Posts

Showing posts from September, 2009

Lebaran, Anyone?

Hari terakhir puasa Babab tidak bersama kami ketika Lebaran. Kami santai saja. Ibu masih mencetak adonan kue kering pada nampan ketika takbir berkumandang tanpa henti di mesjid, karena ini adalah saat yang tepat mencoba resep. Adik saya malah tidur karena flu. Dan saya baru pulang ke rumah pukul sebelas malam. Semua sama seperti biasa, kecuali bagian membuat kue. Sejak dulu keluarga saya memang tidak pernah mendewa-dewakan Idul Fitri karena itu hanya perayaan atas terbebasnya nafsu setelah terkungkung sebulan penuh. Setidaknya begitulah menurut saya. Salahkan media yang mengangkat momen ketertundukan manusia atas nafsunya sendiri sebagai tambang iklan dan rating yang tak habis dikeruk. Silahkan berkernyit pada lawakan-lawakan konyol pengantar sahur (dan saya bertanya-tanya ada berapa korban tersedak hingga mati ketika mereka makan sambil tertawa). Bebaskan dirimu untuk memaki beberapa pendakwah—dadakan dan asli—pengisi waktu sebelum adzan magrib datang (dan tidak akan kamu lakukan kare

Loony Talk

Repost dari entri bertanggal 13 Januari 2009, saya kopas demi sebuah kenangan terhadap dua orang gila di suatu dinihari. 1:59:05 AM Him: paganisme pada dasarnya merupakan keyakinan yang toleran: kultus2 lama tidak merasa terancam oleh kedatangan tuhan2 baru, selalu ada ruang bagi tuhan2 lain di kuil untuk berbagi tempat di altar dan duduk berjejer berbagi sesembahan tradisional 1:59:07 AM Him: hahahahaha! Nice! macam musyarawah tuhan 1:59:15 AM Him: :)) 1:59:30 AM Me: itu tulisan sape? 1:59:36 AM Him: karen amstrong 1:59:40 AM Him: gw ketik ulang buat elu 1:59:44 AM Him: kagak pake kopas2an 1:59:48 AM Me: aihhh… 1:59:52 AM Me: makaciiiii 2:00:07 AM Him: lucu2 gmn gitu itu bagian itu 2:00:12 AM Him: nyengir gw bacanya 2:00:19 AM Me: iya, gwa juga bayanginnya gitu 2:01:08 AM Me: tuhan2 pada ngerubungin meja 2:01:39 AM Him: hahahaha 2:01:44 AM Him: tuhan melu prasmanan 2:01:45 AM Me: ngopi2 sambil ngomongin umat ama nabi2nya 2:01:47 AM Him: enek dress code 2:02:01 AM Him: trus saling curh

Pada Dua Puluh Menit Terakhir

... yang sekarang beranjak sembilan belas: Indikator daya yang tersisa di baterai Pektay, menggeletak di meja pada sebuah kafe. Malam melarut. Takbiran dengan bingar suara latar berirama lebih dari 200 beat per minute telah lama punah, terpadamkan oleh protes saya yang menginginkan lengang di malam 1 Syawal (yang saya rasa sama sepi dan kering di hati). Kursi-kursi diangkat, membuat kafe ini bertambah luas. Namun kami, saya dan seorang lelaki yang duduk di sebelah saya, berwajah tirus seperti mengemban beban pada sepasang pundak kurus, masih terpaku di sini, di hadapan pendar layar tigabelas inci, meluapkan gelisah dalam diam. Hanya bunyi ketukan tuts keyboard dan hembusan asap tipis dari hidung dan mulut kami, mengambang ke atas untuk kemudian lenyap. Dan beberapa pengunjung berdiri dari meja, menggeser bangku, mengangkat pantat, tertawa, bersalaman, berpelukan, mengucap selamat, dan berpisah di halaman parkir. Beberapa pelayan menatap gelisah pada kami yang masih menunduk, bahkan eng

Tentang Kendali

Image
Ramadhan tinggal beberapa hari lagi. Puasa-puasa begini biasanya makanan di rumah tidak banyak berubah. Hanya es buah atau kolak yang biasanya tidak pernah absen setiap hari.  Ibu saya menyukai Ramadhan. Asalkan harga-harga tidak melambung tinggi. Baginya, memasak untuk makanan sahur dan buka itu lumayan irit dari segi waktu dan material. Dan ibu masih saja bertanya-tanya sampai sekarang mengapa bisa semua harga bahan makanan naik gila-gilaan dalam sebulan untuk para keluarga yang 'cuma makan segitu'. Seingat saya, saya mulai puasa penuh sejak kelas tiga SD. 'Penuh' menurut ukuran ibu saya, turut sahur dan berbuka pada waktunya, nggak makan dan minum diantaranya. Padahal, andai beliau tau, pasti saya nggak dianggap puasa. Saya kerap 'nithili' tempe goreng di dalam lemari, siang-siang sepulang sekolah karena nggak tahan. Bukan karena lapar (seingat saya, saya nggak pernah merasa lapar), tapi karena pengen.        Ketika saya besar, saya lebih bisa paham tentang p

