Posts

Showing posts from September, 2006

I Live, Therefore I Work, Therefore I Live, Therefore I Work

Bahagialah orang yang hidup dan bekerja untuk orang lain karena dia memberi dan akan dicukupkan dari keringatnya. Celakalah orang yang hidup dan hanya bekerja untuk dirinya karena diri tidak akan pernah cukup mencapai apapun. Dua perempuan duduk berhadapan dengan dua cangkir kopi yang hampir kosong, dua bungkus rokok dan asbak penuh abu di meja kafe. Mereka saling berpandangan setelah beberapa jam ngobrol heboh. Yang satu menatap lurus-lurus ke perempuan di depannya yang memandang balik dan memainkan rokok di sela jemari sambil tersenyum. "Lu kenapa liatin gue terus? Suka?" "Enak aja. Emangnya gue jeruk makan jeruk?! Nggak... gue kagum aja. Akhirnya lo udah mirip wanita karir sekarang. Look atcha! Drastis. Padahal lo pernah bilang nggak mau jual diri dengan menghamba pada jam kantor dan gaji bulanan." "Haha. People change, Baby. Gue juga. Gue harus liat ke depan, nggak bisa selamanya begini terus. Sekarang gue mau numpuk duit banyak-banyak." "Untuk a...

Han, Jangan Ketawa. Saya Ngaku Kalah.

Hey, kamu. Saya minta dengan sangat, segenap jiwa raga, sepenuh hati, dengan saksi alam raya dan seisinya... Tolong lepas dari kepala, hati dan hidup saya. Biar saya maju ke depan tanpa menengok ke belakang. Tolong... [as I sit here, powerless, helpless, with your overwhelming image still ramming inside my skull, haunting like a ghost, and getting bigger as I try harder to get rid of you]

Lungkrah, Capek, Sebel

Betapa merusaknya rasa marah terhadap seseorang, seberapapun besarnya cinta yang pernah atau masih ada. Serasa ingin mencengkram, mencabik, melihatnya bergelimang darah, menatap dengan senyum puas ketika ia tercekat waktu nyawa di tenggorok, akibat perkataan maupun perbuatan yang menyentuh harga diri. Karena harga diri adalah harta terakhir perempuan, a woman's last treasure, without which her purse would be empty. Meski sering jadi bumerang. Duh, Han... Redakan hati hamba. Bikin dia terima cobaan dan nikmatMu dengan kesabaran seluas jagat. Buka pikiran dan akal agar bisa menerima dan tetap tegar bertahan, berapa kali pun dihajar rasa kecewa yang bikin murka...

Ah...

Gwa bukan orang yang ngejar sesuatu dengan ngoyo karena gwa jarang kepingin sesuatu dengan amat sangat. Gwa juga bukan orang yang teguh pendirian karena ada masa ketika apa yang gwa percaya berbalik 180 derajat menyerang gwa. Tapi gwa yakin pada usaha. Karena semua memang ada harganya, harus ada usaha. Dari bayi ceprot--bahkan ketika masih di perut--gwa udah usaha. Untuk tetap hidup, diterima di lingkungan teman sebaya, di sekolah, di rumah, di kampus, you name it. Bahkan di komunitas yang menurut gwa nyaman. Meski lahir dengan berat kurang dari 2 kilo, pas gede gwa emang bongsor dan 'lain'. Gwa gak terlahir dengan kaki 2 pasang atau hidung di jidat, tapi gwa selalu dianggap aneh oleh orang yang menganggap diri normal. Oke, gwa terima. Dan gwa--berkali-kali--berusaha untuk jadi so-called normal. Untuk dapetin sepasang sepatu yang biasa dipake temen-temen pun gwa harus usaha ngojek payung biar uang kekumpul dan sepatu kebeli. Gwa nggak nyesel. Itu pelatihan dini untuk gwa yang ...

??? ....... !!!

"Lo masih sayang ama gwa?" "Jangan tanya itu sekarang. Gwa pusing..." [Dialog post-ciuman antara dua mantan kekasih yang masih berteman baik] "Setiap bibir kami bersentuhan, getar itu masih ada. Perasaan dilempar ke langit terjauh dan terhempas nikmat dengan kepusingan ambrosia yang memabukkan selalu melindap, meski 'persetubuhan kecil' itu sudah keseribu kalinya. Apa perempuan selalu menyerahkan diri dan tubuhnya untuk mendapatkan cinta sementara lelaki memberi cinta untuk mendapat nafsu? Gwa bingung, nih..." Jujur, Sahabat... Gwa juga nggak tau mesti bilang apa... Man sux!