Day 4 - H O P E




Bad men need nothing more to compass their ends, than that good men should look on and do nothing.
Edmund Burke
Eh, coba ya sekali ini nurut sama saya. Itu paket data bukan mantan terindah, nggak usah disayang-sayang. Tunyuk tombol "play" di YouTube tautan saya di atas dan baca post ini sambil dengerin. Tapi videonya juga bagus kok kalau mau lihat, nggak rugi. Nggak kayak yang itu, yang kamu udah usahain, kamu udah perhatiin, kamu jagain, terus ternyata dia pergi sama yang lain dan kamu ditinggal pas lagi sayang-sayangnya. Janji. Saya nggak sejahat itu. Makanya. Sekaliii aja, nurut sama saya. Ya. Mau ya. Please?   

Jadi...

Ternyata berkomitmen itu sulit, meskipun komitmen ecek-ecek nggak kredibel semisal OPOD--one post one day--berbahasa Inggris yang sedang saya terapkan pada diri sendiri saat saya menginjakkan kaki di Pulau Sumatera. Sebulan lalu. Meninggalkan separuh nyawa yang melekat pada lima anak-anak kaki empat semua. Mereka dirawat dengan baik oleh pengasuh yang penyayang dan penyelamat satwa. Kamar saya... Maksud saya, kamar mereka, juga masih saya bayarkan. Dan masih ada orang baik yang saya panggil sahabat yang sering menjenguk dan bermain bersama mereka.


Terus ngapain saya di Sumatera--pelosok Bengkulu Utara, tepatnya--yang Indomaret dan Alfamart terdekat tiga jam jauhnya dari tempat saya ngetik ini? Jawabnya: UJI NYALI. Serius.

Selama ini saya terlalu nyaman berada dalam tempat yang sangat mudah diprediksi meskipun pantat saya berpindah ratusan kilometer dari tempat sebelumnya. Hidup saya lima setengah tahun terakhir berjalan baik-baik saja. Dan sementara semua orang sudah level up urusan masalah, nyureng menghadapi problema yang berat-berat, hal mendasar yang paling menyebalkan buat saya masih masalah bokek. Kan bosan ya~

Makanya, waktu ada om-om bapak-bapak abang-abang gokil berbusa-busa presentasi-presentasian di depan saya tentang apa yang dia dan 'sebelah otak'nya kerjakan di Bengkulu, saya muka badak aja nawarin diri. Lucu-lucuan baru, susah yang baru, tempat baru, orang-orang baru, semua bakal ada di depan mata menunggu buat dirasakan, buat dialami. Saya nggak takut kelaparan, karena bertahan seminggu dengan uang lima ribu perak tanpa perut keroncongan sudah pernah saya alami di Jogja dulu. Saya nggak takut kesepian, karena 500GB++ dari HDD internal 1TB saya penuh film, ebook, audiobook, dan komik digital. Belum lagi suplai paket data 30GB++ dari operator merah tempat emak-emakan saya bekerja. Saya nggak takut kehabisan rokok karena masih bisa titip beli atau recycle puntung. Ngoahahahaha. Nggak denk, bercanda sambil tebar kode itu mah. Yang saya takutin cuma kalau kangen jauh banget pengen ketemunya. Untung langsung inget kalau saya jomblo.      



Fast forward dengan banyak sekali micin kehidupan di antaranya dan menyuntikkan energi baru *batuk*installTinderdannemumamasJogjalucubaikdanbaunyaenak*batuk*, kemarin saya tanda tangan kontrak kerja. Berakhir Juni 2020. Hampir dua tahun. Dan ini gila. Saya belum pernah ambil keputusan sebesar itu. 24 jam setelahnya saya bahkan masih deg-degan, meskipun BuBos sudah mengirimkan parsel selamat bergabung ke kamar berupa bir dingin dan coklat batangan. Haha.     

So, what made me?


Jadi, saya mengajar bahasa Inggris di sekolah perkebunan SAWIT (noh, gue tebelin biar kebaca dengan jelassss). Bukan guru di kelas dalam sekolah, tapi sekadar guru les. Saya lolos probation sebulan, bukan untuk ngetes kompetensi saya dalam mengajar tapi untuk ngetes endurance sampai akhirnya saya lambai-lambai tangan ke kamera. Ternyata saya lolos dan semua masih baik-baik saja. Saya sudah punya teman sekamar yang awalnya hanya datang setiap jam makan tapi lama kelamaan ndusel-ndusel jablay juga. Karena itulah ia dibaptis menjadi Ucin Gumash. Saya juga bisa pinjem anak lucu punya Pak Dir, mix Golden dan German Shepherd bernama Witi, yang meskipun Pak Dir menyandang marga Batak tapi bocahnya punya nama panjang yang sangat Jawa sekali: Suwiti #JavaneseUnderstands. Saya sudah punya happy place dengan hammock yang ALHAMDULILLAH YAAA nggak jebol saya naiki, tempat saya bisa leyeh-leyeh baca komik atau main ponsel dengan langit luas dan pepohonan teduh di sekeliling.

Nah, ngajar ini kan bukan proses yang sebentar. Apalagi PaBos dan BuBos, #CoupleGoals versi saya banget itu, punya cita-cita segede alaihimgambreng yang kalau nggak dicicil dari sekarang akan susah kesampean. And, lo and behold, saya nongol. Ahay~  

Saya nggak pernah mimpi harus bersinggungan dengan anak-anak. Mereka terlalu banyak do's and dont's-nya untuk bisa saya berteman. Tapi saya ngajar anak-anak SD sampai SMA, jadinya ya harus banyak-banyak nahan diri. Apalagi kamar tempat saya di sini berada dalam kompleks sekolah SMA, pas pinggir aula. Nggak ada cerita di kamar bisa bebas pakai kaos dan celana dalam doang. Tapi adaptasinya nggak lama kok. Dan nggak susah.



