Energi itu Bernama C I N T A


Malam Minggu kemarin saya dapat "tugas" menyenangkan: disuruh nonton Konser Ulang Tahun Langit Musik sambil angon beberapa blogger yang berhasil saya provokasi untuk ikut. Setelah riweuh ngurus ID card, nongkrong sebentar sambil nodong Bang Ichank mbayarin Kalosi enak, nonton Om Iksa jeprat-jepret yang lagi nunggu open gate, nungguin adik-berkakak Puspa dan Luvie yang dateng beda-beda, nyela-nyelain El, endeswei-endesbrei, akhirnya kami mencar di dalam venue, bolak-balik di antara dua panggung, indoor dan outdoor.

Untungnya kuping saya perek. Musik apapun ya masuk-masuk aja. Dari yang cukup "gubrag" semacam Metallica dan Soulfly sampai yang mendayu-dayu macam P. Ramlee atau Lilis Suryani. Dan saya punya jagoan baru gara-gara nonton konser ini: Bottlesmoker, grup tekno cowok Bandung lucu dan sopan, Angkuy dan Nobie, yang suka banget sama seaweed rasa wasabi (karena nyetrum-nyetrum di lidah) dan punya imajinasi bebunyian seluas angkasa tanpa batas (tsaaahhh!!!).

Karena saya terbiasa memaksimalkan fungsi telinga dan nggak terlalu peduli tampilan (ditambah kaki gempor karena harus jalan dari pagi pleus rada ngedrop belum tidur), jadilah saya cuma nongkrong di depan gerai myOyeah sambil ngebir bareng balakurawa dan pasang kuping mendengarkan sesayup sampai. Lagipula agak malas juga karena di luar gerimis meskipun the supermoon masih centil nampang di puncak gedung Epicentrumwalk.

Hingga lamat-lamat saya dengar suara perempuan berlatar gitar yang dulu sering saya temui raut sumringahnya bersama sang suami kribo di tempat saya biasa nongkrong: Endah 'n Rhesa. Saya sontak beberes perabotan lenong yang terserak, masukin lagi ke ransel dan sprint ke luar ruangan lalu dapet spot nikmat di kiri panggung untuk menikmati the little girl with a big guitar and the big-haired guy with wonderful senses (and they are both equipped with magic fingers as well!). Kegerimisan tanpa payung pun nggak peduli!

Hanya karena satu kebetulan saya bisa kenal mereka di luar panggung. Awalnya saya malah nggak tahu kalau mereka musisi sebelum para abang-abangan laknat di kantor belakang menyeret saya ke Loca!, salah satu kafe di Kemang yang sekarang awarahum. Mereka, sepasang suami istri itu, adalah orang-orang hebat. Pertama kali saya nonton mereka pentas, panggung dan penonton seperti nggak ada batas. Seenak-enaknya aja kadang Mbak Endah panggil-panggil penonton yang juga temannya (atau teman yang menonton?) untuk urun suara di panggung barengan, meskipun dengan nada dasar do = C doyong. Mas Rhesa yang kalem dan nggak banyak omong tetep gahar mbetotin bas atau senyum-senyum melihat kelakuan teman-temannya. Dan seusai "bekerja", mereka biasanya malah turun panggung, foto-foto atau ikutan ngobrol di salah satu meja. Sempat malah panggung yang masih hangat seusai encore itu akhirnya dibajak oleh para laknat, minjem gitar dan mik untuk ngegaya nostalgia mengenang jaman mereka masih mahasiswa cupu dan nge-band di Malang, bawain One Last Cry dan satu lagu khususon yang diciptakan dadakan untuk saya (dengan pesan sponsor "nggak boleh mewek!"). Dan duo hebat itu malah ikut-ikutan nyanyi dari kursi penonton!

They still have THAT thing di pentas kemarin lusa, bermain-main dengan nada dan berkomunikasi lewat tatapan mata. Apalagi ketika "When You Love Someone" (satu-satunya lagu yang saya hapal. Haha!) melantun, entah kenapa saya merinding melihat cinta yang mengalir sedemikian besar dari keduanya. Dan energi itu menular ke pasangan-pasangan di sekitar saya yang tanpa sadar merapatkan pelukan di bawah gerimis. Semua orang turut bernyanyi, dan saya hanya bisa cengar-cengir sambil merutuk dalam hati kenapa saya ditakdirkan nonton sebagai jomblo (halah!).

