Tentang Bayi

PERINGATAN:
Tulisan ini MUNGKIN mengandung spoiler.


Freedom has a scent. Like the top of a newborn baby's head.

Apa jadinya jika empat bayi dari empat penjuru angin berbeda difilmkan di awal-awal kehidupan oleh seorang sutradara Perancis? Jawabannya, Babies!

Gambar bergerak yang menakjubkan dan menghangatkan hati ini bercerita tentang Ponijao di Namibia, Hattie di San Francisco, Mari di Jepang dan Bayarjargal--satu-satunya jagoan--di Mongolia. Dikutip dari tulisan Bryan Alexander dalam wawancaranya bersama Thomas Balmes di sini, saya nggak bisa nggak setuju bahwa "keimutan dan ngambek itu tak berbatas."

Saya anak pertama dari dua bersaudara dan jarak usia kami cukup jauh. Saya sering meledek adik saya sebagai anak pungut dulu, lalu tangisnya akan meledak keras-keras sepersekian menit berikutnya. Atau menjepret lengan montoknya dengan karet gelang hingga bentol-bentol. Dan saya hanya tertawa melihat bagaimana anak-anak yang lebih besar di sekeliling Poni melakukan hal yang mirip seperti saya kecil. Atau bagaimana di akhir film Bayar ditenggaki minuman bersoda oleh abangnya, langsung dari botol besar. Ternyata, kakak di mana-mana sama: jahil dengan adiknya. Haha!

Saya tak peduli dengan pesan moral apapun dari film ini. Saya suka melihat bagaimana perjuangan para manusia kecil itu untuk dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan awal mereka bereksplorasi, mengetahui apa yang ada di sekeliling mereka. Saya suka bagaimana Bayar merangkak diantara kaki binatang ternak atau Mari dan Hattie yang besar dengan kucing gondrong-gendut-lucu, dan Poni mengobok-obok geligi anjing berkaki besar. Mahluk-mahluk berkaki empat tersebut luar biasa sabar. Dan itu tidak akan terjadi jika interaksi mereka pada manusia terbatas.

Orang dewasa malah membuat saya tertawa miris. Ada adegan dimana para orangtua duduk bersila dalam lingkaran dengan bayi di pangkuan, menyanyikan mantra "The Earth is our mother, she will take care of us" di ruangan berkarpet dan berdinding. Sementara seorang bayi lain merangkak telanjang mencucupi air di genangan serupa sungai dan yang lain merelakan air mandinya diminum kambing kehausan. Ironi.

Satu hal yang saya pelajari adalah bahwa ternyata manusia di mana-mana sama. Mereka lahir, belajar, tumbuh dan berkembang, dengan atau tanpa teknologi. Dan kasih ibu memang luar biasa. Saya dengar tawa lepas dari dua orang ibu Poni yang beranak banyak itu, ngerumpi sambil mengepang rambut si kakak atau saling berbagi cuilan daging sambil menyusui. Si ibu Afrika bertetek panjang menggantung menjilati belek di sepasang mata sang buah hati dengan lidahnya, mengingatkan saya pada ibu sendiri yang dulu menyedot ingus adik ketika ia pilek tak bisa napas--dengan mulut dan bibirnya. Mengikat tubuh bayi di kaki ranjang agar ia anteng bermain sambil duduk juga bukan hal luar biasa untuk ibu-ibu Mongol yang harus langsung bekerja selepas melahirkan. Sama seperti ibu saya menyetelkan Rolling Stones atau Beatles pada bayi-bayinya agar terbiasa tidur angler dengan suara seberisik apapun sementara beliau melakukan tugas domestik.

Dan saya setuju pada pendapat Pak Balmes, bahwa bayi-bayi modern di perkampungan urban terlalu banyak rangsangan. Dia bilang terkadang bayi perlu diberi waktu senggang tanpa apapun agar di detik itu, saat itu, mereka melihat dan mendengar apa yang ada, bukan yang diada-adakan. Percayakan semua pada kerja indera dan benak yang lapar. Toh mereka juga akan mendapati "the best of that moment". Mari ngambek tak sudah-sudah meski ditimbuni banyak mainan bermacam bentuk-warna-suara; Hattie ogah dipangku dan memukul wajah ibunya yang lalu memperingatkan melalui buku bergambar berjudul "No Hitting". Sementara Bayar cerdik bermain dengan gulungan tisyu toilet--yang kadang juga dia makan ujungnya--atau Poni bermain masak-masakan hanya dengan batu sebagai ulekan menggerus tanah liat.

Urusannya dengan lagu Om Bono yang saya kutip? Saya cemburu pada bayi yang bebas menabrak semua norma dan aturan masyarakat, dihujani kasih sayang sebegitu rupa dan tiap kesalahan dan amarah dianggap lucu. Pikiran bayi yang bebas tanpa batasan terlalu haus dan rakus menyerap hal baru, hingga apapun yang diberi akan mereka eksplorasi sebebasnya.

Betapa saya ingin punya pikiran semurni bayi...

Comments

  1. Jadi inget pas Bayar meracaudengan bahasanya sendiri bikin gw ngakak-ngakak

    ReplyDelete
  2. kalo gwa seneng kompaknya keluarga Ponijao yg ga keliatan ada bapaknya itu sama gayanya Bayar merangkak sambil goyang2 kepala dan nyanyi2. sepertinya hidupnya indaaah sekali ((=

    ReplyDelete

Post a Comment

Wanna lash The Bitch?

Popular posts from this blog

Another Fake Orgasm

Tentang "Dikocok-kocok" dan "Keluar di Dalem"

Story of Women