Posts

Showing posts from February, 2010

Love, defined

Love is to listen: understand, beyond any comprehension, to know the correct way to respond, with all your heart. Love is to share: to give a shoulder to sorrow, anger, and the feeling of abandoned; yet most important is to intercept the joy and laughter when your going gets tough. Love is to learn: to get to know the new, exciting knowledge that unveiled its mystery, unknown prior to its revelation. Love is to let go: freeing your object of affection be what he wants to be, to go through the distance, without question, with arms wide open when he comes back. And love is to keep it silenced deep within, to wait patiently, until the time comes and you want to shout it out loud but could only pronounce a sheer whisper that could be heard even by the whole universe. Your time will come... [dedicated to a lioness ]

Story of Women

Image
Whatever you give a woman, she will make greater. If you give her sperm, she’ll give you a baby. If you give her a house, she’ll give you a home. If you give her groceries, she’ll give you a meal. If you give her a smile, she’ll give you her heart. She multiplies and enlarges what’s given to her. So, if you give her any crap, be ready to receive a ton of shit! - Anonymous Dinihari bersama hingar teriakan Otong KOIL dari headset melepaskan penat saya memelototi ratusan baris terjemahan, proyek kerjabakti bersama seseorang. Agak siang nanti saya berjanji sowan ke rumah perempuan hebat, a newly divorcee , a single mom, dengan seekor labrador betina cantik dan putri pintar. Ia menjanjikan saya Chicken Adobo yang baru saya dengar namanya. Saya mengenalnya, tidak secara intens, beberapa bulan belakangan. Namun dari pertemuan kami yang baru tiga kali, perempuan usia tiga empat yang sedang rehat dari studi beasiswa S3-nya di Australia ini memiliki aura menyamankan dan damai. Berada di istana

The Silent Scream

Image
Lelaki tak pernah menangis, tapi hatinya berdarah. Kutipan dari om-om mbois wangi kolak, diambil dari entri di blog nya. Dulu, saya paling anti sama cowok cengeng pengeluh, tukang sambat, dan seperti nggak bisa liat bagaimana indah dunia yang sedang ia jalani meskipun segala macam masalah menghadang di depan. Saya mendapati contoh nyata di Babab, lelaki paling nyantai sedunia (dan akhirat?). Sebesar apapun masalah, saya tidak pernah mendapatinya menangis. Kecuali ketika kedua orangtuanya, kakek dan nenek saya, meninggal dunia. Didikan ibu saya yang keras, yang nggak segan-segan memungut gagang sapu atau kemoceng untuk 'menghajar' saya ketika saya nakal, dari kecil hingga saya besar, membuat saya juga anti menangis. Bagi saya, menangis saat dihajar adalah kekalahan. Karena diam tidak mengaduh dan menentang sepasang mata kalap nan murka—yang biasanya seteduh tajuk beringin di siang hari—adalah perlawanan. Namun saya sempat tertegun, diam tak bergerak dan hampir lupa bernapas, mem

One Hell of a Closing Weekend

Mas-mas yang ganteng-ganteng dan pintar gambar tapi jarang mandi disini membuat saya harus pulang lewat jam sebelas pada Minggu malam, menembus rinai gerimis untuk sampai di shelter Dukuh Atas. Saya nggak salahkan mereka, karena saya pun telat datang. Dan mereka, meskipun late comers, celakanya tahan lama di kelas. Mau saya bawa bahan susah, kek; gampang, kek; babat teruuuus. Bakal selalu di-'no'-in sebelum dua jam lewat, walaupun saya berkali-kali nanya 'enough?'. Hihi. C01, angkot Kijang putih jurusan Senen-Ciledug, membawa saya dari Dukuh Atas ke prapatan Melawai. Tumben banget, taksi burung biru nggak ada yang lewat. Dengan menyandang ransel di depan, saya keluarkan rokok sambil menunggu. Tiba-tiba saya dengar suara-suara berisik dan cempreng. Ternyata ada dua waria menyandang kotak karaoke full treble, mengenakan rok mini dan tanktop, wig panjang sepunggung, dan bedak tebal lima senti. Mereka agak kaget karena saya perhatikan, namun tetap berjalan mendekat ke arah