Semacam Acak

Ini pagi melankoli sekali seusai kemarin menjadi saksi ketika seorang teman baik akhirnya berlabuh dan berjanji hanya pada satu Larashati. Tidak, bukan masalah patah hati dan semacamnya. Tapi bagaimana keyakinan dan keteguhan terhampar secara sederhana, melampaui semua ketakutan yang termaktub dalam teori kaum urban pengecut yang tak berani ambil resiko berbagi tentang segala "what if". 

Sementara sang ratu sehari merasa semua hanya seremoni tak berarti dengan berbagai konon dan harus yang digelembungkan hingga sebesar menara gading tingkat delapan. Lagi-lagi ini hanya masalah geser pantat: akhirnya semua hanya berakhir sebagai panggung pertunjukan. Hal itu akan membuat segalanya lebih gampang diurus. Dingin dan profesional, meskipun sebenarnya dia sangat hangat.

Ini pagi melankoli sekali, karena satu-satu rekan "seperjuangan" pergi. Tapi semua memang hanya tinggal menunggu hari. Hari dimana kita tak lagi bisa mengelak dari keharusan karena tak ada pintu terbuka atau jendela terkuak, bahkan tak secelahpun lubang tikus untuk menunda, berhenti, merunduk, untuk sekedar ngelés. Karena saya tak lagi berdoa, saya hanya berharap jika masa itu tiba saya tak lagi punya jantung yang berdetak. Lebih baik mati ketimbang usaha yang mentok demi nasib sendiri.

Ini pagi melankoli sekali mendapati berbagai berita dari ruang maya, tentang orang yang mati, umara jumawa, bayi mengikik geli, dan bagaimana ruang hidup menjadi mampat sementara curiga dan prasangka mengular membeludak. Maka tak penting memproduksi anak dari rahim pribadi. Lebih baik memutus kemungkinan darah-daging sendiri menjadi robot bernyawa. Dan ini adalah tindakan paling keibuan dari saya, perempuan yang lebih sering dicap lelaki.

Ini pagi melankoli sekali, mendapati beberapa suara yang berkata "kamu tetap temanku meskipun kamu mengaku lesbi". Sayangnya tak hendak saya membuktikan omongan mereka karena hidup terlalu indah hanya untuk dijalani dengan pura-pura. Dan saya tak sampai hati pada mereka yang berusaha tulus setengah mampus namun berpaling ketika keadaan tak lagi bisa di-tulus-kan. Karena tulus itu, kawan, adalah mudah saat kau tak harus melakukan apa-apa.

Ini pagi melankoli sekali karena berpasang-pasang mata yang saya ingat dan saya kira arogan sesungguhnya hanya memancarkan sorot… ketakutan. Maafkan saya karena tak bisa sekadar berhenti dan bertanya. Saya juga ketakutan.

Ini pagi melankoli sekali…

Comments

  1. dan untuk kedua kalinya melihat pito memakai *** *sensor*
    semoga ada barbuk photo-photo di fesbuk.
    *berlalu sambil ngikik*

    ReplyDelete
  2. jadi ternyata lu jadi lesbi yang gak tulus?

    *menarik dukungan sambil menanti barbuk*

    ReplyDelete
  3. ni pada bawel2 semua yeee…
    *iket mak chic ama om galesh, ceplesin atu2*

    ReplyDelete
  4. Aku punya barbuk pito make *** (Kalo hurupnya berubah jadi bintang2, berarti kena sensor) Tapi mukanya rada gak kliatan dikit, sih *ngikik*

    ReplyDelete
  5. tenang pit...gw mah selalu punya standar ganda :))

    ReplyDelete
  6. ngebayangin barbuk...

    ReplyDelete

Post a Comment

Wanna lash The Bitch?

Popular posts from this blog

Another Fake Orgasm

Tentang "Dikocok-kocok" dan "Keluar di Dalem"

Belahan Dada, Anyone?