Ketika Nafasmu Dzikir, Tidurmu Ibadah, dan Doamu Ijabah...
Sepertinya Ramadhan kali ini saya nggak menang. Masih belum bisa tahan diri. Melakukan pembenaran hanya untuk menenggak segelas air dingin di siang bolong. Masih nggak bisa menggigit lidah. Banyak protes. Kurang bersyukur. Menyimpan api dalam sekam bernama dendam. Etc, etc.
Kadang sedih merasa ironisnya hidup. Dulu, jaman masih jauh dari ortu dan sering nggak makan, saya amat sangat menikmati indahnya ibadah dan berlapar-lapar dalam ketiadaan sampai penghujung Hari Raya. Di akhir shalat 2 rakaat, berkumpul bersama saudara seiman di lapangan, saya merasa menang karena berhasil melawan segala keinginan yang sesungguhnya nggak perlu. Saya luruh ketika sadar seluruh isi kitab suci habis terbaca. Nikmatnya... Meski nggak tau mau sahur pake apa dinihari nanti akibat defisit berkepanjangan. Namanya aja freelance berkala. Kala-kala dapet job, kala-kala tidak. Tapi saat itu saya merasa betapa Dia sayang saya. Dia beri teman menyenangkan saat saya jadi Petir di kos. Dia mudahkan makanan ke pintu kamar kos saya (ehm... *ngiler*). Dia cerahkan wajah saya dan wajah semua orang yang menjadikan senyum tersirat dan lapar terlupa. Edan lah!
Sekarang kerjaan nggak usah nyari. Uang juga nggak usah dikejar, meskipun nggak melimpah. Tapi kenapa meluangkan waktu 10-15 menit aja untuk buka dan baca--bahkan untuk membasuh muka dan 'menghadap'--susah sekali ya?
Sepurane njih, Han. Gime next year. I'll make it up for you. Insya Allah...
ps: Judul--yang sama sekali nggak ada korelasinya dengan isi--adalah kutipan dari spanduk sebuah universitas islam (yang mahasiswinya sering pake hipster ketok udel dan jilbabnya entah kemana) yang saya lewati tiap berangkat ngantor.
Kadang sedih merasa ironisnya hidup. Dulu, jaman masih jauh dari ortu dan sering nggak makan, saya amat sangat menikmati indahnya ibadah dan berlapar-lapar dalam ketiadaan sampai penghujung Hari Raya. Di akhir shalat 2 rakaat, berkumpul bersama saudara seiman di lapangan, saya merasa menang karena berhasil melawan segala keinginan yang sesungguhnya nggak perlu. Saya luruh ketika sadar seluruh isi kitab suci habis terbaca. Nikmatnya... Meski nggak tau mau sahur pake apa dinihari nanti akibat defisit berkepanjangan. Namanya aja freelance berkala. Kala-kala dapet job, kala-kala tidak. Tapi saat itu saya merasa betapa Dia sayang saya. Dia beri teman menyenangkan saat saya jadi Petir di kos. Dia mudahkan makanan ke pintu kamar kos saya (ehm... *ngiler*). Dia cerahkan wajah saya dan wajah semua orang yang menjadikan senyum tersirat dan lapar terlupa. Edan lah!
Sekarang kerjaan nggak usah nyari. Uang juga nggak usah dikejar, meskipun nggak melimpah. Tapi kenapa meluangkan waktu 10-15 menit aja untuk buka dan baca--bahkan untuk membasuh muka dan 'menghadap'--susah sekali ya?
Sepurane njih, Han. Gime next year. I'll make it up for you. Insya Allah...
ps: Judul--yang sama sekali nggak ada korelasinya dengan isi--adalah kutipan dari spanduk sebuah universitas islam (yang mahasiswinya sering pake hipster ketok udel dan jilbabnya entah kemana) yang saya lewati tiap berangkat ngantor.
tak trimo maafmu nduk
ReplyDeletexixixi...
*clingak-clinguk takut tuhan si pito lagi mbaca juga