Resurrection: Bersihin Kamar adalah Kunci!

Nasihat adalah cara seseorang memperingatkan dirinya sendiri melalui kesotoyannya dalam memandang masalah orang lain. Itu juga kalau dia sadar dirinya bermasalah.

Jadi, ketika saya mengetikkan ini, kata pojok kanan atas layar ponsel saya sudah jam 3:29 pagi waktu Ubud dan sekitarnya. Saya nongkrong di lantai teras nan duwingin mampus ditemani suara jangkrik, kodok, dan sesekali lolongan anjing tetangga sementara menunggu lantai kamar kering sehabis dipel.

Eh? Dini hari ngepel?

Iya. Saya sedang terapi membenahi diri. Karena saya kangen Bu Anggi.

Di suatu masa yang rasanya seperti berabad-abad lalu saya pernah diberi wejangan oleh beliau bahwa manusia seringkali dikenang BUKAN dari hal-hal besar yang dilakukannya, melainkan dari tindakan-tindakan remeh yang diperbuat dengan tulus. Dan lagi-lagi kata Bu Anggi, percuma juga mengandai-andai melakukan sesuatu yang besar jika satu tindakan kecil saja gagal terlaksana. Dan entah kenapa saya berasa mak nyos ketika mengasosiasikan bentuk dan rupa kamar saya, dunia kecil saya, tempat perlindungan, suaka-kandang-"rahim"-benteng-gua-palung-pohon Boddhi saya dengan ingatan itu yang datangnya nggak pakai permisi saat saya buka pintu sejam lalu.

Hidup saya tercermin pada kondisi kamar (yang seharusnya) nyaman dengan halaman luas tanpa riuh suara kendaraan dan asap knalpot namun sering bikin masuk angin jika saya ketiduran dan lupa pakai selimut, meskipun tanpa kipas maupun pendingin udara. Banyak barang-barang remeh tercecer di lantai sebagaimana saya meninggalkan beberapa unfinished business di tempat tinggal saya dulu--pada Ibu Kos (halo, Mama Rana! Hihi), pada The God in Human Form (lirik Om Jim dan Mbah Wicak), pada dream project saya sendiri (elus-elus ebook Satanic Verse), pada janji-janji yang belum tertepati (saya nggak mampu menyebut siapapun pada jeda ini karena daftarnya akan puwanjang sekali dan tulisan ini bakalan jadi teramat panjang jika dituruti).

Sering saya merasa sebal ketika ada orang yang merasa lebih tahu tentang hidup saya lalu merasa berhak memberi larangan dan panduan tentang bagaimana saya seharusnya bersikap. Well, meskipun saya sering sok jago menuhankan diri sendiri (dan invoice!) ternyata saya masih sama seperti manusia lain pada umumnya. Ogah dikritik, bete dinasihati, gondok kalau disalah-salahin. Untung saja saya tidak punya kemampuan mengazab. Jika punya, mungkin tidak ada lagi yang tersisa dari apa yang disebut ras manusia. Dan monyet. Dan kucing. Dan nyamuk. Dan lain-lain.

Lalu? Intinya apa, Pit?

Nggak ada. Saya cuma mau pamer kalau saya sebenarnya rajin dan nggak suka kamar berantakan. Dan Ubud hampir subuh ini dinginnya bikin jari kaku buat ngetik. Dan ponsel saya lowbat. Dan kasur nyaman saya sudah memanggil-manggil. Tapi saya senang karena saya berhasil membereskan satu masalah nyata dalam hidup, meskipun saya merasa habis melakukan ritual buang sial karena banyak sekali peninggalan yang mengingatkan saya tentang kepercayaan yang dihianati, dan saya bangga dapat melalukannya.

This too shall pass? Nah. THIS, too, HAS already passed!


Comments

  1. kamarku dooonkkk... rapinya 1 hari, berantakannya 6 hari. 1 harinya itu pas gue lg pulang ke bekasi.

    ReplyDelete
  2. hihi. sama, Le. gw juga semacam itu =P

    ReplyDelete
  3. itu beneran Bu Anggi pernah ngomong bgitu?

    ReplyDelete

Post a Comment

Wanna lash The Bitch?

Popular posts from this blog

Another Fake Orgasm

Tentang "Dikocok-kocok" dan "Keluar di Dalem"

Belahan Dada, Anyone?