Belakangan baru saya tahu dari sini kalau sebenarnya mereka mengalami masalah teknis yang amat sangat bikin deg-degan. Seumpama mereka tentara, senjata mereka macet beberapa menit setelah mereka tawur di medan perang. Tapi musik mereka saling gapai, saling raih, saling merangkul satu sama lain, saling menguatkan. Dan kami semua, yang terkutuk punya telinga dan jiwa, tersihir. Mereka bermain sempurna. Tak seutas pun nada melenceng dan nafas terputus. Mereka punya energi dahsyat bernama cinta: pada musik, pada pasangan jiwa. Dan di sela-sela satu lagu yang jahanam ajaibnya itu, sang suami masih sempat mencuri-curi mendaratkan kecupan di kening dan pipi si istri yang tersipu malu.

Satu lagu selesai dan mereka berangkulan erat. Setelah beberapa saat, kami yang ada di sana masih bisa melihat Mbak Endah menyusut sisa genangan air di sudut mata dan cengar-cengir. Pelukan dilepaskan, dan dengan suara bergetar perempuan kecil itu berkomentar, "Emang ya, perempuan kalo lagi dateng bulan bawaannya sensiiii!"

Lagu-lagu selanjutnya mengalir cantik tanpa bisa terbendung, masih bicara cinta sederhana, tentang kenyamanan berbagi dengan yang terkasih, tentang kebahagiaan. Dan saya tahu, that night was their night. Saya tak ambil pusing dengan judul lagu dan lirik. Saya hanya menikmati cinta sepasang musisi yang begitu frontal dan vulgar namun menyenangkan, tersaji dengan telanjang, tanpa hijab, tanpa tudung, tanpa tedeng aling-aling. Musik adalah bahasa, dan mereka fasih melafalkannya.

Suami-istri itu pun usai bermain di halaman mereka pribadi--di atas pentas--di bawah sorot mata ratusan orang. Panggung gelap, suara-suara sesak cinta berganti musik ajeb-ajeb, memberi jeda pada musisi berikut untuk bersiap tampil. Saya mlipir ke pinggir, duduk di tepi teras bergabung bersama teman-teman yang lain. Iseng, saya buka phonebook di ponsel, mencari satu nama yang nggak pernah saya hapus meski SIM card sering berganti, dan saya kirim satu pesan pendek.

Tak sampai lima menit ponsel saya berbunyi. Pesan berbalas:

Ahahaha! Terima kasih yaaa. Ya olo... Pitooooo! Aku kangen padamu :'(

Ah, perempuan itu. Masih saja membumi. Usai pentas pun masih sempat membalas SMS, nggak merasa dirinya sedemikian keren bersuamikan yang nggak kalah keren dan (mungkin) berhasil membuat beberapa jomblo berani nembak malam itu. Sementara saya hanya bisa numpang keren memajang SMS balasannya ((=

Tapi saya dapat pelajaran berharga malam itu. Ternyata memang masih ada cinta sederhana yang bisa ditampilkan meskipun tak sederhana. Terima kasih sudah menunjukkannya pada saya. Dan saya nggak akan rela menukarnya dengan asal-asalan. Tidak dengan membajak. Janji, saya akan beli album kalian!

ps: sorry, fotonya ndak ada yang asik )= jadinya saya ngembat dari sini dan dari sini.

Comments

  1. nanti klo udah beli ablum-nya aku dibelikan ya pit.. :p

    Ayo Tiduuuuuur!! biar mukamu gak kucel kayak cucian kotor!

    ReplyDelete
  2. Luvie
    iya, ntar. kalo dapet ngantuk =P

    ReplyDelete
  3. padahal gue jg dapet invitationnya... tau ada elo, gue bela2in dateng deh.
    ah ya sudlah...

    ReplyDelete
  4. duh, jadi mupeng nich

    ReplyDelete
  5. Anonymous11:40 PM

    Wooww. pada baen deneng, pit
    Favoritku, "slo mo smile" B-)

    ReplyDelete
  6. Lea
    lha gwa juga ndak tau kalo elu dapet invitation ((=

    Pence
    sana ke WC! mupeng eek kan?

    Ipung
    yoi yoi. paling asik beat nya =D

    ReplyDelete
  7. soal bajak membajak ini memang nganu... piye yo mbak... *mlipir, minggat*

    ReplyDelete
  8. Pakdhe Stein
    ah, pakdhe ini... mo mana?
    *jerat pakek laso berduri*

    ReplyDelete
  9. Lain kali gue diajak dong, noonnnn....!!!

    ReplyDelete

Post a Comment

Wanna lash The Bitch?

Popular posts from this blog

Another Fake Orgasm

Tentang "Dikocok-kocok" dan "Keluar di Dalem"

Belahan Dada, Anyone?