Sekadar Pengingat

Penyair adalah mahluk aneh yang bisa mengubah kopi, rokok, malam dan hujan menjadi larik-larik puisi.

Saya bukan penyair. Penulis pun bukan. Malu rasanya mau ngaku-ngaku penulis tapi nggak pernah ada satupun karya yang naik cetak. Kan nggak proven and tested jadinya. Nggak kayak temen saya Elia Bintang yang diam-diam sudah bikin 3 novel. Iya, TI! GA! Tapi saya pengen bisa nulis kayak dia, konsisten dan punya napas panjang, telaten ngetik dan baca, dan sabar menjalani proses dari awal hingga selesai.

Tapi gini deh, tak kasih ilustrasi: bagaimana rasanya kehabisan bensin di tengah jalan yang tepian kanan-kirinya cuma sawah dan purnama dini hari telah tergelincir turun menunggu aplusan dengan matahari? Buat yang suka parno sama benda-benda tak kasat mata sih pasti bakal bete. Saya? Ya paling minggir, nyalain rokok, poto-poto jika baterai di kamera ber-hp (eh, kebalik ya?) masih cukup atau kebetulan bawa powerbank sambil nunggu pagi dan nunggu orang baik lewat untuk membelikan saya bensin di pinggir jalan yang biasanya botolnya ada tulisan ABSOLUT VODKA-nya.

Tapi bagaimana jika kamu kehabisan bensin ketika jalan hidupmu masih panjang dan satu-satunya orang yang bisa kamu mintakan pertolongan hanya dirimu sendiri?

Bangsatnya, itu yang saya alami sekarang. Saya seperti habis ide di Bali. Bukan, bukan berarti saya lungkrah kelelahan. Justru sebaliknya. Keadaan terlalu nyaman dan damai membuat "api" saya hampir mati. Padahal "bensin" saya adalah amarah. Well, setidaknya itu yang dibilang salah satu empu yang dulu ilmunya sering saya curi di pojokan Jakarta Selatan tempat saya biasa begadang ngembat koneksi hotspot. "Kamu itu cuma punya dua emosi: senang dan marah. Kalau marah, baru kamu hidup," ujar beliau suatu malam sambil berlalu ke pantry.

Saya nggak mengiyakan, tapi nggak juga menidakkan. Sebenarnya ucapan itu bisa saja benar dan bisa juga salah. Saya nggak suka ada orang sotoy kayak gitu, tapi ya apesnya orang itu memang guru saya. Dan sepengalaman saya, dia selalu melihat yang tersirat di balik yang tersurat, khas orang-orang tua pada umumnya yang keluberan pelajaran. Terus saya mau bilang apa dong?!

Sepertinya satu hal dari orang-orang tua yang celahnya belum bisa saya dapatkan adalah bagaimana mencermati semua hal yang mengalir di depan mata sambil menikmatinya dan memasukkannya ke dalam database pengalaman untuk bisa membuat anak-anak (sok) muda nan belagu seperti saya merasa diskakmat sampai nggak bisa berkutik dengan ucapan semacam itu. Tapi ternyata saya bukan satu-satunya yang kepaten geni ketika berada dalam kondisi terlalu aman-damai-nyaman-sentosa. Kemarin satu lagi pengakuan dari Kangmas Ayah Guru yang kebetulan bertandang ke Sanur. Dia yang karena desain nakal-dan-pasti-subversif-nya akhirnya bisa bekerja di Bali hanya sanggup bertahan tiga bulan karena ya... kehabisan bensin itu tadi. Saya nggak tahu pasti bagaimana nasib project-nya itu. Kayaknya sih dia kembali ke habitatnya, ngurusin anak dan istrinya main-main di kebun belakang menyelamatkan generasi muda bangsa Indonesia jika tiba saatnya para eyang menonton shitnetron dan ngotot ngajak cucu.  

Tapi saya juga nggak mau dikendalikan kondisi. Sebagaimana Kangmas Ayah Guru itu ngeles dari cengkraman ortu dan mertua tukang cekok shitnetron ke cucu, saya juga harus pintar ngeles dong. Saya yang harus mengendalikan. Saya kan control freak getoloh. Jadi, sepertinya saya harus putar mindset lagi nih, kayak vokalisnya Weezer yang tetap bisa bikin karya tanpa harus dikendalikan mood.

Yuk, yuk!

Tapi, mari kita tidur dulu. Selamat full moon. Sering-seringlah lihat ke langit kalau jalan-jalan malam di Bali. Bintangnya BUWANYAK!

Hihi.  



    

Comments

  1. Mbak, ajak aku ke Bali, Mbak! Ajak aku! *halah* Aku kan juga mau lihat ke langit kalau jalan-jalan malam di Bali. Apalagi kalau gandengan tangan sama si ehem-ehem. *halah, kaya' punya aja*

    ReplyDelete
  2. Susah jalan2 malam sambil pegangan tangan di sekitaran Ubud. banyak guguk galak =P

    ReplyDelete
  3. Inspirasi buat nulis itu memang lebih mudah dateng saat sedang galau atau susah... *sok tuwir*

    ReplyDelete
  4. Suatu waktu dulu saya (eh saya)pernah nonton film kungfu Hongkong, Samo Hung bintangnya.

    Dia terjepit oleh lawan dan ketakutan. Lalu dia punya ide gila, dia ngembat lombok banyak-banyak dari keranjang lalu jadi nekad dan berani.

    Aku pernah berada dalam kondisi sepertimu di sini yang terlalu 'damai' ini. Tapi pada akhirnya itu juga adalah tantangan bagaimana menaklukkannya.

    Jadi jangan heran kalo di Twitter aku begitu beringas.. Aku butuh ketidakdamaian yang semoga selalu memicu mesinku untuk melaju..

    Eh aku udah bisa komeng di sini! Hidup kantor baru!

    ReplyDelete
  5. terus yang bilang

    Penyair adalah mahluk aneh yang bisa mengubah kopi, rokok, malam dan hujan menjadi larik-larik puisi.


    itu siapa?

    ReplyDelete
  6. Om DV
    hidup comfort zone! *eh?*

    Fira
    ya itu gw sih. emang kenapa?

    ReplyDelete

Post a Comment

Wanna lash The Bitch?

Popular posts from this blog

Another Fake Orgasm

Tentang "Dikocok-kocok" dan "Keluar di Dalem"

Story of Women