Posts

Showing posts from April, 2009

Iseng

Image
Tidur paling lama dua jam tiap hari bakal bikin otak bekerja maksimal dan mampu menciptakan bom atom. Worked splendidly to Einstein, though. AKU ADALAH SETAN Aku tercipta dari api paling panas di Neraka, lahir bersama ratusan jenisku sendiri yang berlari ganas merobek rahim ibuku. Aku sudah lupa berapa saudara kandungku, saking banyaknya. Tapi aku ingat beberapa tugas pertamaku saat beranjak dewasa: membisiki telinga manusia-manusia tak beriman untuk larut dalam perbuatan yang dimurka pencipta. Malam ini aku baru saja berhasil membujuk seorang lelaki berputra dua untuk membelot dari tanggungjawab sebagai suami dan ayah. Dia baru saja menggadai motor butut satu-satunya, sumber nafkah sebagai tukang ojek. Uang yang sedianya untuk anak pertama masuk SMP kini dia hamburkan demi kehangatan seorang kupu-kupu malam di kompleks pelacuran. Meski sebentar, dia dapat melupakan istrinya yang kurus, sakit-sakitan dan selalu kelelahan. Lepas tengah malam dan aku sedang duduk di bawah pokok Mangga pa

A Letter to Jon

Image
Dear Jonathan Davis , Sedang apa kamu saat ini? Pukul berapa disana? Bagaimana proyek-proyek sampingan setelah kelompokmu moksa? Bagaimana kabar istri cantikmu yang mantan bintang film porno itu? Masihkah kau pelihara dreadlock panjang hingga punggung? Di usiamu yang sekarang ini, apakah kau sempat merasakan getirnya asam urat? Apalagi kulihat perutmu membuncit dan gumpalan lemak bertebaran di sekujur tubuh. Maaf, baru kali ini aku menyapa. Padahal suaramu menghantam telinga tiap aku kemana-mana. Maaf, aku tidak turut mengenalmu sejak masih SMA. Eric Martin dan Billy Sheehan membuat serak geramanmu menenggelam. Did you know, Jon? Karenamu aku belajar keindahan dari nada yang hampir selalu turun setengah. Melalui bait-baitmu aku belajar memahami perih-pedih penghianatan, dusta, penghinaan, putus asa dan gelisah. Lewat irama gegap namun muram, kau beberkan lungkrahnya menjalani hidup menunggu ujung. Kamu memberi arti baru pada makian. Pada gumaman. Pada liris bagpipe yang membawaku ke pu

Choke, Anyone?

Image
Waktu saya masih sekolah di Jogja, pada setiap liburan, 'sanctuary' saya untuk bisa baca buku-buku aneh secara gratis adalah QB Sarinah. Adem, dengan sofa empuk, dan ambience yang bikin orang betah berlama-lama membaca. Nggak peduli saya harus berangkat panas-panasan dari Bekasi. Saya sempat 'tersandung' sebuah buku hanya karena sampul depannya bergambar diagram anatomi manusia dengan tulisan C H O K E berwarna merah. Otak saya langsung berasumsi, mungkin orang itu mati tersedak. Kasihan sekali. Itu adalah cinta pada lembar pertama. Saya langsung suka pada cara Palahniuk menulis (dan tanpa sadar saya belajar mengadopsi gayanya bertutur). Semua satir dan getir tertuang dari pengalaman hidup yang pahit, seperti diceritakannya pada reporter Rolling Stones. Sempat dia membukukan kumpulan cerpen yang dia buat saat dia menjadi sukarelawan untuk kelompok pecandu seks. Ironis. Di negara sebebas Amerika, dengan impian-impian kaum migran untuk jadi apapun, ada segelintir manus

Here's Something You Can't Understand

Image
You know I'm going to gat ya how do you know where I'm at When you haven't been where I've been understand where I'm coming from while you're up on the hill in your big home I'm out here risking my dome just for a bucket or a faster ducket Just to stay alive yo I got to say fuck it. Here is something you can't understand: How I could just kill a man - Rage Against the Machine Malam ini melankoli sekali meski siklus perdarahan bulanan baru terlalui. Seperti ada gumpalan berkarat memenuhi benak. Mengendap dan tercampur bersama nanah, terwadahi hati sedang infeksi. Saya membenci. Saya ingin membunuh. Saya haus. Namun, apakah menyelesaikan masalah? Saya ingin berteriak di wajah seseorang, betapa saya terhina dengan perlakuannya. Saya ingin menyayat wajahnya tipis-tipis. Ingin menggarami hingga rata. Mengucurinya dengan lemon terkecut. Saya ingin merasakan hangatnya darah memuncrat ke muka saya dari nadi besar di lehernya yang saya robek dengan belati. Saya i

