Posts

In The End, Everybody Dies

Image
TRIGGER WARNING! Dark. So dark even by my own standard. Sudah hampir setahun ini saya berpikir keras--sesuatu yang sangat jarang sekali saya lakukan. Lumayan juga ini pageblug. Otak saya batal atropi. Yang jadi keresahan saya paling utama adalah betapa pemerintah nggak ada serius-seriusnya menangani musuh renik tak kasat mata namun sangat mematikan ini. Betapa bercandanya statement yang dilontarkan di publik oleh para pengambil keputusan yang di tangan mereka hajat hidup dan nyawa orang banyak terletak. Isuk dele, sore tempe. Mencla-mencle, undlap-undlup koyok peli ( melambaikan tangan pada Bapak Terawan yang saya ingin sekali dia dibuat mendadak gagu) . Saat tulisan ini dibuat, sudah ada 196.989 kasus tercatat dengan 8.130 kematian, termasuk 105 dokter (yang sekolahnya susah dan lama, duitnya kudu buwanyak, dan kalau ambil spesialisasi udah perpaduan antara budak Afrika jaman kolonialisasi Amerika dan gencet-gencetan ala ciwi-ciwi populer jaman SMU), belum lagi kru nakes dan para peke

20190117 - The Soulcatcher

Image
Tayang dengan persetujuan. Coincidence is a myth. We're meant to meet anyone who crossed our path. Some left as friends, lovers, and even soulmates; some left us a lesson. Namanya Vembri , tinggalnya jauh (dan mahal) di Papua sana. Saya mengenalnya karena teman hidupnya adalah juga teman saya seangkatan di kampus AMDG. Waktu saya ke Jakarta kemarin, kami sempat bertemu. Dia ke Jakarta karena urusan popotoan. Namanya masuk menjadi salah satu penerima hibah dari Panna Foto Institute . Sebenarnya saya hanya kurir. Saya membawakan majalah Natgeo Indonesia titipan istrinya, Pipin, edisi khusus Januari tentang obat-obatan karena tulisan dan foto Vembri terbit di sana. Tapi karena saya orangnya ogah rugi, ya sekalian saja saya aku-aku teman. Vembri adalah salah satu dari berderet-deret fotografer yang saya kenal di Jakarta, Jogja, dan Bali. Lingkaran kami yang bersinggungan akhirnya membuat kami ngobrol di WhatsApp. Dan seperti semua kejadian "serba kebetulan" lai

20190112 - Ten Years of Solitude

Image
Credit to the artist. I don't own the copyright. "Jadi... Selama itu?" "Ya." "Mengapa?" "Karena denganmu aku bisa jadi diriku sendiri." Aku tergugu. Benakku kaku. Hanya bisa kutatap layar ponselku. Di sana terdapat pesannya, seseorang yang mencariku, dalam hitungan tahun sejumlah jari sepuluh. Wahai. Lelaki memang bajingan. Entah karena terlalu kuatnya ingatan atau memori yang menolak mati. Tapi mengenang dan mencari satu perempuan selama itu, yang hanya dikenal melalui teks lewat internet di antara jutaan perempuan asli yang bisa disentuh dan dikecup, menurutku adalah sesempurnanya kebodohan. "Sekarang aku tak lagi lajang. Dan langkahmu masih saja panjang." "Mungkin aku juga belum akan berhenti. Yang aku mau masih banyak, berjenjang-jenjang." "Dan kau masih sama seperti dulu, tak pernah mau punya seseorang yang menunggu." "Ya... Buat apa? Aku toh tak menganggap pulang adalah perlu." La

20190111 - Make It Rain

via GIPHY Seberapa penting sih uang dan benda-benda itu sebenarnya? Here's my little story. Saya nggak dilahirkan di keluarga yang berpunya. Waktu SD perlu sepatu baru untuk ikut lomba upacara saja, sama Bu Anggi malah dikasih slip gaji Babab. Semua kebutuhan di-breakdown dari gaji Babab yang nggak seberapa dan ujung-ujungnya nggak ada yang tersisa untuk keperluan saya mengharumkan nama sekolah. Kan kampret. Tapi sebagai anak Indonesia yang keras di(h)ajar (literally!) oleh Bu Anggi untuk bermental baja dan nggak boleh menyerah, gimana caranya ya saya kudu-harus-fardhu 'ain bisa beli sepatu. Kalo nggak, ya sia-sia saya pulang sekolah panas-panasan bau matahari dan nggak jadi tukang bawa preambule yang bisa teriak-teriak sementara orang-orang terdiam mendengarkan saya ngebacot. Yekan~ Terus kamu ngapain, Pit? Ya cari duit dong! Dan apa yang bisa dilakukan anak cupu kelas 5 SD yang pengetahuannya soal pekerjaan cetek banget, gendut iya, kumel pasti, dijual jadi bint

20190110 - Soliloqui

Image
Sketched by my own Bartimaeus , my ever present safety net. I am braver than I believe, stronger than I seem, smarter than I think, and loved more than I know. Yup, I'm quoting Winnie the Pooh 🙊 Sometimes I'm focusing more to noises than listening to the real voice. Sometimes I'm carried away by impostors and forgot my genuine self. When I wanted to be stupid, I professionally gave in and gave up my wit. Nil bastardi carborundum. No bastard could grind me down. Bring it on, fucktard. This is an open challenge to myself. The victor would be the one with most humane: me as a whole or my idiotic ego. Vale!

