Tentang Hantu di Sudut Pikir

Ia meringkuk di pojok, lutut sejajar dengan telinga. Sepasang tangannya memeluk betis dan wajahnya nyaris tak terlihat tertutup rambut. Namun aku tahu ada sepasang mata menatap galak menghunjam punggungku yang duduk membelakanginya. Sudah tiga jam terakhir ini dia ada di situ, tak bergerak. Tapi matanya mengikutiku ke manapun. Menonton, membaca, menyeduh kopi, hingga aku masturbasi.

"Kau tak lelah begitu terus sedari tadi?" Aku bertanya dengan suara yang-sebenarnya-tidak kuusahakan bernada keras. Entah mengapa malah menggelegar mengisi ruangan dengan frekuensi kemurkaan meruap hingga ke langit-langit. 

Seonggok sosok yang tidak penting-penting amat itu akhirnya bergerak dengan bunyi gemerisik halus. Mungkin merasa tak nyaman atau bosan.

"Harusnya aku yang bertanya seperti itu padamu," ia menjawab. Suaranya sedikit menggema dan jauh, seperti datang dari sumur kering tak berdasar.

Dudukku menegak. Berani sekali! Tanpa pikir panjang kuhampiri dia, sepucuk kehinaan dalam ruangan tak bernoda tempat aku Sang Maha Agung berdiam.

"Lebih baik kau lenyap dari sini. Kau harusnya sadar bahwa menurut proses penciptaan, kau lebih rendah dariku, dari kami, manusia. Kau hanyalah hantu, sosok serupa asap yang melayang ringan tak kasat mata mencari ruang-ruang kosong yang tidak kami tempati." 

"Memangnya kau masih percaya dongeng-dongeng omong kosong dari Kitab Suci? Bukankah kau sendiri yang membuatku?"

Aku terhenyak. Lidahku mendadak kelu. Mahluk ini bernyali dan berpengetahuan rupanya. Mungkin ia sering menyelinap masuk di tengah obrolan panas para grupis ateis sambil memperhatikan. Atau meringkuk di sudut-sudut taklim sambil memasang telinga lebar-lebar mencuri dengar.

Dia menengadah. Sepertinya ia tahu ucapannya tepat menancap ke tengah jantung. Bibirnya melengkung ke atas membentuk senyuman-atau seringai?-dan seketika aliran dingin merambati tulang belakangku ketika barisan gigi lancip mengintip dari celah mulutnya.

"Kau tak sadar kekhawatiranmu terhadap semua hal yang belum terjadi itulah yang mengundangku ke sini? Aku memang hanya bayangan, tapi aku nyata. Aku mewujud dalam setiap ketakutanmu, dalam kegelisahanmu pada semua 'andai' dan 'kalau saja'. Aku meng-ada setiap kau meneriakkan kegalauanmu ke seluruh penjuru semesta maya dalam bentuk ketikan di bawah rezim tiran 140 karakter bernama Twitter. Atau omelanmu di Facebook. Atau yang sekarang sedang kau lakukan ini: merekaulang sejumput fragmen yang hanya terjadi di dalam kepalamu."

Aku. Beku.

Ia bangkit berdiri, menjulang hingga kepalanya tepat berada di sebelah neon putih meliuk. Aku memandangi wajahnya yang menatap bengis ke arahku. Lengkung mengerikan itu masih di sana.

"Kau yang mengaku Tuhan bagi dirimu, sesungguhnya tak perlu gentar pada sosok mirip hantu di hadapanmu. Keduanya serupa, sama-sama teronggok di sudut pikirmu. Bebaskan ketuhanan dan kehantuanmu. Maka kau akan bebaskan dirimu sendiri. Kau paham itu kan?"

Lalu ia membungkuk. Kami bertemu muka dengan muka. Ternyata matanya menyenangkan, seperti sepasang mata anjing yang minta diajak main. Dan senyum itu tak lagi menakutkan. Betapa biasnya perspektif. Aku tertipu.

Tangan kirinya yang besar terangkat menyentuh keningku dengan ringan. Dingin. Sebelum wujudnya menghilang bersama asap rokok yang terbakar setengah di asbak, ia masih sempat berkata: "Jaga diri dan kewarasanmu baik-baik. Kujenguk kau lagi kapan-kapan."

Entri ini diketik menggunakan TouchPal for Android yang baru diunduh, sekalian ngetes. Enak juga.

Comments

  1. Anonymous11:05 PM

    Tibane pamer gajet! -__-!

    ReplyDelete
  2. bukan gejet, pung. tapi apk kibot baru. udah 2 hari dan hasilnya lumayan. ya masih enak Swype sih, tapi Swype crash mulu ama HTC gw.

    ReplyDelete
  3. Anonymous3:28 AM

    Jerene pang ngopi! Dolano mrene.

    ReplyDelete
  4. mauuu. anter-jemput tapinya ya. durung bayaran ikiii. klien durung approve, duite yo durung mudun. asu lah ((=

    ReplyDelete
  5. Blm prnh coba entri pake mobile device.... Bagus juga... *mampir* *trus-balik-lg-ngantor*

    ReplyDelete
  6. terima kasih, bu pane. kalo kata gw mah bukan karena perangkat postingnya. tapi emang yg posting udah terlanjur keren

    *kemudian ditimpuk selop high heels ama bu pane*

    ReplyDelete

Post a Comment

Wanna lash The Bitch?

Popular posts from this blog

Another Fake Orgasm

Tentang "Dikocok-kocok" dan "Keluar di Dalem"

Story of Women