The Aging Part

Image
"Gue kangen brondong, Pit," keluhnya di jendela chatting suatu malam. Saya tau, yang dimaksud pasti lelaki muda yang fotonya dia kirimkan ke email saya. Beberapa bulan yang lalu memang dia sempat cerita ada 'brondong' yang sedang 'dilekatinya' dan ia kenal di Facebook. "Ya udah. Telpon sana. Atau SMS. Jangan kayak orang susah gitu lah," jawab saya sekenanya. Ada jeda lumayan lama sebelum akhirnya dia melanjutkan. "Nggak bener nih. Dia masih SMS dan masih nelpon setelah ketemu gue. Nadanya juga masih mesra. Padahal umur gue udah 35. Menurut lo dia suka nggak ama gue?" Saya hampir terjengkang dari kursi karena pertanyaannya lucu sekali bagi saya. "Are you that blind?! Geez!" "Ya... Gimana dong? Gue janda beranak empat, perut bergelambir, paha berselulit. Mosok dia masih bilang gue imut?" Well, untuk urusan penamaan sebenarnya saya agak pilih-pilih. Buat saya, anjing gede bertampang sangar dan berbulu hitam gondrong bisa ja

Re: Post

Ada bekas-bekas gerimis dengan titik air bergayut malu di ujung-ujung daun Angsana Ada sejuk udara malam berembun mengiringi pergantian tanggal Ada hangat tawa sahabat di tengah kopi kental dan hot ginger bersusu Aku berontak ketika kau hentak tanganku untuk turut, menepis–tanpa hasil–lengan yang kau lingkarkan di bahuku dan setengah menyeretku pulang Namun mengapa waktu berhenti, gerak otot melumpuh, mata terpejam, mulut membungkam dan lidah kelu ketika kurasa sepersekian detik panas bibirmu pada bibirku, turun menjalar selalu kian kemari ke perut, menggemuruhkan dada dan membuat isi kepala berputar pasca bungee di Jembatan Bloukrans? Dan mengapa semua warna jadi kontras luar biasa padahal malam redup, bulan sembunyi, bintang lelap, dan lampu merkuri pun malas-malasan seperti Kuntilanak pulas di bawah selimut tebal? Bumi basah. Aku juga. Repost dari entri bertanggal 18 November 2008. Just a simple remembrance.

Tentang Patah Hati

Saya lupa berapa kali saya kena sial seperti judul entri ini. Banyak hal penyebabnya. Cowok, pekerjaan, sekolah, keinginan tak tercapai. Sebut saja. Saya sudah pernah semuanya. Tapi toh dunia nggak berhenti berputar karena hati saya patah, kan?  Sebuah studi yang entah dimana, entah siapa penggagasnya dan entah siapa penelitinya (blame my limited memory, don't blame those angelic scientists) pernah berkata bahwa orang dengan tinggi diatas rata-rata, berkulit lebih terang dan secara fisik enak dilihat akan selalu mendapatkan semua hal lebih mudah ketimbang orang yang tingginya standar cenderung kuntet, berkulit sawo busuk, dan AGAK sepet di mata. Sebagai salah satu mahluk tuhan dengan karakteristik terakhir saya sadar betul hal ini. Namun satu hal yang (mungkin) dilupakan para peneliti tersebut adalah daya juang para mahluk sepet yang tidak standar. Saya juga tau cowok-cowok akan melirik ke teman-teman perempuan saya yang lebih kurus dan lebih bening. Itu wajar. Preferensi. Makanya

Redefining Life

Image
“You name any relationships imaginable (and unimaginable), state your attachments, simplify everything, and you get yourself a baggage—be it small, big, or gargantuan. It’s only a matter of how to press the baggage into an itsy-bitsy, tiny-winy little package that will put a smile on your face, every step of the way. The smaller the package, the wider the smile. Thus, make one hell of a good show, Pit. Let God watch you in silence while the Angels stroking His dick fiercely.” — an email that I read at two o’clock in the morning that successfully made me laugh to my heart’s content and waking mbak-mbak next door to have their very early sahur. Thanks, dear friend. You are proved and tested to be a guru long before I knew you personally. You have my highest gratitude… Errr... performing before God and seeing the Angels do the handjob?! Ergh! Think of something greater, Baldy-Perv! I know you could do better than wanking your weenie when the earthquake hit you. Image is taken from here .