20191019 - Confession

Image
Credit by the artist. I don't own the copyright. Forgive me Mother for I have sinned. Forgive my standoffish nature and take things lightly, that I thought I had everything under control. Forgive me for falling so fucking hard and reached my rock bottom. Forgive my eight hours of the BIGGEST sadness in my life, that I didn't put myself first in my own frame. Forgive me for sleeping the whole ride home and continued sleeping for 12-hour straight because this pain won't subside, my suffering was inevitable, and the hurt was so deep. Forgive me for being so reckless, for being so lulled by my own wishful thinking that the world revolves around me, that things could go my way, that if I could understand people then I could bend people under my will. Well, turned out that what I faced was not even people. I didn't know how to put it, but I don't think a decent human being could do something so hurtful and so ignorant. I should've learned my lesson that human

20190108 - Persinggahan

Image
Tempat ini serupa kuil, di mana doa-doa dipanjatkan, kadang dengan suara keras, kadang dalam airmata. Tempat ini serupa muara, ketika rindu dan harap saling menemukan, dan wajah-wajah punya nama. Tempat ini serupa sahabat, menunggu dalam sunyi dan sabar meskipun lama tak berkabar. Ia akan tetap menyambutmu hangat, menyapamu ramah, menyajikanmu rasa yang lama terlupa, tanpa mengada-ada. Tempat ini serupa mesin memori, mengembalikan ingatan tentang perjumpaan dan perpisahan, kenangan yang akan dan masih, luka yang berdarah atau parut yang membekas, riang yang pernah lalu punah. Tempat ini serupa kamu, persinggahan menyenangkan lalu lebur oleh waktu.

20190107 - P A G I

Image
Berbahagialah seperti pagi yang tak sekalipun menyimpan sekam berupa dendam. Setiap hari yang ia awali adalah kelahiran, pengampunan, pemakluman. Tak pernah sedikitpun ia simpan amarah atas malam yang berselingkuh dengan rembang petang, berdua-dua berlekatan hingga semburat jingga akhirnya padam. Lepaskan semua seperti pagi yang tak pernah menahan cerlang-cemerlang matahari. Sesekali mungkin ia cemberut karena mendung tak kunjung surut. Tapi nanti toh akan berlalu. Dan segala hal di kolong langit, sebagaimana ia bermula, pasti ia akan berakhir. Belajarlah berjanji seperti pagi yang datang selalu tepat tak pernah telat. Apapun yang disaksikannya dalam jatah durasi, ia jalankan tanpa sekalipun ada keluhan. Mari memaknai diam seperti pagi yang meskipun diriuhi hiruk-pikuk mahluk yang sibuk, tak sekalipun ia mengamuk. Ah, iya. Sudah pagi. Mari kita tidur lagi.

20190106 - Maukah Kamu?

Hai. Maukah kamu menari bersama di bawah hujan dan badai menggemuruh sebagaimana kita kanak-kanak dahulu, tanpa takut pilek dan kilat dan geluduk? Maukah kamu terjun bebas tanpa parasut dan tanpa pengaman apapun kecuali tanganku dalam tanganmu dan mataku yang lekat pada matamu? Bisakah kamu menahan semua keinginanku terhadapmu yang akan membuatmu bukan menjadi dirimu sendiri sementara aku terlalu baja yang kau coba tetesi dengan air raksa? Maukah kau menyeka tangis dan sakitku yang tumpah tak terbendung selewat tengah malam tanpa kutahu mengapa sementara yang kuperlukan hanyalah dekapan erat dan kebohongan manis yang diucapkan sambil berbisik, bahwa pada akhirnya, apapun yang terjadi, semua akan baik-baik saja, meskipun esok matahari masih leyeh-leyeh di saujana sementara ayam jantan sudah lelah klurak-kluruk? Pernahkah kau merasa muak ketika udara yang kau hirup dan tak pernah sampai penuh ke sepasang paru-paru sementara dunia begitu menghimpit seperti belahan tetek wari

20190105 - Perempuan Pemilik Jantung

Image
Credit to the artist. I don't own the copyright.  “Hey. Kau tahu bagaimana memerangkap rindu dan membuatnya jadi lagu?” Perempuan bertanya pada Lelaki yang duduk terpekur di meja makan. Yang ditanya hanya diam dengan kepala tertunduk dan tangan terlipat di pangkuan. Yang bertanya, dengan jemari memegang jarum berekor benang dan bergerak lembut teratur seperti sedang menari, masih saja mengerjakan kruistik yang tak kunjung selesai sejak sebulan lalu. Matanya tak lepas menatap sehelai kain serupa jaring dengan banyak sekali kumpulan X warna-warni, membentuk rumah, membentuk rerumputan, membentuk gemawan, dan hampir membentuk kanak-kanak berayun di antara dua pokok pepohonan bertajuk rimbun menghijau. Untuk beberapa saat udara dibuat pekak oleh keheningan paripurna. Perempuan menengadahkan kepala. “Kau itu… Kenapa sih, tak pernah menjawab setiap aku bertanya?” Air mukanya menyimpan sebal yang menggumpal. Hanya sesaat, untuk kemudian berganti dengan tatapan sayang ke Lel