Ia meringkuk di pojok, lutut sejajar dengan telinga. Sepasang tangannya memeluk betis dan wajahnya nyaris tak terlihat tertutup rambut. Namun aku tahu ada sepasang mata menatap galak menghunjam punggungku yang duduk membelakanginya. Sudah tiga jam terakhir ini dia ada di situ, tak bergerak. Tapi matanya mengikutiku ke manapun. Menonton, membaca, menyeduh kopi, hingga aku masturbasi. "Kau tak lelah begitu terus sedari tadi?" Aku bertanya dengan suara yang-sebenarnya-tidak kuusahakan bernada keras. Entah mengapa malah menggelegar mengisi ruangan dengan frekuensi kemurkaan meruap hingga ke langit-langit. Seonggok sosok yang tidak penting-penting amat itu akhirnya bergerak dengan bunyi gemerisik halus. Mungkin merasa tak nyaman atau bosan. "Harusnya aku yang bertanya seperti itu padamu," ia menjawab. Suaranya sedikit menggema dan jauh, seperti datang dari sumur kering tak berdasar. Dudukku menegak. Berani sekali! Tanpa pikir panjang kuhampiri dia, sepucuk kehin...