Posts

Showing posts from December, 2010

Pada Suatu Masa

Image
Lelaki menyusut butiran bening di sudut-sudut mata perempuannya yang duduk bersimpuh. Senyumnya mengembang hangat menguatkan, namun masih menyorotkan sedih tak tertahankan. Sebelah tangannya lembut merangkul bahu yang terguncang pelan akibat isak tertahan. "Sudahlah. Tak perlu ditangisi lagi. Tak usah kita berlari. Mungkin harus begini cara semesta meminta kita untuk berhenti. Tak pernah ada kata selesai karena sejarah akan selalu berulang. Dan mungkin apa yang kita lakukan memang salah. Kita harus ikhlas, Dinda..." Perempuan mengangguk lemah, terbatuk, lalu memeluk lelaki yang menjadi belahan jiwa dan sandaran hidupnya selama ini, yang mau melakukan apapun demi kepentingannya, demi penyakit yang menggerogoti tubuhnya dari dalam, bahkan menafikan hak orang lain hanya untuk dirinya. --- Fajar bergulir lambat. Matahari mengintip malu-malu layaknya perawan memindai kekasih bertandang dari balik tirai. Dingin embun pagi tak mampu meredakan asap tipis membumbung dari rumah yang te

Tentang Indonesia

Image
Mencintai Indonesia adalah dengan bekerja dan menjadi yang terbaik. - Biografi Emil Salim Saya punya seorang "keluarga sambung" yang saya hormati benar. Mereka--Pakdhe, Budhe, Mas dan Adek--ramah pada siapa saja. Wajah-wajah mereka seperti selalu tersenyum. Dalam beberapa kesempatan saya menginap, rumah mereka selalu dipenuhi tawa berselimut kasih. Tanpa asap (dan saya sadar diri untuk selalu merokok di luar). Di rumah itu "harta" mereka adalah obrolan hangat, pelukan sayang, buku selemari, koneksi internet yang di-LAN ke dua laptop dan saluran edutainment semacam National Geographic atau Animal Planet. Hiburan saya adalah keisengan dan pertanyaan Adek yang ajaib serta selera musik gubrak-gubrak si Mas yang pendiam dan seperti selalu tersipu malu. Mereka juga tidak memandang saya aneh ketika saya sendirian menikmati lembaran komik Fisika ketimbang nonton acara bongkar restoran. Dan selalu menyuruh saya makan (dan tak pernah saya tolak. Haha!). Suatu malam saya menu

Suro

Image
Pada suatu malam orang-orang memperingati pergantian tahun pada tanah becek dan gerimis menggigilkan tulang. Mereka memantik api dengan kemenangan masa lalu dan prediksi masa depan. Nyalanya terjaga lewat pembahasan tentang tuhan, membincang leluhur, membedah fenomena alam dan kaitannya dengan benda langit, mengagungkan yang pernah dipunya lalu hilang, dan lidah api menjulang berkilat-kilat liar saat dibakar semangat akan harapan untuk kembali merebut kejayaan itu. Nanti. Malam menghangat. Keramik di bawah pantat dan kepala di atas leher ini masih sama-sama dingin sementara alis saya tak jeda berkerut. Sebegitu banyak orang, entah kenapa saya masih merasa sendiri.

Semacam Sajak Rindu

: Untuk Ata dan Anyu Sayang, tidakkah kalian tahu? Ayah-ayah kalian adalah orang-orang yang setia pada suluk Menapak dengan kepala tunduk Tergilas kompromi namun tak sekali pun takluk Dan masih punya mimpi terkutuk. Mereka sempat meninju udara di atas kepala Dengan tekad, dengan nilai, dengan segenap jiwa Api pada mata yang kini redup menyala Tak pernah padam paripurna. Sayang, tidakkah kalian lihat? Ibu-ibu kalian adalah perempuan hebat Piawai membuka keran otak mampat Tegak saat lelaki mereka terhujat Dan lembut mengantar kalian ke buaian, tanpa penat. Jangan merasa asing, Sayang Pada dongeng Disney dan Barney Karena ayah-ayah masih menembang Ranggawarsita Berlatar Teknoshit melantangkan "Darah Juang" dan berkisah tentang Rahwana durjana. Jika kalian besar nanti, Sayang Jangan ragu mengepak sayap lebar-lebar Lalu terbang ke langit maha jembar Seperti Gatotkaca, bukan Icarus Sekukuh Merapi yang tak pernah ingkar janji, bukan Olympus Tak perlu takut mewa