Taek Kalian Semua!!!
Duh, 2006 ini. Meskipun baru 17 hari berlalu rasanya seperti naek roller coaster spiritual puluhan tahun. Nggak cuma perut yang diguncang, tapi juga benak dan akal. Jiwa juga. Semuanya. Keseluruhan seorang Pit (kalopun memang orang) yang nggak ada setai-tainya di dunia maha luas ini. Ah, jaman instan. Harusnya gwa nggak usah heran. Wong makan malem komplit aja bisa tersaji dalam hitungan detik, kenapa pemahaman nggak?!
Berawal dari datangnya 'a long-lost brotha' yang menghilang (hampir) tanpa jejak selama enam tahun. Tanpa sadar dia adalah pembuka kunci ke sebuah tempat yang nggak terjangkau bahkan dengan akal sehat sekalipun, where things happened for some unexplainable reasons.
Setelah physically dia pergi baru gwa tahu kemana dia bakal bawa gwa, melalui komunikasi per telepon ketika SMS kirimannya lama sekali tidak berbalas. Nggak tanggung-tanggung, gwa harus mendengarkan gempuran yang meluluhlantakkan semua rasio dan kerangka yang selama ini ada di benak gwa yang mahacupet. Berjam-jam diskusi lewat telepon yang seringkali disela kemurkaan, kebelet pipis sampe eek dan cooling down karena semua itu jadi tidak tertahankan di tengah perdebatan yang memanas (dan ditanggapi dengan tawa kejinya). Meskipun pembahasan ini udah pernah diulas seorang Yogi setahun lalu dengan bahasa sesederhana mungkin yang bisa dimengerti manusia idiot goblok (for example, me) sekalipun: rasio.
"Sudah saatnya kamu naik kelas ke level yang lebih tinggi dari ini. Nggak melulu semua hal bisa dinalar. Go with the flow. Enjoy the emotional landscape that I've dragged you into. Words are memories. Soul is your source. Start searching from WITHIN, not BEYOND nor BACKWARD."
Bah! Gimana bisa?! Oke lah, semua hal emang terjadi dengan alasan tertentu yang kadang ilmu kita terlalu rendah untuk bisa nyari jawabannya. Tapi masih bisa dijajaki sebab-akibatnya. Dianalisa. Ditimbang untung-ruginya.
... Sampai gwa tersadar. Hanya untuk 'membangunkan gwa dari tidur nyenyak', dia bisa nguras kocek untuk bayar tagihan telepon interlokal yang berlangsung dari tengah malem ampe adzan subuh. 4-5 kali dalam 7 hari. Gilanya, saking ndableknya gwa (yang menurut dia hanya bloking diri sendiri yang terlalu kuat dan karena memang nggak mau percaya), perlu waktu dua minggu penuh untuk bisa meruntuhkan--dengan sangat gampang--apa yang selama ini gwa yakini sebagai benteng terkokoh yang gwa punya.
"Kenapa kamu selalu menjawab pertanyaanku dengan pertanyaan lain? Kenapa semua jawabanmu itu--celakanya--selalu benar? Kenapa kamu rela ngabisin waktumu hanya untuk aku? APA UNTUNGNYA AKU BUATMU?!" protes gwa suatu malam.
Jawabannya:
"Kadang kamu harus berteriak 'DIAM!' pada pemikiran dan segala keterbatasannya. Aku nggak akan kirim bill telponku ke kamu, kalo kamu khawatir tentang materi. Aku nggak akan ambil apapun dari kamu, karena kamu memang tidak menguntungkan. Aku sudah anggap kamu seperti adikku, meski hubungan kita berawal dari persahabatan tanpa sengaja. Aku--semoga Tuhan mengizinkan--tidak akan berpaling dari kamu jika itu yang kamu takutkan, kecuali hal yang tidak bisa terhindarkan itu terjadi. Aku pernah seperti kamu dan tidak ada tangan terulur. Menyakitkan, berjuang sendiri itu. Tapi masing-masing manusia pasti dimintai pertanggungjawaban saat ada ketidakberesan terjadi dengan orang-orang terdekat. Kita saling mengingatkan. Aku mau menghantar kamu mengembangkan sayap dan terbebas dari belenggu yang kamu buat sendiri..."
Tau nggak apa yang paling menyebalkan dari semua itu? I've got three of them dan apa yang mereka katakan adalah Kebenaran. Tentang gwa, yang bahkan gwa baru tau kalo itu ada until they blurting it out in my very face. He's the hardest: pembentur, penyerang, penguji; yang satu penyabar, pendidik dan sopan; sementara satunya adalah 'supervisor' yang mengawasi keduanya, dimana saking halusnya gwa bahkan nggak ngerasa dijedot-jedotin.
You know what I call them? Three Guardian Angels that had been sent--either from Heaven or Hell, God only knows--to teach me lessons in the most sadistic way, with all scratches, bruises and bone-fractures which can not be seen with the naked eyes. Yet, I'm a masochist...
["Pain is power, katamu? Power untuk apa?" tanyamu dengan cengenges melecehkan. Dasar Bangke Babi, lu! *hug*]
Berawal dari datangnya 'a long-lost brotha' yang menghilang (hampir) tanpa jejak selama enam tahun. Tanpa sadar dia adalah pembuka kunci ke sebuah tempat yang nggak terjangkau bahkan dengan akal sehat sekalipun, where things happened for some unexplainable reasons.
