Posts

Showing posts from December, 2012

It's Just Me Talking to the Mirror

Every (wo)man is for him(her)self. Nyet… Ya? Gue mau cerita… Ya udah. Cerita aja. Emang pernah gue larang? Dan gue nggak mau pake kaidah kebahasaan yang baik dan benar. So? Dan gue juga nggak peduli peraturan kerahasiaan, ketelanjangan transaksi informasi di internet, UU ITE, freedom of speech, demokrasi, dan semacamnya. Going bareback? Definitely. And highly politically incorrect. Ok. Shoot. Jadi ceritanya gue supercapek. Udah tau. Siklus kan? Iya. Tapi yang ini beda. Mungkin karena elu menua. Lantas? Ya… nggak lantas-lantas. Gue mau maki-maki. Elu tuh kebanyakan pembukaan. Jadi cerita nggak sih?! Kalo nggak jadi mendingan gue boker nih! Ya jadi. Tapi gue bingung mulai dari mana. Yang gampang, yang paling mengatur kemaslahatan dan mobilitas elu: duit. Oh, iya. Gue sebel tuh. Berbulan-bulan invoice gue nggak cair-cair. I can barely living. Dan email dari si bos ke orang yang ngasih kerjaan juga nggak dibales-bales. Tapi terus si bo

In Caffeine We Trust!

Image
Once upon a loaded Ulee Karaeng, fresh from Aceh. Oh, how I love Indonesia... Three things that I want to be strong and durable: my man (when I have one), my booze, and my coffee. Entah kapan saya mulai suka kopi. Sejak Mbak Bule klien saya dari Belanda memperkenalkan cara menyiapkan kopi dengan direbus, saya mulai maniak kopi hitam tanpa gula. Rasanya menyegarkan. Beneran deh. Tapi saya nggak percaya bahwa kafein penyebabnya. Karena campuran satu mug air mendidih dan dua sendok makan kopi yang saya aduk sampai rata itu sering saya sruput panas-panas sampai ujung lidah menghitam. ITU yang bikin segar. Saya sempat berpikir bahwa nutrisi saya sehari-hari dicukupkan dengan bergelas-gelas kopi pahit-hitam-panas-mengepul dan rokok. Lupakan lotek, lupakan mie ayam dan gado-gado. Saya bisa hidup tanpa mereka namun melemah tanpa cairan pekat berkafein. Sampai ketika saya bekerja di pabrik topeng nan santai dengan celana pendek dan kaos oblong mengharuskan saya melek seharian dan be

Autopitografi

Image
Gambar dicomot dari sini . Gue suka ngetawain kepinteran orang-orang karena gue lebih pinter! - Joni Tengik Kemarin saya ulang tahun. Yang keberapanya, nggak usah tahu lah. Nggak penting. Satu hal yang pasti, saya sudah 3X dimana X adalah bilangan yang saya, keluarga, petugas kelurahan, dan teman saya yang kerja di kantor pajak saja yang tahu. Apakah saya senang? Nggak. Biasa saja. Nggak ada yang berubah kecuali stempel tak kasat mata yang dicapkan di jidat tentang berbagai tuntutan yang sebenarnya bukan demi kemaslahatan saya. Nggak ada yang berubah kecuali lifespan saya yang memendek setahun (padahal tiap hari juga tambah pendek tapi nggak berasa aja). Nggak ada yang berubah kecuali kebetulan hari itu saya ada di rumah dan semua orang riuh mengerubuti saya untuk memeluk dan menciumi pipi. Nggak ada yang berubah. Bahkan mandi pun saya masih malas. Status juga masih jomblo (kecuali beberapa hari sebelumnya dan berakhir gagal punya pacar karena masnya insecure). Bahk

Fairness My Ass!

Image
Gambar dari sampul band Bleeding to the Truth “When angry, count four. When very angry, swear.” ― Mark Twain Eh, eh. Saya mau ngomyang. Ibu saya punya tetangga yang suka sekali belanja dan selalu cerita beli apa aja. Kalau masuk bagian dapurnya, kamu akan merasa berada di pasar swalayan super besar yang namanya suka ada hyper-hypernya itu. Tapi suatu hari tetangga yang suaminya suka dicatut jadi supir si tetangga hyper itu wadul ke ibu saya. Katanya kalau ngasih kerjaan suka nggak kira-kira. Jam 12 malam udah gedor-gedor pintu minta antar ke rumah sakit sampai jam 3 cuma dikasih dua puluh ribu. Oh, tetangga yang supir ini jobless sih. Dan istrinya cuma dagang es plastik di SD negeri. Terus tetangga saya yang lain suka sekali buang-buang makanan. Padahal tiga rumah dari rumahnya yang besar itu ada keluarga tukang sayur yang suaminya juga cuma kerja serabutan. Anak mereka tiga, masih kecil-kecil dan cungkring-cungkring kurang makan. Nah, kalau siang, rumah saya sering

Sing!

Image
Sing with your head up, with your eyes closed. Not because you love the song, [but] because you love to sing - Copeland, You Love to Sing Suka nyanyi? Saya suka. Apalagi di kamar mandi pas orang-orang nggak ada di rumah. Saya bisa konser sealbum tuh. Mandinya sih cepet, paling lima sampai sepuluh menit. Tapi kalau saya sedang hype pengen nyanyi ya dilama-lamain. Karena sensasi nyanyi di rumah keong semacam Opera House memang cuma bisa didapat di kamar mandi, tempat bergema yang memperbagus suara saya.   Tapi sejarah nyanyi saya nggak bagus-bagus banget sih. Kelas satu SD sempat ngendon di Bina Vokalia ikut children’s choir. Kemudian naik pangkat jadi solis, konser di acara tujuhbelasan atau event bertema anak-anak. Cuma setahun karena bosan. SMP (atau kelas 1 SMA ya? Saya lupa) sempat ikutan festival Log Zhelebour bareng band-band-an komplek perumahan. Bawain satu lagu doang, Green Tinted Sixties’ Mine-nya Mr. BIG. Jadi vokalis perempuan sendiri dan paling kecil sendir

For Better and for Worse...

Image
Gambar diambil dari sini . A wedding is a funeral where you smell your own flower. - Eddie Cantor   Satu hal yang kalau bisa saya nggak usah ngomongin (apalagi ngejalanin), adalah pernikahan. Tapi entah kenapa sepertinya dunia dan seisinya membenci perempuan yang (hampir) memasuki kepala tiga dan nyaman-nyaman saja sendirian tanpa pasangan. Karena itulah diciptakan Budhe, Pakdhe, Om, Tante, Tetangga, Kenalan, Tukang Taksi, dan Mamang Mie Ayam usil untuk mengingatkan para lajang agar berhenti bersenang-senang dan mengikuti jejak langkah martir mereka menuju kekangan penderitaan.   Iya. Saya memang selalu berpikir sebegitu negatifnya tentang pernikahan. Ya… gimana ya? Saya nggak bisa bayangin betapa membosankannya tiap bangun dan mau tidur selalu liat muka yang itu-itu saja di sebelahnya. Jangan salah. Teman tidur saya banyak. Kadang guling, kadang bantal, kadang cushion dan kadang adik saya. Sesekali anjing. Yang beneran anjing, berkaki empat. Bukan “anjing” berkaki dua.