan kebenaran yang diwakili. Seperti itulah Aku. Kamu boleh merasa sebagai perempuan cerdas. Tapi ilmuKu gak bakal selesai ditulis dengan lautan di seluruh dunia sebagai tinta sekalipun, apalagi otakmu yang hanya beberapa gram itu! Bahkan gunungpun runtuh ketika Musa memaksa untuk mendengarKu."

"Tuh! Yang begitu itu yang bikin aku minder dan sebel sama Kamu! Ke-MAHA-anMu itu lho! Aku frustasi mahamin Kamu, karena kadang Kamu bisa sangat njelimet, tapi juga sangat sederhana."

"Gak usah terlalu pusing mikirinnya. Kamu cuma perlu faith. Kamu sudah punya kan, meskipun seuprit? Pahami Aku dengan sederhana, sesederhana nalarmu bisa menerimanya. Seperti yang kamu lakukan sekarang: membuat dirimu bermanja padaKu meski kamu ngotot meciptakan imej perempuan cuek dan kepala batu. Tapi kamu harus punya keyakinan, layaknya Ismail menyerahkan lehernya di golok sang ayah atas perintahKu. Ingat! Aku tegak pada setiap ciptaanKu, tapi ciptaanKu bukanlah Aku. Dalam dirimu Aku ada, tapi kamu bukan Aku. Jangan kamu jadi manusia 'lucu' yang memuja dunia dan membayangkannya sebagai Aku. Kamu harus tahu, Aku amat sangat tersembunyi dari menara logika mahlukKu. Singkirkan keraguan. Pengetahuan tentang bagaimana Aku amat sangat berbahaya, dan yang mencari mudah sekali tersesat."

"Shhh... nyentilnya jangan keras-keras dunk ah!"

"Merasa kesentil, toh? Ya maabh. Gak maksud. Cuma iseng aja."

"Oke deh. Aku overloaded. Mumet. I just want to be sure... se-mbalelo apapun aku, Kamu masih ada setiap aku perlu kan? Aku masih boleh minta kan, Han?"

"Minta apapunlah, Nduk. Aku kabulin asal kamu juga usaha. Tapi mungkin gak seperti yang kamu mau karena Aku tahu mana yang terbaik untuk kamu. Emang kamu pengen apa?"

"Menurut sebuah buku, di setiap penghujung Ramadhan, dunia dan jagad raya menangis menyambut Syawal, karena manusia kembali melakukan kekotoran dan dosa yang membuat alam raya jadi berat, padahal selama Ramadhan orang-orang berburu pahala dan kebaikan. Akibatnya bumi memuntahkan lahar, benda langit keluar orbit, cuaca berubah. Aku hanya ingin--meskipun officialy hanya sebulan--merasa Ramadhan sampai Syaban tahun depan. Jangan panggil aku dulu sebelum selesai Ramadhan berikutnya nanti. Boleh ya, Han?"

"Hmmm... Lemme see... Mungkin bisa. Tahun depan kamu belum tiga puluh kan? Katanya mau mati umur 30?"

"Hihihi... udah, jangan diingetin lagi. Jadi malu, kesentil lagi. Kamu baik deh, Han."

"Gak usah kamu omongin gitu, Aku tau koq. Udah banyak yang bilang =P Udah sana, makan. Laper kan?"

"Hu uh. Wassalamualaikum, Tuhan."

"Waalaikumsalam, Nduk gendut berkacamata tukang ngeyel..."


[Thx to Jokja FeMale Radio, satu-satunya teman to my final frontier; Jefri Al Buchori dan Aa' Gym for their soothing words and comforting voices; Dian Sastro dan Neno Warisman untuk puisi-puisinya, Da'ud ibnu Ibrahim al Shawni--the author of Madness of God--dengan Mas Diar as THE translator... serta Ramadhan yang penuh perjuangan dan babak belur ini. SELAMAT IDUL FITRI. KESABARAN DAN KETENANGAN TERLIMPAH DALAM MERAIH KEMENANGAN. SEMOGA KEBAIKAN SELALU MENYERTAI SAMPAI SYABAN TAHUN DEPAN.]

Comments

  1. it's been an honor to be visited by a person whose writings are so mindblowing...

    *bows*

    ReplyDelete

Post a Comment

Wanna lash The Bitch?

Popular posts from this blog

Another Fake Orgasm

Tentang "Dikocok-kocok" dan "Keluar di Dalem"

Story of Women