Di Jakarta Nggak Ada Orang Miskin!!!

Siapa bilang orang Jakarta miskin?!
Di hari ke enam acara tahunan ini, tercatat total 429,332 pengunjung dengan tiket masuk Rp. 11,000 on weekdays dan Rp. 16,000 on weekends and holidays. Kebayang berapa jumlah uang yang dikeruk hanya dari tiket ini aja?

Di dalem, ribuan stand berlomba-lomba narik pembeli. Dari yang pasang badut-badutan sampe sandwich-board. Atau mbak-mbak berpakaian mini yang nawarin produk-produk rokok, cemilan, sampe susu (susu mbaknya sediri ditawarin ndak ya? =P). Diiringi lagu ajep-ajep sampe dangdutan yang suaranya melebihi ambang batas toleransi yang bisa diterima kuping.

Edan lah.

Kalo lagi rehat atau kerjaan udah nggak ada, gwa sering keliling dan nongkrong di sebelah pengunjung yang lagi duduk-duduk di pinggir. Dari yang klimis sampe yang lusuh. Yang rapi-wangi-modis bisa ketauan: mereka adalah the-have Jakartans yang untuk nyampe ke venue pakek mobil ber-AC dan nggak kringetan. Yang dekil-norak-berminyak: the have-not Jakartans and people from Jakarta buffer areas--even from other provinces!

Atau denger aja cara mereka ngomong dan berpakaian. Yang pakek Bahasa Endonesah dengan logat Jakarta dicampur bahasa Gawul adalah mereka yang (mungkin) jarang nggak dapet apa yang mereka mau. Yang suka clubbing di Cafe atau Lounge dengan harga minuman lima puluh ribu rupiah secangkir kecilnya, untuk kemudian dibuang lewat beberapa tetes air seni di lubang toilet yang kemudian ikut terbanjur bareng air bersih--yang juga tersedia di toilet.

Yang pakek Bahasa Betawi ngapak (untuk tidak menyebut Betawi Ora) dan berpakaian a la penyanyi dangdut mau pentas adalah mereka yang nenek-moyangnya dulu punya tanah berhektar-hektar untuk kemudian terusir ke pinggir karena harus mengalah demi 'pembangunan', yaitu Mall dan gedung perkantoran, dimana mereka belum tentu mampu untuk belanja atau bekerja disana. Mereka datang sekeluarga cari gratisan, membeli tiket setelah beberapa hari menabung, dan menjejerkan lembar demi lembar di meja loket, hanya untuk mengagumi barang-barang tidak terbeli yang dipajang dengan vulgarnya.

Setelah lelah berjalan di area yang luasnya hektaran, mereka mencari tempat melepas penat nan teduh. Pulangnya, mereka harus berdesak-desak dengan para pengunjung lain yang sama kere dan lusuhnya dengan mereka untuk kembali ke rumah petak beratap asbes yang sepanas tungku pembakaran di terik matahari Jakarta yang ganas. Berebut secuil jalan dengan mobil dan angkutan umum yang melintas seperti di arena balap, di aspal yang memanjang selebar lapangan bola tanpa trotoar, dan sama sekali tidak ramah.

Jadi... Siapa bilang orang Jakarta miskin?!
[dan gwa bekerja dengan upah yang diambil dari lembaran-lembaran di meja loket itu...]




In celebration of Saturday-Night Blue Syndrome.

Comments

  1. kalo menurut wiki sih, penduduk jakarta tuh 7.512.323 ...
    hehe..
    berarti yang kaya cuma seper enambelas total penduduk jakarta ya..

    ReplyDelete

Post a Comment

Wanna lash The Bitch?

Popular posts from this blog

Another Fake Orgasm

Tentang "Dikocok-kocok" dan "Keluar di Dalem"

Belahan Dada, Anyone?