Mari Mencium Pantat!

Semua perbuatan baik berawal dari niat baik. Kecuali kalo yang berbuat adalah parpol
- Guweh 

Gambar diembat dari sini

Lihat gambar di atas?

Saya sih suka. Dan entah si bapak-bapak itu ngebayangin apa ke bocah-bocah. Maaf ya, Pak. Saya nggak nuduh. Tapi hari gini, kita nggak pernah tahu pedo bear bermanifestasi ke orang (bertampang) baik-baik seperti apa lagi. Tapi saya ngebayanginnya para bapak itu merasa bangga karena ilusi pengayom dan penyedia bagi anak-anak.

Ini gambar ngembat juga, tapi dari sini

Sekarang gambar di atas itu. Saya nggak suka liatnya. Bukan karena si bapak nyengirnya mengerikan kayak pengusaha human trafficking, bukan. Tapi gimana cara orang di hadapannya cium tangan. Nunduk banget, kayak yang pasrah-madep-mantep-total gitu. Oke, kalian emang dibantu. Tapi ya nggak gitu-gitu amat, lah. Itu masalah saya sih, bukan masalah mereka. Dan mereka (juga kamu) juga nggak perlu tau itu. Nggak penting, nggak bikin orang-orang berhenti rebutan tanah di Palestina.

Tapi satu hal yang paling penting, adalah tradisi cium tangan.

Sebengal-bengalnya anak-anak Bu Anggi, tiap akan keluar rumah serius (yang harus naik Patas atau commline), saya dan adik saya akan selalu menyempatkan semenit-dua untuk cium tangan sambil pamitan. Pas udah gede, saya baru ngeuh artinya, yaitu biar orang rumah tau kalo kami keluar rumah, dan kalau ada apa-apa di jalan sudah pamitan.

Di keluarga kami pun masih ada tradisi cium tangan ke orang (di)tua(kan). Jika ada arisan keluarga, jika ada orang asing yang saya dan adik saya nggak tau itu siapa, kalau waktunya salaman ya kami cium tangan. Ya nggak cium tangan banget sih, paling nempelin tangan ke pipi atau jidat. Nggak kebayang kan kalau misalnya halal bihalal dan harus baris untuk cium tangan beneran, dan kita ada di antrian paling buncit? Duh, itu tangan udah kena moncong siapa aja?!

Sampai setua ini pun kebiasaan cium tangan masih saya lakukan ke orang-orang yang saya anggap dekat dan lebih tua. Biasanya mereka para "empu" masa kini yang berilmu tinggi yang pengetahuannya sering saya curi melalui ngobrol sambil ngopi.

Tapi saya belajar banyak tentang berbagi melalui gestur lain, yaitu pelukan. Orang-orang yang kenal saya secara personal akan tahu betul bahwa saya sangat peduli pada ruang personal. Kalau nggak kenal-kenal banget, salaman aja saya males. Apalagi pelukan. Tapi pelukan antara dua orang yang bertemu kembali setelah sekian lama adalah bahasa paling jujur tentang kerinduan, urjensi untuk catching up, keingintahuan menyenangkan, dan semua hal yang hanya bisa dibagi antar dua orang teman baik.

Tapi sebagaimana dua mata pisau, dalam cium tangan dan pelukan tetap akan terasa palsu jika kita nggak benar-benar tulus melakukan. Dan saya, meskipun terkesan nakal, masih sangat naif untuk hal ini.

Saya sering aneh sendiri jika ada orang yang cium tangan atau pelukan dengan maksud ingin ter"lihat" menghormati dan kesan diterima. Makanya saya sering risih sendiri kalau ada dedek-dedek unyu yang pamitan sambil mencoba cium tangan ke saya. Saya akan langsung refleks menarik diri sambil komentar, "ih, elu kayak anak panti asuhan abis dikasih sumbangan deh!" Maafkan saya, buat kalian anak-anak panti. Bukan maksud saya bikin kalian sebagai parameter cari muka. Buat saya, the least you can do adalah cium tangan ke para donatur buat, ya itu tadi--membuat mereka mengalami ilusi menyenangkan sebagai pengayom dan penyedia, dan kemungkinan besar akan mengulangi bantuan di kemudian hari lagi. Saya nggak ada masalah dengan itu. Kalian perlu itu, karena nggak bisa ngandelin dana dari pemerintah terus-terusan. Kalau bisa, malah saya bakalan coaching kalian gimana caranya cium tangan atau mendengarkan cerita basi para donatur sambil terlihat bahagia, segaring apapun cerita si donatur.        

Kesimpulannya ya gitu. Karena cium pantat bisa dikenakan pelanggaran UU Pornografi, makanya mending cium tangan aja. Meskipun secara anatomi, tangan dan pantat letaknya berjauhan, toh secara fungsi dan gestur antara cium pantat dan cium tangan sebenarnya cuma beda tipis. Lagipula, tangan, apalagi tangan yang buat cebok, itu lebih (terkesan) bersih daripada pantat karena akan selalu dicuci. Di wilayah tropis semacam Indonesia, tangan akan selalu terbuka dan diangin-anginkan. Nggak ada kesempatan lembab keringat dan tertutup pakaian seperti pantat sehingga nggak mungin tangan kita berbau pantat. Jadi, mendingan kita cium tangan aja. Demi kemaslahatan kita semua!





 

Comments

Popular posts from this blog

Another Fake Orgasm

Tentang "Dikocok-kocok" dan "Keluar di Dalem"

Belahan Dada, Anyone?