Setelah physically dia pergi baru gwa tahu kemana dia bakal bawa gwa, melalui komunikasi per telepon ketika SMS kirimannya lama sekali tidak berbalas. Nggak tanggung-tanggung, gwa harus mendengarkan gempuran yang meluluhlantakkan semua rasio dan kerangka yang selama ini ada di benak gwa yang mahacupet. Berjam-jam diskusi lewat telepon yang seringkali disela kemurkaan, kebelet pipis sampe eek dan cooling down karena semua itu jadi tidak tertahankan di tengah perdebatan yang memanas (dan ditanggapi dengan tawa kejinya). Meskipun pembahasan ini udah pernah diulas seorang Yogi setahun lalu dengan bahasa sesederhana mungkin yang bisa dimengerti manusia idiot goblok (for example, me) sekalipun: rasio.
"Sudah saatnya kamu naik kelas ke level yang lebih tinggi dari ini. Nggak melulu semua hal bisa dinalar. Go with the flow. Enjoy the emotional landscape that I've dragged you into. Words are memories. Soul is your source. Start searching from WITHIN, not BEYOND nor BACKWARD."
Bah! Gimana bisa?! Oke lah, semua hal emang terjadi dengan alasan tertentu yang kadang ilmu kita terlalu rendah untuk bisa nyari jawabannya. Tapi masih bisa dijajaki sebab-akibatnya. Dianalisa. Ditimbang untung-ruginya.
... Sampai gwa tersadar. Hanya untuk 'membangunkan gwa dari tidur nyenyak', dia bisa nguras kocek untuk bayar tagihan telepon interlokal yang berlangsung dari tengah malem ampe adzan subuh. 4-5 kali dalam 7 hari. Gilanya, saking ndableknya gwa (yang menurut dia hanya bloking diri sendiri yang terlalu kuat dan karena memang nggak mau percaya), perlu waktu dua minggu penuh untuk bisa meruntuhkan--dengan sangat gampang--apa yang selama ini gwa yakini sebagai benteng terkokoh yang gwa punya.
"Kenapa kamu selalu menjawab pertanyaanku dengan pertanyaan lain? Kenapa semua jawabanmu itu--celakanya--selalu benar? Kenapa kamu rela ngabisin waktumu hanya untuk aku? APA UNTUNGNYA AKU BUATMU?!" protes gwa suatu malam.
Jawabannya:
"Kadang kamu harus berteriak 'DIAM!' pada pemikiran dan segala keterbatasannya. Aku nggak akan kirim bill telponku ke kamu, kalo kamu khawatir tentang materi. Aku nggak akan ambil apapun dari kamu, karena kamu memang tidak menguntungkan. Aku sudah anggap kamu seperti adikku, meski hubungan kita berawal dari persahabatan tanpa sengaja. Aku--semoga Tuhan mengizinkan--tidak akan berpaling dari kamu jika itu yang kamu takutkan, kecuali hal yang tidak bisa terhindarkan itu terjadi. Aku pernah seperti kamu dan tidak ada tangan terulur. Menyakitkan, berjuang sendiri itu. Tapi masing-masing manusia pasti dimintai pertanggungjawaban saat ada ketidakberesan terjadi dengan orang-orang terdekat. Kita saling mengingatkan. Aku mau menghantar kamu mengembangkan sayap dan terbebas dari belenggu yang kamu buat sendiri..."
Tau nggak apa yang paling menyebalkan dari semua itu? I've got three of them dan apa yang mereka katakan adalah Kebenaran. Tentang gwa, yang bahkan gwa baru tau kalo itu ada until they blurting it out in my very face. He's the hardest: pembentur, penyerang, penguji; yang satu penyabar, pendidik dan sopan; sementara satunya adalah 'supervisor' yang mengawasi keduanya, dimana saking halusnya gwa bahkan nggak ngerasa dijedot-jedotin.
You know what I call them? Three Guardian Angels that had been sent--either from Heaven or Hell, God only knows--to teach me lessons in the most sadistic way, with all scratches, bruises and bone-fractures which can not be seen with the naked eyes. Yet, I'm a masochist...
["Pain is power, katamu? Power untuk apa?" tanyamu dengan cengenges melecehkan. Dasar Bangke Babi, lu! *hug*]
tadi rasanya dah ngetik tapi ngag muncul. hiks
ReplyDeleteSESEORANG YANG MENJAWAB PERTANYAAN DENGAN PERTANYAAN?
HMM *DEJAVU*
but truly pit, i am BLESSED that i have such individual in my life ;)
ra dong ... :(
ReplyDeletengeri gw lihat judulnya..
ReplyDeletembak nana:
ReplyDeletewe're all blessed, sista... (=
maz ojek a.k.a maz bek:
nek tante ropa mesti ngerti yoh?
maz nunuz:
ah... jangan ketipu ama judul kalo baca muntahan gwa mah.
makanya nyet lu kudu bersyukur dengan kehidupan percintaan yang begitu-begitu aja (kalopun ada), underpaid job, homeless, restless, dan fucked-up !
ReplyDeletealah pasti ngeyel lagi :p
ah babi gw bosen sama kerjaan ! eh itu tolong ya url sayah http://ndaru.curang.com !!!!! bukan curang.com !!!!! matanya tolong di culek-kan !!!!!