Yang susah adalah bagaimana menembus mereka biar ngerti saya ngomong apa, menembus pemahaman mereka soal apa yang hendak saya komunikasikan. Tapi dengan observasi sedikit lebih lama, itu masih nggak seberapa. Yang puwaliiiing susah dari semuanya adalah menembus diri saya sendiri untuk lebih banyak lagi belajar diam dan mendengar, belajar tahan diri dan maklum tanpa pasang muka bitchy. Dan dari mereka, dari anak-anak yang tadinya saya ogah berdekat-dekat karena takut mereka meniru jelek-jeleknya saya, saya banyak dapat pelajaran.


Mereka semua, anak-anak kelas saya, adalah malaikat dibandingkan dengan anak-anak kota yang dibesarkan ponsel sementara ortunya sibuk macet-macetan berangkat dan pulang kerja. Mereka saling bantu jika ada teman yang tidak mengerti namun terlalu malu untuk bertanya pada saya. Dan seminggu saya di sini saya sudah merasa jadi OKB lokal suka bagi-bagi duit ustazah kondang karena semua bocah berseragam yang berpapasan di jalan akan langsung menghampiri dan... SALIM! Masuk dan keluar kelas pun begitu. Can you imagine, gue seancur ini dan anak-anak berbaris rapi buat salim?! NGGAK USAH KETAWA!


Selain Noun, Verb, dan Adjective; di sela Simple Present Tense, Greetings dan Expression; mengikut di belakang Passive Voice, Affirmative, Negative, dan Interrogative Sentences, saya selipkan cerita tentang bagaimana bertanya, bagaimana menjadi berani, dan bagaimana berkata tidak sambil menghargai pilihan. Saya sisipkan kerinduan saya pada bocah-bocah di Bali dengan bercerita di depan kelas mengenai tetangga-tetangga saya yang menyelamatkan dan menyayangi anjing dan kucing liar. Saya bagi kesukaan saya pada kata dan makna, pada hukum sebab dan akibat, pada tatanan chaos dan order, dan pada konstelasi gemintang menyala terang tanpa gangguan lampu jalan atau derum barisan kendaraan diam tak bergerak di atas aspal.



Dan semoga, ketika saya lelah dan merasa ingin berhenti, saya akan ingat satu momen pada suatu kelas di Minggu siang. Ketika kaos Homicide dengan tulisan Ungovernable di punggung menghantarkan cerita tentang Pramoedya Ananta Toer yang menyusun sejarah Indonesia dalam empat buku luar biasa dan dibuat secara bertutur pada rekan-rekan sesama tahanan di Pulau Buru. Tentang bagaimana kecintaan Marquis de Sade pada tulisan membuatnya harus menulis dengan darah di dinding ruang tahanannya. Tentang bagaimana, di satu titik ketika kita merasa pengetahuan membuat dada kita membuncah menyesakkan tanpa bisa dibendung, yang bisa kita lakukan hanya menulis, mengejawantahkan gagasan, bekerja untuk keabadian. Karena gagasan itu kebal senjata dan tak pernah mati.                   

So. yeah. Ideas are bulletproof. And I'm here to make it contagious. 
       



Comments

  1. Aku gak bisa nahan ketawa, Mbak Pito. Maaf ini mah. :))

    Btw, aku bisa membayangkan betapa seru dan menyenangkannya dirimu menjadi guru mengajar mereka. Dan kok aku jadi kepikiran random pengen nyamperin kamu di sana ya... Untung inget Bengkulu Utara itu jauh beudh, men. Gak jadi deh. :))

    ReplyDelete
  2. Kimi:

    di sini mah bebaaas. mau ketawa, mau salto sambil pipis, mau falling in love with people you can't have, terseraaaah~
    sini kamu main sini kalo udah cuti lumayan panjang. ntar kita cerita nabi2 sambil ngitungin bintang jatoh dari halaman belakang. hihi.

    ReplyDelete
  3. Enak banget bisa memutuskan kerja cuma begitu aja. Masa mudakupun tak semudah itu. Apalagi tua begini.

    Uripmu kepenak.

    ReplyDelete
  4. Pakdhe Wi:

    matur nuwun sanget, Pakdhe. tapi kan ya sawang-sinawang. kalo boleh, aku juga mending idup enak punya duit banyak ga usah kerja. atau kek Pakdhe, selama bertahun-tahun tiap bulan financially safe dan bisa jalan-jalan bawa Robyn dan Kikhu. tapi biasanya buat nyampe ke situ harus melakukan yang membosankan dulu. kulo mboten kuat~ 😩

    ReplyDelete
  5. Pitooo selamat jadi guru yaaa. Terharu sekali. Aku pernah ngajarin anak2 juga dan banyak kebahagiaan yg aku dapat dari mereka T_T

    ReplyDelete
  6. Teh Is:

    Teteeeeh~ makasih yaaa 😁
    iya nih, banyak banget yg bilang terharu2 gitu. padahal ni gw ngajar doang, ga menemukan obat kanker.

    ReplyDelete

Post a Comment

Wanna lash The Bitch?

Popular posts from this blog

Another Fake Orgasm

Tentang "Dikocok-kocok" dan "Keluar di Dalem"

Belahan Dada, Anyone?