Orang-orang Jakarta

Saya bukan anak baik-baik. Saya sering sekali pulang dini hari sendirian, menyusuri Jalan KH Ahmad Dahlan hingga Radiodalam. Saya kerap mendapati gembok pagar kost terkunci karena pulang lewat dari jam malam. Akhirnya, saya harus terdampar di restoran bubur ayam yang buka 24 jam, di seberang gang, menunggu pagi datang. Seperti saat ini. Meskipun uang yang saya punya hanya cukup membeli segelas teh tawar panas dan akan dimaklumi oleh mas-mas pelayan dengan senyum tulus. Saya masih nakal. Saya tidak pernah menolak lintingan ganja yang ujungnya telah terbakar dan wanginya mengundang liur. Terkadang saya mencandu, menginginkan harum dedaunan kering itu menari-nari pada paru dan nostril, membuka cakrawala berpikir yang sepertinya tidak habis-habis. Saya bandel. Terkadang saya pulang dengan kepala berat akibat iseng meladeni tantangan seorang sahabat yang berbekal sebotol Jack Daniels dan mengajak saya mabuk di pinggir trotoar. Saya selalu ingin mencicip tuak khas satu daerah yang berhasil m

Cerita Akhir Pekan

Saya meninggalkan Bandung diiringi tatapan sedih seorang perempuan kecil menggendong anak kucing imut bernama Beibeh. Saya yang salah, tidak terburu-buru pergi ketika dia belum pulang. Saya kecup puncak kepalanya dan berjanji akan kembali jika akhir pekan saya luang. Sementara benak saya penuh terisi materi bahasa Inggris fucked up yang harus saya ajarkan di Boncang Headquarter pukul delapan nanti. Langit gelap dan rintik hujan turun satu-satu ketika saya sampai di terminal Leuwipanjang. Mata saya nyalang mencari bis merah eksekutif yang akan membawa saya ke Lebak Bulus. Nggak ada. Damn! Terpaksa saya lompat ke bis lain dengan sandaran duduk warna ijo ngebet. ‘ Nama Saya Merah ’ pemenang Nobel 2006 tidak mampu membuat saya fokus membaca. Apalagi lengkingan Sebastian Bach melagukan ‘ In A Darkened Room ’ bersama Skid Row pada MP3 player portable membuat saya nyaman seperti sedang berada di kamar sendiri. Saya hampir tidak sadar ada bapak setengah baya menyandang tas kerja dengan jas cok

Halo, Han! Apa Kabar?

I met a traveller from an antique land Who said: Two vast and trunkless legs of stone Stand in the desert. Near them on the sand, Half sunk, a shatter'd visage lies, whose frown And wrinkled lip and sneer of cold command Tell that its sculptor well those passions read Which yet survive, stamp'd on these lifeless things, The hand that mock'd them and the heart that fed. And on the pedestal these words appear: "My name is Ozymandias, king of kings: Look on my works, ye Mighty, and despair!" Nothing beside remains: round the decay Of that colossal wreck, boundless and bare, The lone and level sands stretch far away. - Ozymandias by Percy Bysshe Shelley (1792-1822) Kamu masih disitu kan, Han? Masih belagu dan maha, kan? Well, kata orang-orang, Kamu masih tetap seperti itu. Menyayangi dengan caraMu sendiri. Tapi dari apa yang aku alami sendiri, ternyata Kamu memang masih Maha Usil. Masih suka bermain-main. Suka ngulik-ngulik yang lagi anteng. Kenapa sih? Apakah Kamu

Tentang Maju

kita tak kan berhenti di sini kita adalah doa yang menjelma dari mimpi buruk alam semesta menyesal lahirkan pemerkosa yang tega gagahi ibunya sendiri - Taken from here and written by Ichimusai, my Papap Kami duduk berhadapan di meja sebuah warung tenda, sejam lepas tengah malam. Lelaki kecil berwajah tirus, berkacamata minus dan berhidung panjang di depan saya mengaku kelaparan. Pulang saya batal sepenggalan karena pengantar minta ditemani makan. Saya mengenalnya Oktober tahun lalu, bertepatan dengan dibukanya tempat nongkrong tetap saya sejak saat itu. Dia, si konyol yang kerap bertingkah seperti anak sekolah. Orator hebat dan penikmat wisata kuliner dengan jam terbang tinggi. Terutama rendang, masakan khas daerah asalnya. Lelaki tiga puluh dua dengan meja kerja dan pakaian rapih tanpa cela, juga motivator sejati yang melihat semua hal dari kacamata bermain. Dia, si kecil dengan aura kakak menguar tak terbendung. Di tengah Sapi Cah Kailan yang dia makan separuh, pernyataannya memb

Lelaki Lelah di Ranjangku

Image
... and I write to unleash... Lelaki lelah di ranjangku mengeluh pegal minta dipijat. Tidak, kataku. Kamu bukan bapakku, karena aku pemijat eksklusif untuk keluargaku. Lelaki lelah di ranjangku merangsek maju, memintaku bercerita tentang film, tentang mantan pacar, tentang malam dan tentang gelisah. Tidak, kataku. Kita sudah pernah membahasnya dan aku bukan multimedia player penurut tanpa pernah protes dimuati cakram DVD yang sama tiap hari. Lelaki lelah di ranjangku rebah ke samping. “Jadikan aku dildo berkupingmu. Aku rela”. Tidak, kataku. Daging lebih yang menggelantung di sela pahamu adalah alat, membantumu mendapatkan dua penerus keturunan dari rahim seorang perempuan yang kau ikat dalam janji suci atas nama agama, negara, Tuhan. Lelaki lelah di ranjangku hilang akal setelah tadi meloloskan jins dan membuatku menolak kekagetan di wajah sendiri. Lelaki lelah di ranjangku terbebat handuk putih yang kulempar ke muka, menutup pinggang hingga batas lutut. Memamerkan setelapaktangan tan